Rudi seorang anak muda berumur 23 tahun, dari kota Medan.
Berbekal ijazah Diploma bertitel Ahli Madya, Dia berhasrat menantang kerasnya kota Batam.
Di kota ini, akankah dia menggapai cita, cinta dan masa depannya?
Karya ini terinspirasi dari kisah nyata seorang teman. Ditambah bumbu-bumbu imajinasi penulis.
Cerita tanpa basa-basi dan tanpa ditutup-tutupi. Hitam putihnya kehidupan anak manusia menjadi Abu-abu.
Ini bukan kisah seorang pahlawan tanpa cela dan juga bukan sholeh tanpa dosa.
Inilah realita kesalahan manusia yang diiringi sedikit kebaikan.
Selamat Membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Manik Hasnan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.20 Pelajaran Kecil Nan Berharga
Dengan langkah yang penuh semangat Rudi berjalan menuju pinggiran parit.
"Wahh.. Ternyata setelah ditinggalkan selama seminggu pasirnya sudah banyak," gumamnya pelan dengan raut wajah yang sumringah.
"Bismillah.." ucapnya pelan.
Kebetulan selama satu minggu bekerja sebagai kuli bangunan, satu kali dalam dua hari turun hujan di daerah Pemda II.
Perlu diketahui sering terjadi fenomena di kota Batam. Di mana ada sebutan hujan lokal. Jangankan hanya berbeda lokasi, bahkan hanya berseberangan jalan saja cuacanya tidak sama. Seberang yang satu hujan, sementara seberang jalan yang satunya kering. Kemungkinan yang bisa dijelaskan secara ilmiah adalah menyangkut arah angin dan kecepatannya yang berubah-ubah. Itu menurut pemikiran Rudi.
Tidak butuh waktu yang lama, pinggiran parit kini telah penuh dengan pasir. Selanjutnya Rudi mulai melansir pasir dari pinggiran parit menuju tempat pemuatan pasir ke lori.
Setiap satu gerobak atau angkong selalu dihitung. Agar nantinya dapat memperhitungkan apakah sudah cukup untuk dimuat ke dalam lori.
Mendekati waktu istirahat siang, genaplah sudah Rudi mengumpulkan tiga puluh angkong pasir di tempat pemuatan lori yang menyerupai bukit.
Sehabis istirahat , sholat dan makan siang Rudi kembali melanjutkan aktivitasnya. Mengumpulkan pasir di pinggiran sungai.
"Untuk tiga hari ke depan sepertinya ini masih bertahan" gumamnya.
Setelah seluruh pinggiran parit penuh dengan pasir, Rudi menghentikan kegiatannya. Kebetulan waktunya istirahat sore dan sekaligus menunggu lori datang memuat pasir.
Setelah rehat sebentar, Rudi berjalan ke arah lokasi kerja bang Sagala. Hari ini Rudi berniat mencari penyebab kekeliruan muatan lori. Sesuai info dari bang Sagala satu lori setara dengan tiga puluh angkong. Sementara yang terjadi selama ini, selalu lebih dari tiga puluh angkong bahkan hampir empat puluh.
"Siang, bang.. " sapa Rudi.
"Siang Rud, kemana aja baru kelihatan lagi?" selidik bang Sagala.
"Oh iya bang, kemaren ada kerjaan sedikit di luar" jawab Rudi sekenanya.
"Gini bang," lanjut Rudi. Kemudian menjelaskan maksudnya kepada bang Sagala.
"Coba kamu isi pasir ini ke angkong" perintah bang Sagala.
"Ini sudah selesai bang," ucap Rudi.
"Ini sudah tepat" setelah melihat isi dari angkong.
"Nanti pas kamu memuat lori, aku di sana melihat di mana letak salah nya" pungkas bang Sagala.
Sambil menunggu lori datang, mereka berbincang-bincang mengenai isu-isu yang sedang hangat di Batam. Selang beberapa menit, suara mesin lori tiba di lokasi muat pasir Rudi.
"Ayo bang," ajak Rudi sambil berjalan menuju lokasi muat pasir diikuti bang Sagala.
Setelah bertegur sapa sebentar dengan supir lori, Rudi kemudian mulai memuat pasir ke dalam lori.
Baru sekitar sepuluh sekop, tiba-tiba suara bang Sagala mengejutkan Rudi.
"Stop.. stop.." ucap bang Sagala setengah berteriak.
Dengan spontan Rudi menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah bang Sagala yang berjalan mendekati Rudi.
"Coba aku pinjam sekopnya" pinta bang Sagala sambil mengulurkan tangannya.
"Begini caranya Rud," memperagakan cara melempar pasir dari sekop.
Ternyata membutuhkan ayunan horizontal dan sedikit dipuntir tepat di pangkal gagang sekop agar pasir yang terlempar dari sekop gembur jatuhnya tidak padat. Dengan cara demikian mengisi pasir ke lori tidak membutuhkan lebih dari tiga puluh angkong.
"Pantas selama ini selalu lebih dari normal" gumam Rudi.
Setelah memperagakan cara memuat pasir ke lori, bang Sagala menyerahkan sekop kembali ke Rudi. Kemudian Rudi melanjutkan pengisian pasir ke lori.
Pada pemuatan setengah jalan, kembali teriakan bang Sagala terdengar.
"Sebentar Rud," ucap bang Sagala.
Kemudian menjelaskan dalam pengisian muatan lori permukaan pasir itu berbentuk sampan atau perahu. Di mana posisi yang tertinggi adalah di bagian samping depan dan belakang. Sementara untuk posisi di bagian tengah lori sedikit lebih rendah.
"Wahh... ternyata seperti itu" ucap Rudi dengan perasaan entah sambil tersenyum.
Setelah semua pasir dimuat ke dalam lori, Rudi memanggil supir.
"Bang sudah selesai" ucap Rudi.
Kemudian supir melihat ke dalam lori dan menutup pintu belakangnya. Setelah itu menyerahkan uang pembelian pasir.
"Terima kasih bang," ucap Supir.
"Sama-sama bang" jawab Rudi singkat.
Lalu lori pun bergerak meninggalkan lokasi ruli. Rudi segera mengajak bang Sagala untuk beristirahat.
"Bang, ayo ngopi dulu" tawar Rudi.
"Wah.. pas waktunya ini. Ayolah" balas bang Sagala sambil berjalan mengikuti Rudi menuju ruli.
Sekitar lima belas menit bekerja di dapur, Rudi keluar membawa dua cangkir kopi hitam dan menyuguhkannya.
"Silahkan bang di minum" ucap Rudi sambil mengeluarkan sebatang rokok dari bungkusnya.
Bagai dua orang yang sedang santai di pantai dan slow di pulau. Mereka melalui hari hingga matahari kembali ke peraduan.
Terkadang untuk kelihatan bahagia itu susah, sementara bahagia itu sendiri adalah sederhana. Lalu di mana kah letak bedanya?
Semuanya kembali ke diri masing-masing setiap insan. Apakah pilih yang susah ataukah memilih yang sederhana.
Bersambung...