 
                            Clara Moestopo menikah dengan cinta pertamanya semasa SMA, Arman Ferdinand, dengan keyakinan bahwa kisah mereka akan berakhir bahagia. Namun, pernikahan itu justru dipenuhi duri mama mertua yang selalu merendahkannya, adik ipar yang licik, dan perselingkuhan Arman dengan teman SMA mereka dulu. Hingga suatu malam, pertengkaran hebat di dalam mobil berakhir tragis dalam kecelakaan yang merenggut nyawa keduanya. Tapi takdir berkata lain.Clara dan Arman terbangun kembali di masa SMA mereka, diberi kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya… atau mengulang kesalahan yang sama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 1.Kecurigaan Clara.
Jakarta, 2020.
Malam itu, kamar keluarga Ferdinand hanya diterangi cahaya lampu redup di sudut ruangan. Clara berbaring menatap langit-langit, hatinya gelisah.
Sekali-kali dirinya melihat kearah suaminya Arman Ferdinand, suami Clara yang beberapa bulan ini Clara merasakan kehangatan Arman menghilang.
Sambil melihat kearah Arman, apa yang dikatakan Vina benar kalau kakaknya punya wil(wanita lain)?. pikiran Clara terus bergejolak malam itu.
Kilas balik.
Sore hari itu, saat Clara melakukan rutinitas setiap sore sebagai ibu rumah tangga, Vina pulang dari shoping ke mall.
Vina sore itu tidak seperti biasanya, ia membawa banyak barang bawaan nya.
Ia langsung menghampiri ibunya Mary yang sedang duduk santai di kursi santainya di halaman.
“Ma!, lihat apa yang Vina bawa. ”teriaknya seakan disengaja didengar oleh Clara yang sedang sibuk di dapur.
“Memangnya apa yang kamu bawa?. ”lirik Mary ke tangan Vina. “Wah, banyak sekali belanjaan mu hari ini. apa Clara memberimu uang banyak hari ini?. ”
“Clara!,mana mungkin?. dia itu kakak ipar pelit sedunia, ini bukan dari dia, ”lanjut Vina dengan suara lirih. “tapi.. tapi ini dari kak Loly. ”
“LOLY!. ”Mary pun terkejut mendengarnya.
“Sstt..,jangan berisik ma!.Iya,kakak Loly teman sma mereka dulu, yang pernah dekat dengan kakak Arman. ”ucapnya dengan suara pelan.
“Bukankah dia pergi ke luar negeri. ”
“Iya, ma. sepertinya Loly sudah kembali, dan aku yakin kakak Arman jarang pulang karena bersama kak Loly. ”
“Bagus kalau mereka bersama, daripada dengan si Clara itu yang tidak becus. Mama nyesel banget!, setuju mereka berdua menikah. ”
Pembicaraan mereka tanpa mereka ketahui telah didengar oleh Clara, Clara hanya bisa menahan rasa sedihnya mendengar pembicaraan Vina dan Mary.
Loly. nama yang dulu hampir tidak terdengar dan rumah tangga mereka.
Dan saat ini Clara malam itu dalam pikirannya penuh pertanyaan, serta mulutnya ingin membicarakan tentang Loly pada Arman.
Karena di sampingnya sekarang, ada Arman sudah terlelap, napasnya teratur, seolah tak pernah terusik oleh jarak yang perlahan tumbuh di antara mereka.
Tidak, mereka adalah masa lalu. aku harus percaya dengan suamiku. pikirnya Clara yang risau.
Clara sekarang berusaha menghidupkan rumah tangga mereka yang sudah kering, dan malam ini ia berharap Arman merespon dengan baik.
Clara menggigit bibirnya pelan, ragu antara menjaga diam atau berani mendekat. Sudah berbulan-bulan mereka tidak lagi menyentuh satu sama lain sebagaimana layaknya sepasang suami-istri. Ia merindukan kehangatan itu, bukan sekadar tubuh, tetapi juga perasaan dicintai yang perlahan terasa asing.
