NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:499
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Larangan Miranda

Pulang sekolah, mereka berlima pergi menuju rumah Ferdyan yang letaknya berada di pinggiran kota. Ada sekitar Lima kilometer jaraknya dari rumah menuju sekolah. Sementara yang mereka ketahui Ferdyan pergi sekolah hanya menggunakan sepeda usangnya.

Mereka akhirnya tiba di rumah itu, rumah cukup sederhana yang berada agak jauh dengan dua rumah lainnya. Satya dan yang lainnya menghampiri rumah itu yang terlihat sepi. Dirga mengetuk pintu kayu di hadapannya beberapa kali sampai keluar seorang wanita lanjut usia berjalan dengan tongkat kayu di tangan kanannya.

“Assalamualaikum, Nek,” sapa Dirga dengan ramah, mengulurkan tangannya pada si nenek diikuti yang lainnya.

Wajah wanita lanjut itu terlihat kebingungan memperhatikan pada sosok remaja-remaja yang jauh lebih tinggi darinya berdiri di hadapannya, seakan berusaha menerka siapa mereka.

“Kami semua teman Ferdyan, Nek, kami datang ingin bertemu dengannya,” kata Dirga, dengan suara pelan.

“Ferdyan? Kalian semua temannya? Oh ya mari masuk, Nak!” wanita itu meminta mereka semua masuk ke dalam rumah.

Sebenarnya Satya dan teman-temannya tidak ingin berlama-lama di rumah itu, tapi demi menghargai niat baik nenek mereka bersedia masuk juga.

Walaupun sederhana, rumah itu cukup bersih dan terawat. Beberapa perabot rumah seperti meja televisi dan kursi kayu, serta satu lemari berisi piala dan tempat menyimpan buku tertata dengan rapi. Hanya satu yang tak terlihat seperti yang mereka harapkan, tak satu pun foto keluarga terpajang di dinding rumah itu.

“Di mana Ferdyan, Nek?” tanya Zaki begitu mereka duduk. Dia sedikit menambah volume suaranya supaya nenek itu mendengar ucapannya.

“Dia pergi dari tadi pagi,” jawab Nenek.

‘’Ke mana?” tanya Rio.

“Ke rumah orang tuanya, jauh di luar kota.”

Satya dan teman-temannya sudah kehilangan harapan, pasalnya tempat Ferdyan saat ini letaknya cukup jauh, dan mereka tak memiliki waktu banyak untuk menyusul ke sana.

“Nenek tahu untuk apa dia menyusul kedua orang tuanya?” Kali ini Satya bertanya sendiri.

“Ayahnya Ferdy, dia sudah sakit cukup lama dan dia harus menjalani operasi, tapi karena tak memiliki biaya maka operasi ditunda.”

Akhirnya Satya dan teman-temannya mengerti mengapa Ferdyan melakukan pengakuan itu. Keluarganya sedang membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya untuk operasi Ayahnya memaksanya mengakui kebohongan itu di sekolahnya.

“Tapi kenapa dia tinggal bersama Nenek dan bukan dengan kedua orang tuanya?” tanya Hanin kali ini yang memilih duduk dekat dengan wanita renta itu.

“Selain karena tujuan sekolah favoritnya, dari kecil Ferdyan sudah dekat dengan Nenek. Dia lebih suka tinggal di sini bersama nenek dan merawat nenek.”

Hanin dan teman-temannya terenyuh mendengar cerita itu. Tidak Salah dugaan mereka tentang Ferdyan, selain pintar Ferdyan juga anak yang baik, rasanya tidak mungkin dia melakukan kebodohan itu di sekolah dengan mengakui kesalahan yang tidak dilakukannya.

Namun, usaha Satya untuk menemukan pelaku yang sebenarnya tidak berhenti sampai di situ. Dia harus bertemu dengan Ferdyan dan menginterogasinya secara langsung, dan mereka harus mencari waktu yang tepat di sela-sela kegiatan sekolah mereka, juga lokasi rumah orang tua Ferdyan yang cukup jauh.

