Vina sangat terobsesi diterima menjadi pemeran wanita utama di casting sebuah drama. Dia juga seorang penggemar garis keras dari seorang aktor. Suatu hari saat melakukan casting, ia ditolak tanpa di tes dan parahnya lagi, orang yang menolaknya adalah si idola. Merasa terhina, Vina pun berubah menjadi pembenci sang aktor. Belum juga mulai menabur benih kebencian, ia justru terpaksa menikah secara kontrak dengan sang Aktor.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumi Midah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebohongan yang terkuak
Vina dan Arka dengan penuh sukacita pulang ke apartemen mereka. Keduanya bergandengan tangan sambil berjalan menuju mobil Arka.
"Oh ya, kamu menitipkan Yeontan ke mana?" tanya Arka ketika ia mengendarai mobil menuju apartemennya.
"Kubiarkan tidur dikamarku," jawab Vina, "tidak apa-apa, 'kan?"
Sebenarnya Arka mau marah karena dengan gampangnya Vina, tapi karena tidak mau merusak moment malam ini, Arka tersenyum.
"Tidak apa-apa, Sayang."
Dipanggil sayang dari orang yang dicintai, pipi Vina pun bersemu merah. Entah sejak kapan rasa bencinya pada Arka musnah sepenuhnya.
"Terima kasih ... mmm, Sayang."
"Ah, hatiku rasanya mau meledak mendangar kamu memanggilku sayang," ucap Arka hiperbola sambil melakukan gerakan lebay dengan memegang dadanya.
****
Di malam minggu Vina tidur dipangkuan Arka. Keduanya menonton film Hollywood yang romantis. Layaknya pasangan yang baru dimabuk asmara, Vina dan Arka melakukan hal yang romantis, seperti saling suap suapan, makanan kecil seperti snek.
Ketika di salah satu scane film, menyajikan adegan ranjang, Arka pun jadi menginginkan hal tersebut. Vina dengan cepat melarikan kepalanya dari paha Arka saat melihat sesuatu yang membesar di pangkal paha suaminya.
"Punyamu, Sayang."
Arka tersenyum malu. "Mm, begini, Sayang, kita 'kan sudah saling mencintai ... bagaimana kita lupakan kontrak dan ...."
Perkataan Arka yang menggantung membuat Vina menyeringai, ia tahu maksud suaminya. "Dan apa?"
"Itu .... hal yang biasa dilakukan suami istri saat malam waktu di ranjang."
Vina mengerutkan keningnya, pura-pura tidak mengerti. "Hmm, tidur?"
Arka berdecak, lalu berbisik sebentar di telinga istrinya. Setelah berbisik, ia memandang Vina. "Bagaimana, apa kamu mau?"
Sebagai jawaban, Vina duduk di pangkuan suaminya. Tangannya ia kalungkan ke leher Arka. Keduanya saling melumat bibir masing-masing. Ketika hasrat makin memuncah, Arka menggendong tubuh Vina menuju kamarnya tanpa melepaskan pagutan mereka.
Setelah sampai di peraduan dan sama-sama polos tanpa sehelai benang pun. Arka dan Vina pun menyatu untuk pertama kali setelah enam bulan pernikahan.
Arka belum menggerakan pinggulnya karena ingin membuat rasa sakit Vina akibat pecah perawan mereda. Beberapa menit setelah sakit Vina mereda, dengan penuh nafsu Arka langsung menggerakan pinggulnya, maju-mundur.
Tak seberapa lama desah demi desah nikmat yang berasal dari kedua orang yang sedang menyatu, memenuhi ruangan besar ini. Vina yang baru pertama kali melakukan ini, mencapai puncak kenikmatan terlebih dahulu. Namun, Arka yang belum merasakannya, tetap memaju-mundurkan miliknya.
Keesokan paginya saat cahaya mentari mengganggu, Arka pun tersadar dari tidur lelapnya usai bercinta entah berapa ronde dengan istrinya semalam. Melihat sang istri yang nampak masih tertidur dengan selimut yangenutupi tubuh polosnya.
