Seorang pemuda berasal dari golongan menengah berharap mendapakan jodoh anak orang kaya. Dengan perjuangan yang keras akhirnya menikah juga. Menjadi menantu orang kaya, dia begitu hidup dalam kesusahan. Setelah memiliki anak, dia diusir dan akhirnya merantau. Jadilah seorang pengusaha sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB XIX CINTA ITU BERSIH
Ibu Lia yang saat itu sudah membawa sarana atau alat dari pengobatan alternatif, akhirnya keluar dari kamar, lalu mendekati pak Dul yang berbaring di kasur yang sudah berada di ruang depan rumahnya. Sambil memberi bantal dan juga sengaja mengganjal kepala pak Dul dengan bantal, akhirnya ibu Lia melilitkan kain berwarna hitam itu ke kepala pak Dul. Lapis demi lapis akhirnya tuntas sudah seluruh kepala pak Dul terlilit kain tadi. Setelah itu barulah ibu Lia menaburkan rempah yang terbungkus dalam kain kecil.
Aroma ruangan itu mulai terasa, membuat pak Dul matanya terbuka, lalu memandang ruangan itu. Tampak di depan Pak Dul adalah wajah istrinya yang setia menunggu kesembuhan suaminya. Juga ada wajah Neli yang begitu kasihan kepada bapaknya. Kemudian tampak ada beberapa kerabat dekat yang sengaja datang ke situ.
Mata pak Dul akhirnya melotot, dan mulutnya menjerit.
" Panas...aduuuuuuuh kepalaku panas.....Lia buluk panaaaaaaas," jerit pak Dul.
" Nggak apa kang, biar sembuh, nanti kita jalan-jalan kalau kakang sembuh, cepat sembuh ya kang," tutur ibu Lia.
Sementara itu, Neli yang sudah waktunya melahirkan, saat itu sedang duduk di teras, tiba-tiba perutnya terasa ada sesuatu yang tidak biasanya.
" Bu....ibu.....bu....sini bu," pinta Neli sambil memegang perut.
Kontan saja ibu Lia lari mendengar jeritan Neli, begitupun dengan Bakrun langsung mempersiapkan motornya. Sambil memegangi perutnya, Neli menuju motor, setelah itu Neli dibonceng oleh Bakrun menuju rumah bidan, dan berangkatlah mereka diiring oleh ibu Lia dan beberapa kerabat. Dalam perjalanan itu Neli selalu merasakan sakit di perutnya.
Akhirnya sampai juga mereka di rumah bidan. Ada 3 orang pembantu bidan yang dengan cekatan segera menangani proses persalinan. Neli segera dibawa masuk ke ruang persalinan, sementara yang lain menunggu di ruangan lain, ada 5 orang yang ikut selain Bakrun dan ibu Lia juga ada Heru, Lukman bersama istri serta bi Ijah sama Pak Mardi ketua RT.
" Loh...kok pada ikut ke sini bu Lia, bagaimana kondisi pak Dul di rumah ?" tanya pak RT.
" Biarin aja pak, orang sudah kayak begitu....lagian orang itu bikin malu saja, kalau ada tempat pegadaian orang, mungkin saya gadaikan itu pak," jawab ibu Lia.
" Iya benar bu....gadaikan saja biar ibu dapat uang," sahut Lukman sambil cekikikan.
" Hush.....sem ba rangan, ngaco tuh," sahut istri Lukman.
Mereka tertawa bersama, membuat suasana di situ sedikit tidak tegang. Bakrun duduk sambil membungkukan badan, kadang meluruskan badannya, pertanda ia merasa kawatir atas istri dan anaknya. Ibu Lia masih berbincang sama pak RT, juga Lukman dan istri, sementara Heru sedang membaca tulisan persalinan, semua di situ sibuk masing-masing.
Beberapa menit sudah berlalu, mereka masih menunggu proses persalinan, Bakrun mengusap rambutnya, tiada henti ia berdzikir untuk istrinya. Lalu saat waktu menunjukan pukul 20.12 WIB, terdengar suara tangisan bayi dari salah satu ruangan. Mereka bersama-sama mengucapkan Alhamdulillah. Beberapa saat kemudian, keluar seorang suster sambil memanggil nama seseorang,
" Bapak Dirman.....pak Dirman,....mana lagi orangnya," kata suster tadi.
