NovelToon NovelToon
Pernikahan Kilat Zevanya

Pernikahan Kilat Zevanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pernikahan Kilat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Naaila Qaireen

Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang wanita kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.

Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan kekasih yang terobsesi padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

SELAMAT MEMBACA

Apa yang Wira peringatkan pada ibunya sama sekali tidak membuahkan hasil, wanita setengah baya itu semakin beringas memperlakukan Zevanya dengan buruk. Setelah Wira berangkat kerja, Ratna langsung menemui menantu yang tidak diharapkannya itu.

"Kamu ternyata berani juga mengadu pada anak saya!" sentak wanita itu, membuat Zevanya sedikit terlonjak kaget.

"M-maaf, Nyonya. Bukan saya yang memberitahu mas Wira. Saya juga sudah memintanya untuk tidak memperbesar—" kata Zevanya terpotong dengan ucapan tajam wanita itu.

"Hallah, jangan mencari alasan. Kamu tahu hubungan kami memang buruk dan kehadiran kamu semakin memperburuknya!" Zevanya menunduk. "Lihat dirimu, wanita yang sama sekali tidak berpendidikan, tampilan biasa saja. Apa yang bisa dibanggakan sebagai menantu?" sarkasnya. "Padahal saya sudah menyiapkan banyak calon untuk anak saya, mereka perempuan yang berpendidikan, tahu etika, berpenampilan menarik, dan yang pasti anak orang berada yang setara dengan kami. Sedangkan kamu?" Ratna memindai Zevanya dari atas ke bawah dengan tatapan merendahkan.

Kepala Zevanya semakin menunduk dalam, gadis itu meremat gaun selututnya yang memang tampak biasa, jauh dari kata branded. Hinaan dan cacian seperti ini sudah biasa gadis itu terima, maka mendengarnya sekali lagi tidak akan membuatnya menangis.

Ratna berdecak, "Sekarang jadilah berguna, kamu jangan hanya menumpang hidup dan makan pada anak saya." Zevanya mengangguk, tenggorokannya tercekat bahkan untuk mengatakan 'iya'. Ratna berpaling, lalu memerintahkan pelayan yang lewat untuk memanggil kepala pelayan.

Kepala pelayan berjalan mendekat, "Nyonya memanggil saya?" tanyanya sopan dengan kepala menunduk.

"Teman-teman arisan saya akan datang, persiapkan semuanya seperti biasa. Dan yah, suruh juga dia berbelanja dan ikut memasak. Saya tidak mau dia hanya ongkang-ongkang kaki di rumah saya." Tunjuk Ratna pada Zevanya, kepala pelayan awalnya mengernyit tetapi sesaat kemudian ekspresinya kembali biasa dan mengangguk patuh.

"Baik Nyonya, apa ada lagi?" tanyanya sopan.

"Harus ada menu rendang yang kalian masak." Kepala pelayan kembali mengangguk, "Sudah, itu saja.” Ratna melambaikan tangan lalu pergi dari sana dengan hentakan sepatunya yang berirama.

Kini Zevanya dapat menghela napas lega, begitu pula kepala pelayan. Aura terasa mencekam dan gelap jika berhadapan dengan nyonya rumah.

"Ayo Non, kita harus segera ke pasar." Ajak kepala pelayan, bukan berniat kurang ajar tetapi ini adalah perintah nyonya besar.

"Iya, Bu." Zevanya mengikuti wanita awal 40-an itu.

***

Zevanya menyusuri salah satu pasar tradisional terbesar bersama kepala pelayan Bu Sri, dan seorang pelayan lainnya bernama Rina. Tangan mungilnya menggenggam erat ujung tas belanjaan, sementara matanya sibuk memindai bahan-bahan yang tertata di lapak-lapak pasar. Jalanan yang ramai dan becek sedikit memperlambat langkah mereka dan Rina pelayan yang lebih muda 2 tahun dari Zevanya sudah menggerutu sejak tadi.

"Bingung deh sama nyonya besar, kenapa selalu menyuruh kita belanja di pasar. Kan kalau belanja di supermarket lebih praktis dan nyaman. Ndak becek dan berdesakkan begini." Celetuk Rina dengan kakinya yang menjinjit menghindar lumpur. Walaupun bukan hari libur, pasar ini memang selalu ramai apalagi masih pagi seperti ini.

Zevanya melirik Rina dengan senyum membuat gadis yang tengah menggerutu itu tersenyum kikuk. Sejak berkenalan dengan Rina, Zevanya tahu gadis ini memang sangat ceplas-ceplos.

"Iya loh, Non. Kan biasanya orang kaya suka belanja di supermarket gitu, apa nyonya kekurangan uang, yah. Jadi lebih milih belanja di pasar yang lebih murah." Rina tak mau diam, gadis itu berbicara untuk mengalihkan fokusnya untuk tidak membentak orang lain yang selalu menyenggolnya.

Zevanya dan Bu Sri hanya mendengarkan saja gerutuan Rina, sesekali akan menanggapi. "Kenapa kamu tidak tanyakan saja langsung kepada nyonya, Rina?" ujar Bu Sri, wajah Rina langsung berubah sewot.

"Idihhh... amit-amit, Bu. Lihat mukanya aja aku takut, apa lagi ngajak dia bicara. Muka nyonya tuh, menyeramkan tahuuu...." Rina menggidik ngeri.

