NovelToon NovelToon
Ketika Aku Memilih Pergi, Dia Memilih Menyelamatkan

Ketika Aku Memilih Pergi, Dia Memilih Menyelamatkan

Status: tamat
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Bullying dan Balas Dendam / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Tamat
Popularitas:86k
Nilai: 5
Nama Author: linda huang

Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.

Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.

Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

“Hal ini tidak perlu melibatkan Flower, aku bisa membuktikan bahwa Flower selama ini tidak bersalah sama sekali. Apa yang telah terjadi semuanya adalah rekayasa dari dia,” ucap Wilson tegas, matanya menatap lurus ke arah Cici sambil menunjuk tajam.

Semua orang di ruang tamu seketika membeku. Cici membelalakkan mata, wajahnya pucat seperti kehilangan darah.

“Wilson, tolong jelaskan apa maksudmu?” tanya Zoanna.

Wilson menarik napas dalam, berusaha menenangkan amarah yang mendidih di dadanya. “Rumah kita terpasang kamera CCTV, tapi karena kebodohan kita semua, kita terlalu cepat mempercayai apa yang dikatakan Cici tanpa menyelidiki lebih jauh.”

Suara Wilson semakin terdengar getir. “Saat kejadian tujuh tahun lalu, ketika Cici jatuh ke kolam renang, itu bukan karena didorong Flower. Tapi dia sengaja menjatuhkan dirinya sendiri dan menuduh Flower yang mendorongnya.”

Wajah Yohanes dan Alan menegang, keduanya saling menatap dengan tatapan syok dan bingung.

“Pulpennya hilang, dan dia mengadu pada Papa bahwa Flower yang mencurinya,” lanjut Wilson sambil menatap tajam ke arah ayahnya. “Tapi kenyataannya, dia sengaja menyembunyikannya di laci meja Flower.”

Cici tampak panik. Dia mencoba membuka mulut, tetapi tak satu kata pun keluar.

“Semua itu bagian dari rencananya,” tambah Wilson lirih. “Dia membangun citra polos dan lemah hanya untuk mendapatkan simpati, sementara Flower selalu jadi kambing hitam.”

Zoanna menunduk, napasnya tersengal. Alan mengepalkan tinjunya, bingung antara amarah dan penyesalan.

“Dan bukan hanya itu,” Wilson mengangkat kepalanya, menatap satu per satu anggota keluarganya. “Masih banyak lagi kejadian lain yang membuat kita membenci Flower, dan semuanya adalah hasil skenario dari Cici.”

Beberapa saat kemudian, suasana di ruang tamu dipenuhi oleh ketegangan yang menusuk. Wilson berdiri di hadapan layar monitor, memperlihatkan cuplikan rekaman dari CCTV yang selama ini terabaikan. Satu per satu, kebenaran terbuka: semua kejadian yang selama ini dituduhkan kepada Flower ternyata hanyalah hasil manipulasi dari satu orang—Cici.

Yohanes, Alan, dan Zoanna hanya bisa berdiri mematung, wajah mereka membeku saat menatap layar. Mata mereka melebar, seolah tak percaya dengan apa yang ditampilkan di hadapan mereka. Kenyataan pahit itu menghantam hati mereka lebih keras dari yang bisa mereka bayangkan.

“Pa, Ma, Kakak… tidak seperti yang kalian pikirkan… Aku tidak berniat jahat sama sekali,” ucap Cici lirih sambil berlutut, tangannya terangkat, memohon belas kasih. Air matanya mengalir deras, tapi tak seorang pun menunjukkan empati lagi.

Wilson menatap Cici dengan tatapan penuh amarah yang telah dipendam terlalu lama. Suaranya lantang, menyayat udara. “Kalau bukan karena aku mulai mencurigaimu, aku benar-benar tidak akan pernah terpikir untuk memeriksa semua rekaman lama itu! Dari sejak kau masuk ke rumah ini, semua kejadian antara kau dan Flower...! Kau pikir kami tidak akan pernah tahu? Kau sadar diri atau tidak—kau hanya anak yatim yang tidak jelas asal-usulnya!”

Cici menggigil di tempatnya, tak mampu menjawab. Matanya kini dipenuhi rasa takut.

Zoanna melangkah mendekat, air matanya berlinang. Tatapannya tertuju pada Cici yang masih berlutut di lantai. Suaranya lirih tapi penuh kekecewaan. “Cici… kenapa kau begitu tega pada Flower? Dia adikmu. Kami sudah menganggapmu sebagai anak sendiri. Tapi kau balas semua itu dengan menyakiti anak kandungku sendiri… Kenapa, Cici…?”

