MENGEJAR CINTA MAS-MAS DINGIN

Sekarang, Darren sudah ada di rumah Jeje dan karena Pak Somat sudah bekerja, di rumah itu hanya ada Jeje dan Darren.

Keduanya duduk di sofa ruang tamu dengan pintu yang dibiarkan terbuka dan Darren menggunakan kesempatan ini untuk menanyakan sesuatu dan sesuatu itu adalah kotak perhiasan yang Jeje tinggalkan.

Darren mengeluarkan kotak berukuran kecil itu dari saku celananya.

"Kenapa kamu tinggalkan ini?" tanya Darren seraya meraih tangan Jeje dan memberikan itu kembali padanya.

"Apakah aku harus jawab jujur?" tanya Jeje dan Darren mengangguk.

"Baiklah dan kamu harus jujur, Mas. Sebenarnya saat membeli ini siapa yang kamu pikirkan, aku atau Rossi?"

Darren tersenyum dan Jeje mengerucutkan bibirnya, gadis yang sudah siap bekerja itu merasa kesal dan segera menarik tangannya, ia juga menepiskan tangan Darren.

"Kenapa kamu bertanya seperti itu?" tanya Darren seraya kembali meraih tangan Jeje.

Ya, setelah tau kalau Jeje adalah gadis yang malang, ia semakin tidak tega untuk menyakiti hatinya dan Darren ingin sepenuhnya menerima hati Jeje dan ini adalah salah satu usahanya.

Dan Jeje merasa kalau pagi ini Darren sangat berbeda dan perbedaan itu membuatnya bahagia dan Jeje menitikkan air mata.

"Kenapa, kamu sakit?" tanya Darren seraya menghapus air mata itu dan Jeje menjawab dengan menjatuhkan kepalanya di dada Darren dan Darren pun mengusap lengannya.

"Tolong jangan berubah, kamu tau, bersamamu aku seperti naik rollercoaster," kata Jeje dan Darren terkekeh.

Darren melepaskan pelukannya dan meminta maaf karena belakangan ini telah membuatnya tersiksa.

Dan Jeje yang begitu mencintai itu pun akan selalu memaafkannya dan sekarang, Darren kembali memakaikan gelang pemberiannya.

"Jujur, aku membeli ini karena dia cantik, aku pikir akan sangat cocok denganmu yang sangat sederhana dan apa adanya," ucap Darren.

"Bukan karena kamu memikirkan dia?" tanya Jeje seraya menatap Darren.

"Jangan selalu menyebut namanya disaat kita berdua, kamu tau, itu hanya akan membuatmu terluka," kata Darren dan Jeje pun mengangguk.

"Sudah siang, ayo kita berangkat," ajak Darren seraya bangun dan Jeje pun mengikutinya.

Di perjalanan, Jeje yang tengah bahagia itu hanya diam dan Darren menanyakan itu, "Tumben diam?"

"Aku ingin diam," jawab Jeje dan Darren terkekeh.

****

Hari-hari berlalu dengan baik dan sekarang Darren menjemput Jeje, ia ingin mengajaknya makan malam di rumah Papinya dan Darren yang baru saja keluar dari mobil terkejut saat Rossi sudah ada di belakangnya.

"Kenapa, aku bukan hantu, jadi jangan takut," kata Rossi seraya tersenyum dan Darren yang sudah memantapkan hati itu tak mau menatap lawan bicaranya saat ini.

Dan Rossi yang tanpa ditanya itu memberitahu kalau dirinya baru saja berbelanja.

"Aku dari warung, persediaan beras dan telur habis," kata Rossi seraya menunjukkan apa yang dibawanya.

Darren menggaruk tengkuknya dan Darren melihat Jeje yang sudah cantik itu berdiri di teras, memperhatikan keduanya.

Dan Jeje memberikan senyumnya saat Darren menatapnya.

"Aku sudah ditunggu," kata Darren seraya menunjuk Jeje dan Rossi pun tersenyum.

"Baiklah, aku permisi," kata Rossi dan Rossi pun mengangguk pada Jeje.

Rossi ingin memperlihatkan dirinya yang baik-baik saja, padahal hatinya tengah merana, hatinya menjerit memanggil namanya yang selama ini tak pernah mau pergi dari hatinya.

Setelah itu, Rossi pun melanjutkan langkahnya, ia berjalan melewati tiga rumah sederhana dari rumah Jeje untuk sampai ke rumahnya.

Rossi yang berjalan sendiri itu mencoba terus tersenyum walau air mata menetes.

****

Setelah pamit pada Pak Somat, sekarang Darren dan Jeje pun sudah dalam perjalanan.