Bu Sri berhenti pada penjual rempah-rempah, dengan di bantu Zevanya keduanya pun mulai memilih bahan yang berkualitas.

"Oh ya, Non. Nona Zevanya kenapa ikutan kita belanja? Padahal selama ini non Elmira yang menantu pertama nggak pernah turun tangan langsung begini kaya, Nona!" Rina kembali berucap dengan topik terbarunya.

Pergerakan Zevanya yang tengah memilih bawang sejenak terhenti, ia memandang Rina sebentar lalu tidak lama kemudian ia kembali fokus pada pekerjaan tanpa menjawab pertanyaan gadis itu.

Bu Sri menyenggol Rina, ia dapat melihat perubahan raut wajah pada nona mereka. "Hus, kamu jangan sembarang bicara. Lebih baik diam, kunci mulut kalau bicara yang nggak penting!" katanya dengan tangan yang memberi isyarat mengunci mulut, Rina manggut-manggut dengan rasa bersalah. Sepertinya ia telah menyinggung perasaan istri tuan muda kedua mereka.

Agar belanjaan mereka tidak memakan waktu, mereka pun memutuskan untuk berpencar mencari bahan masakan. Setelah terlebih dahulu membagi tugas apa yang harus dibeli, dan menetapkan titik pertemuan setelah belanjaan selesai.

Zeva segera bergerak, memilih bahan masakan yang menjadi tugasnya. Gadis itu sama sekali tidak merasa kesulitan karena memang sudah terbiasa berbelanja di pasar.

Setelah semua bahan yang diperlukan lengkap, mereka bertiga kembali ke mobil dan menuju rumah. Sepanjang perjalanan, Zevanya hanya diam, membuat Bu Sri dan Rina saling menyenggol.

***

Para pelayan sudah mulai sibuk menyiapkan berbagai hidangan untuk arisan, Zevanya memperbaiki cepolan rambutnya lalu mencuci tangan dan langsung bergabung, membantu mengolah bahan yang baru saja mereka beli.

"Aku akan mengurus rendangnya," ucapnya pelan.

Bu Sri menatapnya dengan ragu. "Non, yakin?" membuat rendang bukan hal yang mudah, butuh kesabaran dan teknik yang tepat.

Zevanya tersenyum. "Saya pernah bekerja di warung makan, Bu. Rendang adalah salah satu menu andalan di sana."

Mendengar hal itu, Bu Sri pun mengangguk dan menyerahkan tugas padanya. Zevanya mulai bekerja, menghaluskan bumbu dengan penuh ketelitian. Wangi rempah mulai memenuhi dapur saat ia mulai menumis bumbu hingga matang sempurna. Daging sapi yang telah dipotong pun ia masukkan dengan hati-hati, memastikan setiap potongannya terbalut bumbu dengan merata.

"Wah, Nona sangat pandai memasak," komentar Rina dengan mata berbinar, melupakan rasa sungkannya pada Zevanya akibat celetukannya yang tidak sengaja.

Membalas pujian Rina, Zevanya tersenyum kecil. Membuat Rina tersenyum cerah dan kembali mengobrol hangat dengan Zevanya, gadis itu juga mengungkapkan permohonan maafnya atas kelancangannya dalam berbicara. Zevanya sendiri tidak tersinggung, ia memilih diam karena bingung menanggapi seperti apa.

Setelah beberapa jam, rendang akhirnya matang dengan warna cokelat kehitaman yang menggoda selera. Aroma kaya rempah menguar dari panci besar, membuat beberapa pelayan yang lewat tidak bisa menahan diri untuk melirik.

"Wah, ini pasti enak sekali!" seru salah satu pelayan dan Rina di sampingnya langsung mengangguk setuju.

Bu Sri mencicipi sedikit dan tersenyum tipis. "Ini luar biasa. Saya tidak menyangka Non Zevanya bisa membuat rendang seenak ini."

Zevanya tersenyum kecil. "Terima kasih, Bu. Saya hanya melakukan yang terbaik."

Namun, sebelum ia bisa menikmati sedikit rasa puas atas hasil kerjanya, suara langkah kaki berderap mendekat. Semua pelayan buru-buru kembali ke tugas masing-masing.

Ratna masuk ke dapur dengan ekspresi seperti biasa—dingin dan penuh keangkuhan. Healsnya yang menggema selalu menjadi ciri khas.

"Sudah selesai?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Sudah, Nyonya," jawab Bu Sri.

"Hidangan makanan ke ruang tamu. Arisan akan dimulai sebentar lagi," perintahnya sebelum berbalik pergi dan kembali menyambut tamunya yang berdatangan.

Begitu Ratna keluar, suasana di dapur kembali normal. Beberapa pelayan terlihat menghela napas lega, dapat dilihat mereka bekerja di bawah tekanan.

Zevanya ikut mengeluarkan menu masakan satu persatu, dan tanpa gadis itu sadari seseorang menatapnya dengan lekat tanpa membuang pandangan sama sekali.

"Vanya...?"

1
Eliermswati
wah keren wira emng bnr klo dah d buang buat ap d pungut lg bkn rmh tangga jd berantakan
Karina Mustika
langsung nikah aja nih..
Naaila Qaireen: Hehehhe, iya kak😅
total 1 replies
Nazra Rufqa
Nunggu dari lama kak, akhirnya ada karya baru... moga sampe tamat ya.
Nazra Rufqa
Mampir kak thor/Smile/
Naaila Qaireen: Siap kak, moga suka🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!