Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Jeselyn
Acara ulang tahun yang di rayakan private dan begitu mewah akhirnya selesai. Semua tamu meninggalkan ballroom menyisakan Jeselyn dan juga keluarganya dan keluarga sang suami di sana.
"Kau tahu betapa serunya saat para tamu mencoba memukul pinata. Itu sangat lucu, membuatku ingin tertawa terbahak karena orang-orang salah memukul," ucap Sari, ibu dari Jeselyn dengan penampilan glamournya.
Semuanya terlihat bersenang-senang, kecuali Aravind yang hanya diam saja. Wajahnya terlihat kesal seolah menyimpan emosi yang tak bisa dia luapkan.
"Mama dan papa pulang duluan yah, Jeselyn sekali lagi selamat yah. Semoga yang terbaik selalu menyertaimu," doa Yuniar pada menantunya.
"Terima kasih mama dan papa sudah datang, padahal mama harusnya pemulihan tapi menyempatkan diri untuk datang dan memberikan hadiah spesial untukku."
Yuniar dan Bara pun pamit, meninggalkan sang putra dan juga keluarga istrinya. Begitu pun dengan ibu dan ayah Jeselyn yang pulang lebih dulu.
"Jeselyn, bagaimana kalau malam ini kau menginap di rumah kami dulu. Ada hal yang ingin kami bicarakan. Nak Aravind, kami pinjam dulu istrimu ya," ucap Sari pada putrinya yang di setujui Jeselyn dan juga Aravind.
"Sayang, kenapa kau daritadi cemberut. Seharusnya kau ikut senang saat istrimu sedang senang," ucap Jeselyn yang menyadari sikap suaminya.
"Aku tak suka saat kau akrab dengan pria lain dan dengan sesuka hati saling bercipika cipiki, dan itu di hadapanku."
"Aravind sayang, mereka adalah teman dan juga relasi bisnisku. Tak mungkin aku bersikap jutek pada mereka," jawab Jeselyn beralasan.
"Tak perlu dengan saling menyentuh juga bisa. Dan aku merasa kau seolah nyaman di sentuh oleh mereka."
"Aku tak akan menggubris perkataanmu, antarkan aku langsung ke rumah mommy dan daddy sekarang. Glenn, urus semuanya sampai EO selesai melepas seluruh ornamen. Jangan lupa lunasi semuanya," ucap Jeselyn sambil berlalu meninggalkan asisten pribadinya. Aravind menggelengkan kepalanya, tak tahan menghadapi keras kepala Jeselyn yang tak pernah bisa menghargai perasaannya.
Sampailah mereka di rumah orang tua Jeselyn, wanita itu langsung turun tanpa berpamitan pada suaminya. Aravind segera meninggalkan rumah mertuanya tanpa turun dan menemui mereka.
Alana merasa tenang karena ketidakhadiran suaminya malam ini. Dia memakai piyama set sutra dan bersiap untuk tidur. Dirinya terus mengeluhkan rasa perih di area sensitif akibat perbuatan Aravind malam kemarin. Dan Alana berharap jika suami sirinya tak sering menemuinya.
Di atas kasur yang nyaman, Alana dengan mudah memejamkan mata dan mulai terlelap. Tak lama, dirinya sudah tertidur nyenyak hingga tak sadar jika ada seseorang yang masuk ke dalam kamarnya.
Aravind menatap gadis yang baru dia hari menjadi istrinya. Pria itu menyalakan lampu kamar, dan memperhatikan Alana dari atas kepala ke ujung kakinya. Wajah yang cantik dengan proporsi yang pas, serta bentuk tubuh yang proposional membuat Aravind tak sabar menyentuh kembali gadis yang ada di hadapannya.
Alana melenguh, merasakan sesuatu yang tak asing. Saat membuka mata, pria itu kini berada di sampingnya. Tatapannya datar, namun tangannya terus merayap ke seluruh tubuh gadis itu.
"Bagaimana bisa, aku sudah mengunci pintu," lirihnya yang membuat Aravind tertawa.
"Ini rumahku, tentu saja aku bisa masuk kapanpun semauku. Siap-siaplah untuk bekerja malam ini, aku harap tak ada suara tangisan karena itu sangat mengganggu!"