Dengan hati-hati, Clara memiringkan tubuhnya, jemarinya menyusuri lengan Arman yang hangat. “Mas…” bisiknya hampir tak terdengar, separuh takut separuh berharap. Cahaya temaram membuat wajah suaminya tampak begitu tenang, namun justru itulah yang membuat dadanya semakin sesak,apakah ia masih punya tempat di hati lelaki yang dulu begitu mencintainya?.
Malam ini Clara harus menghapus kerisauan hatinya, ia memberanikan diri untuk bertanya dengan suaminya.
“Mas bangunlah..!,kita sudah lama tidak melakukannya. ”
Jawab Arman yang masih menutup matanya. “Aku capek, kapan-kapan saja kita lakukan. ”
Jawaban terasa dingin ditelinga Clara, Clara menarik napas dalam, mencoba menguatkan dirinya.
Jemarinya menggenggam lengan Arman lebih erat, memberanikan diri menanyakan tentang Loly pada Arman.
Hatinya berdegup cepat, bercampur antara rindu dan takut akan jawaban yang mungkin akan melukai dirinya.
Arman menggeliat sebentar, alisnya berkerut karena terganggu dari tidurnya. Ia membuka mata setengah sadar, menoleh ke arah Clara. “Clara? Kenapa belum tidur?,kalau ada yang penting besok saja kita bicarakan.Sekarang aku capek sekali! ” suaranya berat, masih diselimuti kantuk.
Clara menatap mata itu,mata yang dulu selalu penuh cinta, kini terasa asing dan jauh. Ia tersenyum tipis, menahan getar di bibirnya. “Aku… hanya ingin bicara sebentar, Mas.”
Arman bergeming sejenak, lalu menghela napas. “Bicara apa? Besok saja, ya? Aku capek sekali.” Ia hendak memejamkan mata lagi, namun tangan Clara menahan dadanya.
“Mas…” suara Clara bergetar. “Apa benar…Loly sudah kembali?”
Pertanyaan itu membuat suasana kamar mendadak dingin. Arman membuka matanya lebar, kini benar-benar terjaga. Sorot matanya tajam, namun sulit dibaca apakah itu marah, terkejut, atau merasa bersalah.
“Siapa yang bilang begitu?” tanyanya datar, hampir seperti bisikan yang menusuk hati.
Clara menunduk, jemarinya meremas sprei. “Aku dengar dari Vina dan Mama… mereka bicara soal kamu… soal Loly. Aku tidak tahu harus percaya apa. Tapi aku…” suaranya patah, “…aku hanya ingin tahu apakah kamu masih berhubungan dengan Loly,bagaimanapun juga dia itu cinta pertama mu? .”
Arman terdiam lama. Jam dinding berdetak pelan, seakan menekan kesunyian di antara mereka. Clara merasa dadanya hampir meledak oleh penantian akan jawaban itu.
Akhirnya, Arman duduk bersandar di kepala ranjang. Tatapannya jatuh ke lantai, bukan pada istrinya. “Clara… jangan dengarkan omongan mereka. Aku memang bertemu Loly, iya. Tapi itu tidak seperti yang kamu pikirkan,sekarang dia itu atasan ku jadi tiap hari kita bertemu.”
Clara terperangah. Jantungnya berdebar semakin kencang. “Jadi… kamu memang bertemu dengan nya?” suaranya lirih, nyaris tak terdengar.
Nada Clara seakan kecewa. “Kenapa kamu tidak pernah cerita dengan ku?. ”
Arman menutup mata, mengusap wajahnya seolah ingin menghapus lelah yang menempel. “Kau ini masih cemburu dengan Loly!,dia itu masa laluku dan sekarang kamu adalah istri ku. Sudahlah jangan bahas ini lagi, aku mau tidur besok mau berangkat pagi.”
Clara merasa hatinya semakin hancur. Ia menatap wajah lelaki yang masih ia cintai itu, tapi jawaban yang ia harap bisa menenangkan justru membuatnya semakin gelisah.
“Mas… jangan besok. Aku butuh jawaban sekarang.” Clara menggenggam tangannya erat, air matanya mulai mengalir tanpa bisa ditahan.