•••

Beberapa hari kemudian, pagi-pagi Zaki dan Rio sudah menunggu di halaman rumah Satya. Hari itu hari libur mereka berencana menemui Ferdyan seperti yang sudah mereka rencanakan sebelumnya. Melihat Hanin dan Satya keluar Dari dalam rumah, Zaki menunjuk dengan dagunya.

“Lihat pasangan romantis kita sudah datang,” celetuk Zaki.

“Bicara apa kau ini?” Satya menanggapi seraya meninju bahu Zaki.

“Masih mengelak juga, kakak adik saja sudah seperti ini tampilannya bagaimana kalau dengan pasangan benaran, Satya, seberapa romantisnya kau nanti,” imbuh Rio.

“Kalau dengan pasangan romantisnya di kamar, tak perlu orang tahu,” balas Satya.

Mereka bertiga tertawa, Zaki setuju dengan ucapan Satya dan mengacungkan dua jempol ke arahnya.

Hanin awalnya terlihat senang, tapi setelah mendengar gurauan Satya dan kedua temannya, wajah Hanin kembali murung. mendadak dia pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun pada Satya dan teman-temannya, membuat mereka bertanya-tanya.

“Tumben dia tak menyapa kita dan pergi begitu saja, apa dia sedang datang bulan?” celetuk Rio.

“Mungkin dia tidak suka dengan gurauanmu tadi, Rio,” ujar Zaki.

“Sudah lupakan saja, perempuan memang suka berubah-ubah perasaannya,” balas Satya sembari berjalan menuju motornya yang sudah dipersiapkan Pak Joko sejak pagi tadi.

“Kau sangat paham perempuan, padahal belum pernah pacaran,” kata Rio.

“Mengenal perempuan tidak harus dengan berpacaran, ada banyak perempuan di sekitar kita, dan kita bisa menilai dengan memahami karakter mereka setiap hari.” Satya mengenakan helmnya dan membawa motor meninggalkan rumah diikuti Zaki dan Rio yang berboncengan.

Sementara itu, Hanin duduk di ruang keluarga dengan wajah murung. Perkataan Rio benar-benar membuat dirinya kesal, dan bertambah kesal saat mendengar tanggapan Satya.

‘Apa benar kelak Kak Satya akan bersikap seperti itu dengan pasangannya? Dia terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya, itu artinya dia akan melupakan diriku,’ Batin Hanin tampak gusar, meremas-remas bantal di atas pangkuannya.

Melihat sikap Hanin tiba-tiba berubah tak seperti sebelumnya, Miranda datang menghampiri.

“Ada apa lagi, sayang? Kok cemberut begini.” Miranda duduk di samping Hanin.

“Bukan apa-apa, Mah, Hani cuma bingung mau ngapain seharian tanpa Kak Satya.”

“Kan ada Mama, bagaimana kalau kita jalan-jalan dan belanja, sudah lama kita tidak pernah keluar bareng Hani, kan?” tanya Miranda.

“Iya, Mah, tapi Hani sedang tidak fit, pengaruh datang bulan. Rasanya malas mau ngapa-ngapain.”

“Tak apa, setelah di sana suasana hatimu pasti lebih baik."

Melihat Miranda bicara antusias, Hanin tak tega untuk menolaknya. Hitung-hitung menghabiskan waktu seharian yang pastinya sangat membosankan tanpa Satya.

“Baiklah, Hani ikut,” putus Hanin akhirnya, membuat Miranda bergegas pergi ke kamarnya dan mempersiapkan diri.

Tak butuh waktu lama Miranda sudah kembali dengan tas jinjing melingkar di lengannya. Elvan sendiri telah siap dengan pakaian santai, mengenakan kaca mata hitam membuatnya tampak sangat keren. Melihat Elvan, Hanin seperti melihat sosok Satya.

Saat berada di dalam mobil Hanin melempar pandangan keluar jendela. Sesekali terlihat dia tersenyum sendiri menjadikan Miranda dan Elvan tanda tanya.

