 
                            Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari yang di nanti
Hari peluncuran mesin mobil baru telah tiba, Ryuji memberikan sambutan sekaligus memperkenalkan mesin rakitan terbarunya, yang memiliki fitur-fitur canggih terbaru dan belum di miliki kendaraan lain di negeri ini. Jelas target pasar Ryuji adalah produsen mobil-mobil mewah yang berharga fantastis.
Kini Vanya bisa bernapas lega setelah produk itu di luncurkan. Bahkan project ini baru terealisasi setelah menjalani riset panjang selama 5 tahun. Cukup lama memang, tapi hasilnya begitu memuaskannya. Dan ini project pertama Ryuji setelah di percaya orangtuanya untuk mengelola perusahaan cabang yang berada di Indonesia. Karena Mr. Tanaka sendiri masih mengelola perusahaan induk yang berada di Jepang.
Orang tua Ryuji sengaja datang langsung dari Jepang untuk menghadiri pameran peluncuran produk terbaru Ryuji.
"Selamat nak..." ucap wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu kandung dari Ryuji. Wanita itu memeluk putranya haru. Ibu Ryuji memang berasal dari Indonesia, namun kini telah menetap dan memegang kewarganegaraan Jepang.
"Terimakasih ma," Ryuji membalas pelukan dari ibunya.
"Papa bangga sama kamu," kini giliran Mr. Tanaka memeluk putra semata wayangnya.
"Vanya... Terimakasih sudah banyak membantu Ryuji," Nyonya Widia mengelus lengan Vanya lembut.
"Ini memang sudah menjadi pekerjaan saya Bu," Vanya hanya mengangguk sopan.
"Tidak ada karyawan yang seloyal dirimu Vanya, kamu bahkan mampu mendampingi Ryuji selama lebih dari 6 tahun ini. Semua orang tahu Ryuji keras kepala dan terkadang tempramen," Nyonya Widia hapal betul karakter Ryuji.
"Ma...." Protes Ryuji tak terima dengan ucapan ibunya.
"Memang seperti itu kan Ryu," Nyonya Widia tak menyerah menggoda putranya tersebut.
"Benar ma, dan lihat saja bahkan di usianya yang menginjak 32 tahun belum juga punya pasangan," Mr. Tanaka tertawa semakin memojokkan putranya.
"Mama berharap kalian berjodoh," ucap Nyonya Widia penuh harap, namun di buat dengan gestur bercanda.
"Ma... Jangan seperti itu nanti Vanya jadi canggung," lagi-lagi Ryuji protes.
"Mama cuma bercanda Ryu, jangan di ambil hati ya Vanya," ucapnya Kemudian, ada benarnya juga apa yang di katakan Ryuji. Jangan sampai Vanya menjauh. Biarkan mengalir begitu saja, kalau mereka berjodoh apapun jalannya pasti akan bersatu.
Dari kejauhan Vano melihat Vanya cukup akrab dengan kedua orangtua dari Ryuji. Apa mereka sudah sedekat itu?
Vano pun memutuskan untuk menemui Ryuji dan memberi selamat. "Selamat atas peluncuran produk terbarunya," Vano mengulurkan tangan pada Ryuji.
Tentu saja Ryuji menyambut baik uluran tangan Vano. Mereka berjabat tangan dengan erat. "Terimakasih bapak Elvano. Terimakasih juga sudah menyiapkan tempat yang sangat bagus dan megah. Pantas saja Grand hotel menjadi salah satu hotel bintang terbaik di kota ini. Saya akan memakai jasa anda lagi untuk acara-acara selanjutnya," Ryuji bahkan tak sungkan memuji kinerja Vano.
"Tentu, dengan senang hati Mr. Ryuji," Vano pun melepaskan jabatan tangannya, lalu mereka mengobrol ringan seputar pekerjaan.
Vanya hanya tertunduk. Dari semenjak kejadian malam itu dirinya memang tidak pernah lagi bertemu dengan mantan suaminya itu. Vano hanya menemui Elana di sekolah dan sesekali mengajaknya jalan-jalan keluar dan hanya bersama sus Tari.
Tiba-tiba Lidya datang menghampiri Vano, Vano pun berpamitan pada Ryuji.
"Pak, pesawat anda boarding pukul 12.30. Ibu Bella juga sudah menunggu di lobby" Lidya sekertaris Vano tiba-tiba memberi kabar.
Vano melirik arloji di pergelangan tangannya. "Baik, saya Langsung ke Bandara sekarang. Jadwal saya selama seminggu sudah kamu kosongkan kan?" Vano memastikan.
"Sudah pak, pak Andreas juga sudah konfirmasi semuanya," jawab Lidya tegas.
"Baiklah terimakasih Lidya, saya pergi dulu,"
"Silahkan pak, selamat berbulan madu,"
Vanya secara tak sengaja mendengar percakapan antara Vano dan Lidya. Tiba-tiba hatinya bergejolak, matanya memanas, bahkan pipinya tampak memerah. Vanya berjalan menuju lobby untuk melihat keadaan di sana.
Benar saja, Bella sudah menunggu di sana. Wanita itu langsung menggandeng mesra lengan Vano begitu Vano tiba di sana.
"Kamu sepetinya tidak rela melihat mereka pergi untuk bulan madu?" tiba-tiba suara Andre mengagetkan.
"Sok tahu!" ketus Vanya.
