Menikahi Mantan Idola
"Halo semuanya," seru Vina dengan ceria.
"Aduh, Kak Vina, bisa nggak, sih, biasa aja!" Kami yang menilai kakaknya ini sangat kekanak-kanakan, mendumal kesal.
"Ceria sekali kamu, Vin," tegur ibu Vina yang baru meletakan tiga telur dadar di atas piring keramik putih.
Vina mengisi kursi kosong yang ada di sebelah Kamila yang telah mengenakan seragam SMA. "Iya, dong, Ma, hari ini ada casting," katanya, "oh, ya, kalian mau tau tidak, siapa yang jadi juri casting kali ini."
"Enggak, tuh." Celetukkan super menyebalkan dari Kamila membuat Vina memukul geram bahu gadis bermata sedikit sipit itu.
"Tutup mulut busukmu itu," kata Vina kepada sang adik yang ia nilai sangat durhaka kepada dirinya.
"Memangnya siapa, Na?" Ayah Vina yang berusia 40 tahunan tampak penasaran.
"Arka Prayudha!" jawab Vina antusias. "Kali ini aku pasti akan diterima dan beradu akting dengan kesayanganku itu." Mendengar ocehan penuh rasa percaya diri itu, Kamila mengembang kempiskan hidungnya. Ia memandang sang ayah yang mengigit roti tawar berlapis selai kacang.
"Yah, Kak Vina sepertinya sudah tidak waras. Bagaimana kalau ayah membawanya saja ke rumah sakit jiwa," kekeh Kamila.
Plak.
Satu pukulan dari Vina, kinu mendarat ke kepala sang adik. Kamila mengusap-usap kepalanya sambil merutuki sang Kakak.
"Mulutmu ingin kulem ya?!" geram Vina.
"Heh, sudah-sudah." Ibu Vina dan Kamila, melerai kedua saudari itu "Kamu tidak boleh seperti itu, Mila."
Vina mengulurkan lidahnya, mengejek Kamila yang berwajah masam karena menahan kesal.
"Restuin aku ya, Yah, Ma," kata Vina yang memandang ibu dan ayahnya bergantian.
Merasa tidak disebut, Kamila mengajukan protes, kenapa tidak meminta restunya dan Vina menjawab, restu dari Kamila tidak penting.
"Kudoain Kakak kembali tidak mendapatkan peran utama di casting itu!" Ucapan Kamila yang terdengar sungguh-sungguh, hanya Vina balas dengan juluran lidah.
Setelah meminum susu buatan sang ibu, Vina berdiri dari tempatnya. Ia pamit tanpa memakan sarapannya. "Ya sudah, ya, Vina pamit dulu."
"Rotinya dimakan dulu, dong Vin," sahut sang ibu.
"Nggak usah, Ma aku beli roti di supermarket saja." gadis itu kemudian berjalan meninggalkan ruang makan.
***
Meski melihat banyaknya peserta casting, nyali Vina sama sekali tidak menciut. Ia sangat yakin kalau kali ini Dewi Fortuna akan berpihak padanya. Setelah menyerahkan formulir, Vina duduk di sebuah kursi tunggu yang baru saja kosong.
Ketika duduk, ia ditegur oleh seorang gadis berambut cokelat sebatas bahu. "Hey, ketemu lagi, kita. Sudah lama, ya kita tidak bertemu," kata gadis yang juga pejuang cating—sama seperti Vina—dengan ramah.
"Iya, kapan waktu terakhir kali kita bertemu, ya?" tanya Vina tidak kalah ramah.
"Kurasa di casting drama Critical Town. Oh, ya kenapa kau tidak ikut casting Blonde girl beberapa minggu lalu?"
Vina memasang senyum tipis. "Aku terlambat tahu." Bukannya terlambat, gadis itu hanya tidak tertarik mengikuti casting yang mencari pemeran pendukung.