Arman menoleh, menatap mata Clara dengan sorot yang rumit—ada rasa bersalah, ada juga kebimbangan. Lalu ia menghela napas panjang.
“Kalau aku jujur malam ini… apa kamu siap mendengarnya?”
Pertanyaan itu membuat tubuh Clara membeku. Kata-kata Arman terasa seperti pintu yang siap membuka kebenaran pahit.
“Tapi mas, bagaimanapun juga dulu Loly itu cinta pertama mu?. Siapa tahu benih-benih cinta mu untuk nya bersemi? ”
Clara menatap Arman dengan mata yang sembab, air mata membasahi pipinya. Pertanyaan terakhir itu terlepas begitu saja, tanpa ia pikirkan lagi. Ia hanya butuh kepastian, butuh diyakinkan bahwa rumah tangganya tidak sedang retak tanpa ia sadari.
Jawablah mas, aku ingin dengar dari mulutmu kalau semua kecurigaan ku tidak benar. suara hati Clara yang butuh keyakinan dari Arman.
Namun bagi Arman, kata-kata Clara terasa seperti pisau yang terus menusuk. Ia menoleh dengan wajah yang mulai mengeras.
“Clara! Sampai kapan kamu mau terus mencurigai aku?!” suaranya meninggi, nada marah yang sudah lama ia tahan akhirnya pecah. “Apa setiap hari kamu mau tanya soal Loly? Mau sampai kapan kamu bawa-bawa nama dia di antara kita?.Hentikan kecemburuan mu itu, aku sudah muak! ”bentak keras Arman.
Clara terperanjat. Dadanya terasa sesak mendengar nada kasar dari suaminya. “Mas… aku hanya takut kehilanganmu…” suaranya bergetar, lirih, nyaris tidak terdengar.
“Takut kehilangan?” Arman menghela napas panjang, menahan emosinya. Ia turun dari ranjang, mengambil bantalnya dengan gerakan terburu. “Kalau kamu terus seperti ini, Clara, kamu justru yang akan menghancurkan rumah tangga kita. Aku lelah! Pulang kerja sudah capek, masih harus mendengar kecurigaan tanpa henti.”
Clara terdiam, tangannya meraih sprei seolah mencari pegangan agar tidak runtuh. “Maafkan aku mas..,jangan seperti ini.tidak enak dengan mama dan Vina, jika tahu kamu tidur di luar”
Arman menoleh sekilas, sorot matanya dingin. “Aku butuh tenang, Clara. Kalau kamu tidak bisa percaya sama aku, percuma kita bicara sekarang.Jika aku terus disini, aku tidak tahan dengan kecurigaan mu.”
Tanpa menunggu balasan, ia melangkah keluar kamar. Pintu kamar ditutup cukup keras hingga membuat hati Clara bergetar. Ia hanya bisa menatap punggung suaminya menghilang dalam kegelapan koridor rumah, menuju kamar tamu.
Sunyi.
Clara terduduk di ranjang, air matanya jatuh tanpa suara. Dulu, malam seperti ini selalu diisi tawa kecil dan pelukan hangat. Kini, yang tersisa hanya sepi dan rasa hampa.
Di kamar tamu, Arman menjatuhkan diri ke ranjang, menatap langit-langit dengan mata kosong. Amarahnya belum reda, tapi di balik itu tersimpan rasa bersalah. Ia tahu Clara hanya ingin merasa dicintai lagi. Namun bagi Arman, tekanan dari pekerjaan, hadirnya Loly sebagai atasan, dan desakan keluarga membuat kepalanya penuh.
“Dasar istri tak pengertian!, sudah tahu suami capek kerja. masih dengar omelannya. ”
Di kamar Clara hanya bisa menangis, Arman yang dulu manis dan menunjukkan cintanya padanya. Sekarang berubah menjadi pria yang tidak perduli, dan prasangka Clara diperkuat dengan kehadiran Loly di tengah mereka.
Malam itu, rumah keluarga Ferdinand terasa dingin. Dua hati yang dulunya bersatu kini terpisah oleh dinding kamar.
penasaran bangetttttttt🤭