Suasana mendadak pecah ketika Yohanes melangkah maju dengan sorot mata marah yang membara. Tanpa kata, dia mengayunkan tangannya dan—

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Cici, membuat tubuh gadis itu terhuyung dan jatuh tersungkur ke lantai.

“Aaahh!” jerit Cici sambil menahan sakit, tangannya mencengkeram pipi yang memerah.

“Kurang ajar!” bentak Yohanes, suaranya menggelegar seperti guntur. “Percuma kami menyayangimu selama ini! Ternyata semua ini kau dalangnya! Kenapa kami bisa sebodoh itu membawa anak yang tidak tahu diri kembali ke rumah?!”

Alan hanya bisa menunduk, rahangnya mengeras menahan emosi. Ia merasa gagal sebagai kakak.

Wilson menatap ayahnya sejenak, lalu suaranya terdengar pelan namun sangat menyayat. “Aku baru sadar satu hal… Waktu Flower mencoba bunuh diri, itu bukan akting. Dia benar-benar putus asa. Dia kecewa, karena keluarganya sendiri menolak percaya padanya. Dan kita—kitalah yang membuatnya begitu terpuruk.”

Zoanna menangis semakin kencang. Ia menutup wajahnya, tubuhnya bergetar karena penyesalan yang terlalu dalam. “Flower… Maafkan Mama… Maafkan Mama, Putriku…”

Yohanes menatap layar CCTV yang kini telah berhenti memutar. Ia menghela napas berat, lalu menatap Cici yang masih meringkuk di lantai dengan penuh kemarahan dan kesedihan. “Aku yang sudah tua ini… ternyata sebodoh itu. Aku lebih percaya pada kebohonganmu… sampai rela mengabaikan anak sendiri… sampai rela mengusir Flower keluar negeri…”

Cici terisak tak terkendali, air mata mengalir deras membasahi pipinya. Ia berlutut di hadapan orang-orang yang selama ini ia sebut keluarga, tubuhnya gemetar karena rasa ketakutan yang semakin menyesakkan dada.

“Papa, Mama… maafkan aku… aku akan meminta maaf padanya. Aku tidak berniat jahat… aku hanya… hanya takut kehilangan kalian…” ucapnya di antara isak tangis yang memilukan. Suaranya nyaris tak terdengar, tenggelam dalam penyesalan yang terlambat.

Namun Wilson melangkah mendekat dengan sorot mata dingin, penuh amarah yang telah lama terpendam. Tanpa ragu, ia menarik lengan Cici dengan kasar, memaksanya berdiri.

“Tidak perlu menangis lagi!” seru Wilson tajam, suaranya menggema di seluruh ruangan. “Tangisanmu itu tidak bisa mengulangi semuanya! Kau pikir air matamu bisa menghapus semua luka yang kau torehkan?! Rasa sakit yang dialami Flower… kau tidak akan pernah sanggup menebusnya!”

Plak!

Tamparan keras mendarat di pipi Cici hingga kepala gadis itu terpental ke samping. Ia menjerit kesakitan.

“Aaarrgh!” suara itu keluar dari bibir Cici bersama air mata dan darah yang mulai menetes dari sudut bibirnya.

“Tamparan ini untuk Flower! Untuk semua penderitaan yang dia rasakan karena jebakanmu!” bentak Wilson, dan lagi-lagi tangannya terayun.

Plak!

Tamparan kedua lebih keras dari sebelumnya. Tubuh Cici hampir tak mampu berdiri tegak.

“Arhh…!”

“Tamparan ini untuk kami!” Wilson berteriak, matanya memerah menahan emosi. “Untuk kebodohan kami yang percaya padamu selama ini!”

Plak!

Tamparan ketiga mendarat dengan telak. Cici terhuyung, hampir terjatuh, namun Wilson menahannya agar tetap berdiri. Wajahnya kini merah, membengkak, dan semakin parah dengan darah yang mulai mengalir di ujung bibirnya.

“Aaahhh…!”

“Dan tamparan ini,” ucap Wilson dengan nada dingin seperti pisau, “untuk perbuatanmu yang mencemarkan nama baik keluarga ini!”

Plak!

Tamparan keempat adalah yang paling menyakitkan. Cici jatuh terkapar ke lantai, tubuhnya gemetar dan lemah. Ia menggenggam lantai sambil menangis, nyaris tak sanggup lagi mengangkat kepalanya.

Wilson memandangnya dengan sorot tajam yang tak lagi menyimpan iba. “Mulai detik ini, kau tidak layak lagi tinggal di rumah ini,” suaranya tegas dan tanpa keraguan. “Bukan hanya itu—semua barangmu juga tak layak kau bawa pergi. Karena semuanya, setiap helai pakaian, setiap buku, setiap benda yang kau miliki… semuanya dari kami!”