Sebenarnya kalau Vina mau menerima peran pendukung, ia pasti telah membintangi banyak drama. Namun, dengan sifat tinggi hati, Vina menolak tawaran tersebut. Dia hanya menginginkan peran utama.
Ibu Vina dan Kamila, beberapa kali menasehati agar mengambil peran pendukung. Namun, Vina yang keras kepala tetap kekeh pada pendiriannya.
"Bahkan aktris sekelas Angelina Jolie, pernah mendapat peran pendukung, Kak," ucap Kamila satu waktu saat kakaknya itu bercerita jika ia ditawari untuk menjadi peran pendukung.
"Alah, itu Angelina Jolie-nya saja yang payah," kata Vina angkuh.
Kamila hanya menggeleng. Ia kesal dan heran, kenapa tingkat kepercayaan diri Vina terlalu melambung tinggi.
Kembali ke masa sekarang.
"Oh, ya, kudengar Arka Prayudha yang menjuri di casting kali ini, 'kan?" tanya Vina kepada temannya.
Tidak lama kemudian, keluar seorang gadis dari ruangan juri. Gadis itu tampak menangis. Vina mengasihani gadis tadi dalam hati. Ya mau bagaimana lagi, kau harus mengasah kemampuan aktingmu itu, ucap Vina dalam hati.
Casting kembali dibuka setelah tadi istirahat makan siang. Banyak yang keluar dari ruangan juri dengan deraian air mata. Namun, ada yang juga keluar dengan senyuman di bibirnya karena lulus ke babak selanjutnya.
Kini giliran teman Vina yang masuk ke ruangan casting. Sebelum masuk ke ruangan penjurian, gadis itu dengan polosnya meminta didoakan Vina agar bisa lolos. Vina tersenyum tipis, lalu menjawab iya. Namun, dalam hatinya Vina berdoa agar gadis itu tidak lolos.
Doa Vina manjur, tidak lama gadis tadi keluar dengan deraian air mata, sama seperti yang lain. Ketika gadis itu berjalan melewatinya, Vina bertanya.
"Mengapa kamu menangis?"
Gadis itu menyeka air matanya, lalu berkata kalau Arka adalah pria kejam dengan mulut tajam. Setelah menyampaikan niatnya untuk membenci sang aktor, gadis tadi menghentak ia pergi.
Menyaksikan teman sejawatnya itu pergi, Vina menggeleng kecil. "Aktingmu saja yang jelek." Tidak ada yang boleh menjelekkan Arka.
Sebelum namanya dipanggil, Vina menyaksikan seorang lagi yang menangis setelah keluar dari ruangan para penjuri.
Setelah cukup lama menunggu, akhirnya giliran Vina yang menunjukan kemampuan aktingnya. Ketika masuk, tubuh Vina bergetar saat melihat pujaannya yang begitu bersinar. Tenang, Vina, kau harus santai atau kau akan merusak segalanya, ucap Vina dalam hati.
"Perkenalkan nama beserta umurmu?" tanya seorang lelaki yang menjadi sutradara di drama ini.
"Nama saya Vina, umur saya dua puluh dua tahun," jawab Vina percaya diri.
"Nama panjang?"
"Saya tidak memilikinya."
"Pernah punya pengalaman akting?" tanya seorang wanita yang menjadi penulis skenario di drama ini.
Vina tersenyum. "Ya. Saya pernah menjadi pemeran utama dalam drama pentas sekolah dulu!" jawabnya yakin.
"Setelahnya?" timpal Arka.
Vina memekik dalam hati sebelum menjawab pertanyaan Arka. "Tidak."
"Kamu pernah sekolah akting?"
"Tidak."
Kening Arka mengkerut. "Sanggar akting?"
"Tidak juga."
Lelaki tampan itu mendesah malas, lalu berseru, "Next!"
Vina kebingungan. "Maksudnya apa, ya?"
"Kamu ditolak. Sekarang silahkan keluar!"
"Tap-tapi, aku 'kan belum memulai aktingku?"
"Aku sudah tau kemampuanmu dan kau ditolak!" Kemudian Arka berteriak memanggil security.