“Mama pikir kau sedih karena Satya pergi, tapi sepertinya ada yang membuat anak mama yang cantik ini senang sampai senyum sendiri?” sindir Miranda.

“Hanya ingat kejadian lucu di sekolah, Mah, bukan sesuatu yang serius,” jawab Hanin.

“Benarkah? Tapi yang mama tahu satu-satunya yang selalu membuat Hani bahagia cuma Kakak Satya.”

“Mama sok tahu,” balas Hanin dengan muka cemberut.

••

Tiba di Mall mereka berkeliling, melihat-lihat tanpa ada tujuan mau membeli apa. Asalkan menarik perhatian Miranda baru Miranda membelinya. Demikian dengan Hanin, dia tidak tahu apa yang ingin dibelinya. Segala sesuatunya sepertinya sudah dia miliki sedangkan dia tidak suka memiliki barang sama lebih dari satu.

Baru setelah melihat konter jam tangan, Hanin terpikirkan membelikan satu untuk Satya.

“Kami juga memiliki koleksi baru, Mbak, jam tangan pasangan yang sedang digemari anak muda,” kata penjaga toko

“Bisa lihat?” tanya Hanin.

Penjaga toko langsung mengeluarkan dan memperlihatkan barang itu pada Hanin. Memang sangat bagus dan sesuai dengan jam tangan yang selalu Satya pakai. Hanya saja harganya cukup fantastis. Hanin berpikir ulang untuk membelinya, tabungannya sepertinya tidak cukup.

“Maaf, Mbak, lain kali saja, mungkin nanti ada koleksi baru lagi.” Hanin menangguhkan keinginannya dan berlalu.

Kejadian itu diketahui Elvan, Elvan lantas menghampiri penjaga toko dan berbicara beberapa saat dengannya. Penjaga toko menunjukkan jam tangan itu yang kemudian Elvan membelinya. Hanya saja Elvan berniat memberikan jam itu saat ulang tahun Hanin.

Usai berbelanja mereka menuju kafe untuk makan siang. Saat Elvan sedang pergi ke toilet Miranda menggunakan kesempatan itu untuk berbicara dengan Hanin.

“Hani mama ingin katakan sesuatu, tapi kau jangan salah paham dan marah,” ucap Miranda hati-hati.

“Iya katakan saja, Mah.”

Sebenarnya Miranda merasa itu sudah terlambat. Seharusnya dia mengatakan itu saat Hanin mulai datang bulan dan Satya mencapai masa balig, tapi tidak ada sesuatu yang terlambat, selama ini kecemasannya begitu mengusik nuraninya hingga terbawa mimpi. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada Hanin dan Satya.

“Mama tidak tahu ini benar atau salah, tapi mulai saat ini sebaiknya kalian berdua jangan pernah tidur dalam satu kamar,” kata Miranda dengan kalimat yang ragu-ragu. “Bukan mama tidak percaya dengan kalian berdua, mama hanya ingin mengingatkan kalian ini sudah dewasa,” lanjut Miranda saat melihat raut kaget di wajah Hanin.

“Apa alasannya, Mah? Selama ini tidak apa-apa dan mama maupun papa tidak pernah melarang.”

“Iya benar, karena sebenarnya ...,”

“Sedang membicarakan apa sampai makanan dibiarkan utuh seperti ini. Kalian tidak lapar?” tanya Elvan datang tiba-tiba. Menghentikan pembicaraan Hanin dan Miranda, lalu duduk langsung menikmati makanan yang sudah tersaji.

“Hanya masalah perempuan,” jawab Miranda.

Setelah ucapan Miranda hari itu, Hanin selalu memikirkannya. Memikirkan alasan yang sebenarnya mengenai larangan itu.

Malam sekitar pukul sebelas malam Satya pulang. Pak Joko yang berjaga di teras segera membukakan pintu. Satya langsung menuju kamarnya, dan menyempatkan menemui Hanin di kamarnya, sayangnya Hanin sudah tidur.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!