Jeje yang melihat Darren diam itu membuka obrolan dengan bertanya, "Tadi, kalian membicarakan apa?"

"Bukan apa-apa," jawab Darren seraya menatap Jeje sekilas, lalu kembali fokus mengemudi.

Jeje pun mengangguk, ia merasa sudah biasa saja dengan sikap Darren yang begitu dingin.

Sekarang, keduanya sudah sampai di rumah Sam, keduanya di sambut hangat oleh tuan rumahnya.

Dan Darren segera menggendong Lovely yang ada di gendongan Sam.

"Kakak kangen sama kamu, adik kecil," kata Darren seraya menciumi pipi gembulnya dan Lovely pun mendorong wajah itu.

Lovely tertawa karena geli merasakan berewok tipis Darren yang terasa menusuk-nusuk pipinya.

Lalu, Darren mengajak Jeje masuk dan Jeje yang merasa grogi itu mengikutinya dan sekarang, Darren mengajak Jeje ke ruang tengah, berkumpul bersama dengan keluarganya.

****

Rossi yang sedang berbaring di kamar itu menatap langit-langit kamarnya, ia melihat wajah Darren, pria yang sekarang menjadi dingin karena ulahnya.

Lalu, Rossi mengambil ponselnya dan Rossi mengirim spam chat stiker pada Salsa.

Salsa yang baru saja menidurkan Baby itu menggeleng setelah melihat spam tersebut, ia pun bertanya, "Kenapa? Sini cerita sama aku!"

Dan Rossi membalas chat itu dengan emoticon sedih.

"Ceritalah, aku akan menjadi pendengar yang baik," kata Salsa dan Rossi mulai bercerita.

"Aku melihatnya, keduanya terlihat serasi," kata Rossi.

"Ungkapkan isi hatimu padanya, Ross. Siapa tau lama-lama dia akan kembali padamu," jawab Salsa.

"Aku akan merasa jahat pada Jeje," jawab Rossi yang kemudian tak lagi membalas pesan Salsa.

****

Esok harinya, Salsa yang ingin menemui Jeje itu pergi ke toko Viona dengan modus membelikan pakaian bayi untuk Baby, sayangnya, ia tak menemukan Jeje karena Jeje sedang dalam perjalanan.

Jeje harus kuliah dan siang ini Darren tidak dapat mengantarnya karena sedang sibuk dengan pekerjaannya.

Dan Justin yang melihatnya berdiri di tepi jalan menunggu kendaraan umum pun memberikan tumpangan.

Jeje yang merasa akrab dengan Justin pun tak menolak.

Sekarang, Justin menepikan mobilnya di depan halte kampus dan sebelum Jeje turun, Justin memanggilnya.

"Iya, ada apa?" tanya Jeje dan Justin menatapnya.

"Sudah sampai mana hubungan kalian berjalan?" tanya Justin.

"Sampai mana, masih seperti ini, tapi Papi Mas Darren akan datang ke rumah," jawab Jeje apa adanya.

"Bukan itu, maksudku, kalian sudah ngapain aja?"

"Ngapain apa, sih, Mas?" Jeje sama sekali tidak mengerti maksud Justin dan Justin pun menggeleng.

"Sudah ciuman?" tanya Justin dengan datarnya dan Jeje menjawab dengan menggeleng.

"Astaga, kamu tau tidak, sebuah hubungan harus sedikit dibumbui dengan sentuhan-sentuhan kecil, itu akan membuat hubungan kalian semakin erat," ujar Justin.

"Memang harus dengan berciuman?" tanya Jeje dengan malu-malu dan Justin pun mengangguk.

"Jangan bilang kamu belum pernah untuk itu," kata Justin, ia menatap Jeje dengan heran.

"Aku bukan orang yang seperti itu," kata Jeje yang kemudian turun dari mobil.

"Astaga, Darren... Darren. Monoton!" Setelah itu, Justin melanjutkan perjalanannya untuk menemui klien dan klien itu adalah Darren.

Ya, keduanya membangun kerja sama.

Sementara itu, Jeje seperti mendapatkan pelajaran baru dan pelajaran itu baru saja di dapat dari Justin. Ya, Jeje terus memikirkan itu dan mulai ingin mencoba dan Jeje tersenyum-senyum membayangkannya.

Benarkah Jeje akan mengikuti saran Justin.

Bersambung..

Dukung authornya, ya. Dengan like dan komen, jangan lupa difavoritkan juga, ya.

Yang baik hati boleh kasih bintang lima dan vote/giftnya. Terima kasih yang sudah mendukung.