Cici berlutut di hadapan Alan, air matanya terus mengalir tanpa henti. Tangannya gemetar saat ia menggenggam kaki lelaki itu, memohon dengan suara bergetar penuh kepanikan dan ketakutan.

“Kakak Alan… tolong aku… beri aku kesempatan lagi untuk menebus semuanya… jangan usir aku…” isaknya lirih, nyaris putus asa.

Alan menatap gadis itu dengan mata yang sudah kehilangan belas kasihan. Ia menarik napas dalam-dalam, menahan amarah yang hampir meledak. Namun sebelum ia bisa menjawab, Wilson maju selangkah dengan sorot mata membara.

“Menebus? Menebus dengan cara apa?!” bentak Wilson tajam, suaranya mengguncang ruangan. “Rekaman yang tersebar… apakah masih tidak cukup mempermalukan kami?! Flower keluar dari rumah ini karena ulahmu! Karena kebohonganmu yang keji!”

Cici mengangkat wajahnya, matanya penuh luka dan kesakitan. “Kau bukan anak pertama di keluarga ini… jadi kau tidak berhak mengusirku!” balasnya dengan suara lirih, namun tetap penuh perlawanan.

Wilson menyipitkan mata, emosinya semakin meluap. “Kau benar… aku memang bukan anak tertua,” ucapnya, nadanya mulai menegang. “Tapi aku adalah anak kandung di keluarga ini! Dan jika Alan—” Wilson menoleh tajam ke arah saudaranya, “—masih memilih untuk membelamu, maka dia juga akan aku usir! Jangan coba-coba gunakan statusnya untuk menantangku. Dasar tidak tahu diri!”

1
Seuntai Doa
Jngn ikut flower ...manjauh lbih baik blom tentu balik hidupmu bahagia..krn rasa trauma dan rasa sakit ht akan selalu membekas wlaupun sdh memafkan
Seuntai Doa
Lagu lama ..klu sdh ketahuan pasti ada drama menyesal
Seuntai Doa
Alan hnya pinter dl bisnis tp goblok dlm segala situasi
Seuntai Doa
Puassssss puasssssss
Seuntai Doa
Laki2 bejat pada akhirnya tergoda juga tp nikmati dulu sebelum semuanya terbongkar pada saatnya jngnkan nikmat mkanpun tdak akan doyan
Seuntai Doa
Lebih baik begitu ....keren kauu floooo
Alyanceyoumee: Assalamualaikum. Thor permisi, ikut promo ya🙏.

Kaka, Jika ada waktu luang, boleh coba baca karya ku yang berjudul "PARTING SMILE" ya, siapa tau Kaka suka.

Berkisah tentang penyanyi religi yang terjerat pernikahan kontrak dan cinta masa lalunya yang sangat rumit. Ditambah dia tipe yang gengsian dan menyebalkan, hiih dah lah.

Insyaallah seru ka... xixi
di tunggu ya ☺️🙏
total 1 replies
Widya Wanz
wujudkan impianmu flower semangat 💪
pena: halo kak baca juga d novel ku 𝙖𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profil ku ya, trmksh🙏
total 1 replies
Akai Kakazain
thor....kmna ni mau di cari novel2 mu thor, aq cari pda gk ada yak, pils dong thor up nya di sni🤗🫰✊😘smua krya mu seru2 tw....
Pikachu: Makasih, kak. karena selalu setia ikuti karya author sampai akhir. NT adalah rumah pertama author. jadi akan selalu menulis di sini.
total 1 replies
Isnanun
lah tamat flower kan belum nunjukin kalo sukses la kok sudah tamat aja
yuning
betulan end ini?
Bu Kus
lha udah tamat aja thro kan belum sukses dan belum nikah juga
Bu Kus
untung Kim gak terlambat masih bisa ketemu flo
Hadrah Rara
bonchsap
neen
hah??? udah?
Laarni Ibrahim
Alhamdulillah, cerita yg hebat terima kasih penulis ..
hl
cepat juga end.pasti thor prang pembaca
🍓🍓🍓
lah sudah end aja lom nikah dan punya bocil cadel🙄
yuning
jangan biarkan Kim jauh darimu
Isnanun
sudah ketemu kan Kim Flowernya nyatain perasaan mu biar Flower tidak pergi jauh dan tidak menghindarimu
🍓🍓🍓
provokasi terus ci kan kalian emang klop sama bodohnya ntar pas bom meledak pada nyesel semua
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!