"Bagiamana kalau kita minum kopi di caffe seberang, sekalian ada yang mau aku bicarakan. Kapan ada waktu?"
"Baiklah.. Nanti sore pukul 4, setelah aku selesai bekerja." jawab Vanya mantap.
"Oke... aku tunggu Kaka ipar."
"Sekarang aku bukan Kaka iparmu," protes Vanya lagi.
-
-
Bella begitu bahagia karena bulan madu yang selama ini ia impikan akan segera terwujud. Bella telah menyusun rencana dengan matang, setelah ini Vano tidak akan lagi mengabaikannya.
Bella sudah berdandan rapi dan bersiap ke hotel untuk menjemput Vano. Bahkan di hari keberangkatan pun Vano masih menyempatkan untuk melihat pekerjaan.
Senyum Bella mengembang ketika Vano berjalan ke arahnya. "Sayang..." Bella menggandeng mesra lengan Vano seolah takut di ambil orang lain.
"Maaf membuatmu menunggu,"
"Tidak kok.. Aku baru sampai, kita langsung berangkat sekarang saja takut macet."
Vano hanya menurut.
-
-
Sesuai janjinya, Vanya menemui Andre yang tak lain adalah sepupu, sahabat, juga merangkap menjadikan asisten Vano. Ternyata Andre sudah tiba lebih dulu bahkan dia telah memesan secangkir kopi dan juga beberapa camilan.
Vanya meletakkan tas di atas meja, "Sepetinya kau bekerja sesuka hati saat Vano tidak ada," Sindir Vanya saat mendaratkan bokongnya di kursi.
"Kamu berlebihan Kakak ipar," Andre memajukan bibirnya merajuk.
"Mau membicarakan hal penting apa?"
"Kamu ini tidak ada basa-basi sama sekali. Setidaknya tanya kabarku dulu," lagi-lagi Andre protes.
"Aku sudah melihatmu dalam keadaan hidup dan sehat."
"Pesan dulu, hari ini aku yang traktir,"
Vanya terkekeh, karena biasanya Andre selalu meminta Vano ataupun Vanya membayar saat mereka makan bersama atau sekedar minum kopi.
"Oke baiklah, sepetinya gajimu sudah semakin besar Andre." Vanya pun membuka buku menu dan memesan.
"Oh iya Vanya, sejujurnya aku mau bicara sesuatu mengenai Vano," Kini wajah Andre terlihat lebih serius.
"Vano? Kenapa memangnya?" Vanya mengerutkan kening.
Andre menghela napas panjang sebelum melanjutkan ceritanya. "Kondisi Vano akhir-akhir ini sangat kacau, aku khawatir tentang kesehatannya."
"Apa yang terjadi?" Vanya semakin penasaran dengan apa yang terjadi pada Vano.
"Semenjak perceraian kalian, Vano sering merokok dan juga minum-minuman. Terkadang sampai tak sadarkan diri. ia juga sering melewatkan makan saat di kantor." jawab Andre jujur, sesuai dengan apa yang di lihatnya selam ini.
"Apa?!"
"Tadinya, aku tidak mau memberitahukan ini padamu. tapi semakin lama, Vano semakin tidak terkendali."
Tiba-tiba pesanan Vanya pun datang. Waiters meletakkan pesanan Vanya di atas meja. "Terimakasih mbak," ucap Vanya tersenyum ramah pada waiters tersebut.
Kembali ke perbincangan sebelumnya.
"Lalu aku harus bagaimana Andre? Aku bahkan bukan siapa-siapa bagi Vano." Vanya mengaduk-aduk jus pesannya, namun tatapannya terlihat kosong.
"Vanya... Kamu dan Elana sangat berarti dalam hidup Vano." Andre meyakinkan.
"Tapi aku.."
"Aku tahu kamu akan menolak. Vanya.. Setidaknya lakukan demi Elana, kamu tidak mau kan Elana kehilangan sosok ayahnya?"
"Maksudmu apa Andre?" Perkataan Andre justru membuat Vanya menjadi takut.
"Belakangan ini kesehatan Vano makin menurun, bahkan tak jarang dia masuk rumah sakit. Namun ia bandel tidak mau di rawat inap. Dan juga tidak bisa meninggalkan kebiasaan buruknya. Aku hanya khawatir tentang kesehatannya. Apalagi kata dokter paru-parunya sedikit bermasalah."
"Apa Bella tahu tentang ini?"
"Tidak ada yang tahu, hanya aku yang tahu soal ini."
"Memangnya Bella tidak menyadari jika Vano pulang dalam keadaan mabuk?" Kini Vanya terdengar sedang menginterogasi Andre.
"Vano jarang sekali pulang."
"Andre... Aku tidak bisa berjanji, akhir-akhir ini bahkan aku tidak pernah bertemu dengan Vano." jawab Vanya sejujurnya.
"Kalau boleh jujur.... Sejujurnya aku mendukung kalian berselingkuh,"
"ANDREAS!!"
"Aku hanya bercanda kakak ipar," Andre takut Vanya murka padanya.
Jujur saja sejak perceraian mereka, Andre lah yang selalu di buat pusing dengan sikap Vano yang banyak berubah. Bukan hanya soal pekerjaan bahkan, urusan pribadi dan kesehatan Vano pun menjadi kacau akhir-akhir ini.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak like dan komen ya...
lari vanya.. lari.... larilah yg jauh dr vano n org2 di sekitaran vano pd gila semua mereka