Orang yang disebut namanya itu lalu muncul, ia baru saja tertidur dan tubuhnya itu jatuh, sehingga tidak ada yang melihat. Pak Dirman lalu bergegas masuk sambil mengusap kedua matanya yang masih kantuk.
Sementara itu Bakrun dan yang lain hanya kaget saja, dikira itu suara anak Neli. Semua saling pandang dan tanpa suara apa-apa.
" Saya kira nggak ada orang di bawah sana, tahunya ada orang," kata Heru yang berdiri persis di atas orang tadi.
" Ah kamu....saya malah yang tadi nangis itu anak Neli, saya sama yang lain sudah syukur Alhamdulillah, eeeeeeeh....nyatanya anak Pak Dirman ," kata Bakrun sambil merasa kaget.
" Wajar Run, namanya juga menunggu, jadi ya begitulah," kata Lukman.
" Sudah, nanti juga keluar, kita semua hanya berdoa keselamatan saja, Neli sama anaknya," tutur ibu Lia.
Mereka masih menunggu proses persalinan, bahkan Lukman dan istrinya sudah merasa kantuk, sementara Bakrun, Heru dan juga pak Mardi sedang menikmati kopi. Tepat pukul 22.07 WIB, terdengar lagi suara tangisan bayi, Bakrun membangunkan Lukman, sementara Heru dan pak Mardi berdiri di depan pintu. Bersamaan dengan suara tangisan bayi tadi, masuklah dua orang ibu-ibu sambil membawa bungkusan dan ember berisi kain. Tangisan bayi tadi begitu kencang, sehingga suaranya sangat menyenangkan bagi calon bapak atau ibu.
Beberapa menit kemudian, ibu Lia keluar dari kamar persalinan.
" Sabar ya Run, Neli baru pembukaan 3, kata bidan kurang lebih 2 jam lagi," tutur ibu Lia.
" Iya bu, sebaiknya ibu pulang saja dulu ya, lihat kondisi pak Dul, kasihan ditinggal sendirian," kata Heru.
" Ya sudah, Run....kamu sama yang lainnya di sini dulu ya, ibu mau lihat kondisi bapak, nanti ibu sama Heru pulang dulu , nanti ke sini lagi," kata Ibu Lia yang dibalas oleh Bakrun dengan anggukan kepala.
Ibu Lia dan Heru akhirnya pulang mengendarai motor Bakrun, sementara Lukman sama istrinya juga ikut pulang, hanya untuk mengantarkan istri Lukman saja, Marni. Di teras rumah bidan saat itu hanya pak RT dan Bakrun.
" Run, setiap pak Dul ngomong yang nggak enak itu biarkan saja, sudah pada paham orang-orang di sekitar, memang dia itu agak nggak karuan," ujar pak RT.
" Iya pak, tapi hati saya tuh rasanya makin sesak, apa-apa salah, pokoknya semua salah pak, tapi bagi saya itu sudah terlalu," jawab Bakrun.
" Iya Run, kasihan anakmu kalau kamu nekad, nanti siapa yang akan menjadi harapan di keluarga itu," kata pak RT.
" Ya......mungkin nasibku pak," jawab Bakrun sambil terus tangannya menghitung dengan tasbih yang ia bawa.
Sudah 1 jam lewat, ibu Lia dan yang lain belum datang kembali, sementara dari dalam keluar seorang suster, ia memanggil nama Bakrun.
" Saudara Bakrun, bisa bicara sebentar ?" kata suster itu.
" Oh iya bu, saya sendiri," jawab Bakrun sambil datang menghampiri suster tadi.
Setelah mengobrol sebentar, Bakrun pamitan sama pak RT.
" Maaf ya pak, saya tinggal dulu, mau ambil kain di rumah," kata Bakrun.
Belum juga beranjak, tiba-tiba datang suara ibu Lia.
" Mau kemana Run, ibu sudah bawa kain sama ember ini, buat nanti kalau Neli lahiran, nih pegang," kata ibu Lia.
Bakrun segera mengambil barang bawaan ibu Lia , lalu membawanya ke dalam ruang tunggu disusul oleh ibu Lia dan Heru yang membawa ember. Di ruang tunggu itu mereka mengobrol sambil menanti kehadiran sang buah hati, anak Bakrun. Belum juga 5 menit, tiba-tiba terdengar suara bayi menangis.