Arka mencium kening Vina, lalu turun dari tempat tidur untuk menyiapkan sarapan untuknya dan Vina.
Ditengah Arka membakar dua lembar roti di atas pan Vina datang dan duduk di meja makan.
"Maaf, ya. Harusnya aku yang menyiapkan sarapan."
"Tidak apa-apa, aku mengerti kalau kamu sangat lelah habis gempur denganku." Mendengar penuturan sang suami Vina terkekeh.
"Terima kasih, Sayang."
"Oh ya, kita sarapan roti aja, nggak apa-apa ya?" tanya Arka.
"Iya."
****
Sore ketika pukul empat, Arka mendapatkan pesan dari Anna. Gadis itu mengajak Arka ke apartemennya. Dua minggu sudah keduanya tidak bertemu. Arka berpikir mungkin sudah saatnya ia melupakan kejadian malam itu dan kembali berteman dengan Anna—sang mantan kekasih.
"Sayang, aku pergi dulu, ya," pamit Arka pada Vina yang melipat pakaian yang baru kering. Vina dan Arka sudah tidur di satu peraduan sejak mereka bercinta untuk pertama kali.
Sesampainya di depan rumah Anna, Arka menekan bel. Tidak lama pintu pun terbuka. Lelaki itu cukup terkejut dan khawatir saat melihat wajah Anna yang pucat pasi.
"Astaga kenapa wajahmu pucat begini, sih?"
"Aku nggak apa-apa, kok. Ayo masuk," ajak Anna.
Arka duduk di sofa setelah dipersilakan duduk oleh Anna. Dengan suara tanpa tenaga, Anna meminta tolong pada pembantunya untuk membuatkan minum untuk Arka.
"Kamu udah pakai pembantu sekarang?"
"Aku ngambil salah satu pembantu di rumah papah untuk membantuku mengurus rumah," jawab Anna.
Tak lama pembantu Anna datang membawakan minuman untuk Arka dan majikannya. Bunyi dering ponsel Anna yang berasal dari kamarnya, membuat wanita itu beranjak dari sofa dan berjalan menuju kamar. Namun, belum juga jauh Anna melangkah, wanita itu kehilangan keseimbangan dan pingsan.
Arka dengan segera menghampiri gadis itu. Ia berteriak memanggil pembantu Anna. Lelaki itu menyuruh perempuan yang kira-kira berusia 50an untuk memberitahu orang tua Anna kalau anak mereka dibawa ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit Anna langsung di rawat di ruangan VVIP. Seorang suster menyuruh Arka untuk menemui dokter yang memeriksa Anna.
"Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan sel kanker di otak nona Anna. Dia hanya terkena Anemia karena tidak makan dengan teratur dan kurang tidur."
Arka terkekeh sumbang. Ia berpikir Anna tidak mungkin menipunya dengan penyakit yang mematikan itu. "Tidak mungkin, Dok." Untuk apa Anna berbohong padanya, pikir Arka.
Dokter menujukan hasil rongten yang langsung dilakukan saat Anna baru tiba di rumah sakit. Arka merasa ditipu, teganya Anna membuatnya khawatir setengah mati dengan sebuah kebohongan.
Arka kembali ke kamar Anna dan menemukan si pembohong itu telah siuman. Kekecewaan besar tergambar dari sorot mata Arka.
"Ar, kam—"
"Kenapa kamu menipuku Anna!" Suara marah Arka yang menggelegar membuat Anna menangis.
"Maafkan aku, Ar. Aku terpaksa melakukan ini."
"Buat apa, hah?!"
"Agar kamu mau memaafkan aku dan kita kembali bersama. Jika aku tidak mengaku memiliki penyakit kronis, kau tentu tidak mau memaafkanku, bukan?" Anna bicara sambil terisak-isak.
Arka yang sudah kepalang kecewa pun tidak merasa tidak bersimpati dengan alasan Anna. "Aku kecewa sama kamu Anna. Mulai sekarang jangan hubungi aku lagi."
Arka pergi tanpa ragu, bahkan ia menulikan telinganya ketika Anna terus saja memanggil Arka dengan terisak-isak.