•••
"Kau sudah gila Jeselyn! Bagaimana bisa kau merelakan suamimu berbagi cinta dengan wanita lain hanya untuk memenuhi keinginannya memiliki anak. Kenapa kau tak minta untuk mengadopsi anak saja," ucap ibunya penuh emosi.
"Dia sama sekali tak ingin mengadopsi anak mom, dia hanya ingin keturunan dari darah dagingnya sendiri. Apa yang bisa kulakukan selain merelakannya mencari wanita yang mau melahirkan anaknya, karena aku... "
Jeselyn tak bisa melanjutkan ucapannya, teringat kejadian buruk dalam hidupnya 12 tahun lalu.
"Kenapa tidak kau katakan saja keadaanmu yang sebenarnya?"
"Mom, kau mau aku di cerai oleh Aravind? Aku tak mau jika dia tahu kekuranganku. Aku hanya ingin di pandang olehnya dan orang lain sebagai wanita sempurna. Dia tak boleh tahu jika aku cacat," keluh Jeselyn yang berusaha menutupi rahasia yang di milikinya. Sementara, ayahnya hanya diam melihat percekcokan antara istri dan putrinya.
"Kalaupun Aravind tidak menerima kekuranganmu, pintu rumah ini selalu terbuka untukmu sayang," ucap Rudy menenangkan putrinya.
"Terima kasih dad, kau selalu mengerti dengan keadaanku."
"Lalu bagaimana sekarang? Apa suamimu sudah mendapatkan wanita yang mau jadi madumu?"
"Aku tak tahu, yang jelas aku memberinya syarat agar wanita itu usianya lebih dari 30 tahun dan juga berpendidikan tinggi. Agar dia kesulitan mencari wanita yang dia mau," ucap licik Jeselyn yang tak tahu saja jika Aravind sudah maju selangkah darinya.
Sementara, Aravind masih mendekap Alana di atas ranjang. Pria yang menahan amarah pada istrinya itu, melampiaskan semua pada Alana tadi malam.
Gadis itu terbangun, melepas pelukan Aravind yang tak lepas dari semalam. Dia pun membersihkan tubuhnya dan segera pergi ke dapur seusai berpakaian.
Alana menyiapkan beberapa masakan untuk sarapannya bersama Aravind. Walau tubuhnya lelah karena harus melayani suaminya semalam, tapi dia tak bisa membiarkan perutnya yang lapar tak terisi.
Aravind terbangun saat mencium aroma enak yang menyeruak masuk ke dalam kamar. Dengan percaya diri dia keluar tanpa pakaian atas dan hanya memakai celana pendek di atas lutut.
"Kau sedang memasak?" Tanya Aravind melihat Alana sedang berkutat di hadapan kompor. Tangannya terlihat terampil memegang wajan dan alat dapur lainnya.
"Tuan, anda belum berpakaian," ucap Alana yang masih malu melihat keadaan Aravind yang bertelanjang. Pria yang rambutnya masih berantakan itu hanya tersenyum, kalau duduk di atas meja makan.
"Kau bicara begitu seolah tak pernah melihat seluruh tubuhku, Alana."
Wajah Alana semakin bersemu mendengar ucapan Aravind. Gadis itu hanya fokus memasak dan menata masakannya di meja makan.
Namun tak bisa gadis itu pungkiri, Aravind yang baru bangun tidur terlihat begitu tampan. Wajah bantalnya dan rambut berantakan membuat pria itu nampak lebih muda, karena Alana biasanya melihat Aravind bergaya rapi dengan setelan jas lengkap.
Aravind mencicipi masakan istri kontraknya, dengan lahap dia menyantap menu sederhana yang di buat oleh tangan Alana.
"Kau ternyata pandai memasak," pujinya sambil terus menyantap masakan Alana.
"Terima kasih, tuan."
Keduanya nampak serius menikmati sarapan, hening tak ada obrolan apapun. Namun, Alana tiba-tiba mengajukan pertanyaan.
"Bagaimana jika aku tak kunjung hamil tuan?"
Aravind seketika terdiam, tak terpikirkan olehnya akan hal itu walau Alana sudah di periksa oleh dokter jika rahimnya sehat dan subur.
"Tiga bulan. Jika dalam waktu tiga bulan kau tak kunjung hamil. Maka aku akan membebaskanmu."