Merasa di perlakuan tidak adil oleh pujaan hatinya, Vina pun mengeluarkan air mata. Hati Vina patah. Dia telah memuji orang yang salah selama ini. Gadis yang diselimuti rasa kecewa itu menyentak tangan security yang memegang kedua tanganya. "Jangan pegang! Aku bisa pergi sendiri. Dasar sialan!" umpatnya.
Vina pergi dari situ. Ketika melewati pintu keluar ruang juri, ia memproklamirkan diri sebagai pembenci nomor satu pria kejam, bernama Arka Prayudha. Gadis itu sangat menyesal karena selalu membuang waktu berharganya untuk membela lelaki itu di jejaring media sosialnya.
***
Vina mendumal. Ia merasa sangat terhina oleh perlakuan Arka kepadanya. Tekad untuk menjatuhkan sang aktor membara dalam hatinya.
"Arka Prayudha sialan!" pekiknya kesal. Sadar pekikannya menjadi pusat perhatian orang-orang, Vina segera menutupi wajahnya. "Dasar bodoh!" Ia menggerutui diri sendiri.
Di tengah langkah yang terburu-buru, Vina melihat kedai mie ayam. Perut Vina yang belum diisi karbohidrat berat sedari pagi pun merasa kelaparan—ia hanya memakan roti siang tadi.
Makan adalah hal yang paling benar untuk mengobati rasa sedih. Setelah memesan dua mangkuk mie ayam dan menghabiskan semangkuk, Vina—masih dengan rakus—menghabiskan semangkuk lagi mie ayam.
Di sela makannya, ponsel Vina yang ia letakan di atas meja—sejajar makanannya—berbunyi. Vina melirik, nama adik laknatnya tertera di layar ponsel.
"Dia pasti ingin mengolokku." Vina memilih mengabaikan telepon tersebut. Karena Kamila terus saja menelponnya, Vina pun men-silent ponselnya. Tidak lama Kamila mengirimi pesan kepada Vina. Vina membaca pesan dari sang adik.
Kamila : Kau di mana? Angkat teleponku, Bodoh! Rumah kita kebakaran.
Vina terbatuk akibat tersedak makanannya. Ia terkejut membaca pesan terakhir yang Kamila kirim secara beruntun.
"Dia sedang tidak mengerjaiku, 'kan?" Vina menelpon Kamila. "Halo, Mil, ini kamu tidak bercanda soal rumah kita yang terbakar, 'kan?" tanyanya panik.
"Tentu saja, tidak. Sekarang cepat pulang!" Suara isakan yang terdengar di ujung sana, terdengar tidak dibuat-buat dan itu artinya, rumah mereka benar-benar terbakar. Setelah membayar dua mangkuk, Vina bergegas mencari taksi dan pulang.
Sesampainya di tempat kejadian, dada Vina sesak saat melihat kobaran api yang melalap rumah dua tingkatnya. Ia mencari keberadaan ayah ibu dan Kamila. Saat melihat adikknya yang masih menggunakan seragam sekolah, ia menghampiri sang adik.
"Mana papa dan mama?" tanya Vina panik.
Kamila yang bercucuran air mata memeluk tubuh ramping kakaknya. "Papa mmasuk ke dalam untuk menyelamatkan mama, Kak." Vina memandang ke kobaran api tersebut. Tak lama, berpuluh tabung gas simpanan ayah mereka untuk mengisi supermarket pun meledak.
Tubuh Vina bergetar. Gadis itu tidak mau menjadi yatim piyatu. Setelah hampir setengah jam berlalu, akhirnya api tersebut berhasil dipadamkan. Terlihat dua pasang anggota pemadam kebakaran, membawa masing-masing satu jenazah.
Vina menahan langkah mereka dan membuka satu persatu kain yang menutupi jenazah. Kamila langsung pingsan saat melihat jenazah kedua orangtuanya, sedangkan Vina, gadis itu menangis sejadi-jadinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments