MARTA BAKRUN
Dari sebuah gang kecil terlihat seorang pemuda desa yang begitu disiplin dalam setiap langkah, selalu peduli terhadap setiap orang, selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Walau bukan keturunan orang kaya, tapi di Sekolah selalu dapat ranking pertama semenjak kelas I SD. Banyak orang memuji atas kepandaiannya, otaknya cemerlang, rajin beribadah, tidak suka bermalas-malasan seperti anak yang lain. Dia adalah Marta Bakrun, putra dari pasangan Ibu Sukesih dan Bapak Mulya. Hanya saja semenjak tiga tahun lalu Bapak Mulya meninggal dunia. Ia hanya hidup dengan Ibunya sebagai pembantu rumah tangga atau lebih kerennya disebut asisten. Sambil mengayuh sepeda , ia rupanya terburu-buru, sampai sepedanya hampir masuk selokan.
" Hati-hati Run, warandala-warandala," kata pak Samin yang latah.
" Maaf pak, buru-buru," jawabnya sambil terus mengayuh sepeda.
Akhirnya sampai juga ia di tempat penitipan sepeda. Di situ sudah ada Heri, Restu dan juga Lukman, sahabat sejak kecil dan sekarang satu Sekolah.
" Wah wah wah.....rupanya mau jadi pembalap motoGP ya Run," tanya Restu.
" Apa , moto GP , kecil itu mah, cemen amat, aku mau jadi pembalap dunia akhirat," kata Marta Bakrun.
" Sudah , tuh mobilnya ," kata Heri sambil mengajak temannya naik.
Mereka akhirnya naik mobil elf, maklum di kampung mereka angkutan umum cuma mobil itu. Kurang dari satu jam, mereka sampai juga di tempat tujuan yaitu SMAN 1 Citeri. Sebagai siswa yang teladan, Marta Bakrun selalu sopan dan supel. Ia berjalan menuju kelasnya bersama Restu, sementara Heri dan Lukman beda kelas. Beberapa menit kemudian bel berbunyi, maka masuklah mereka ke kelas masing-masing. Kebetulan jam pelajarannya Olah Raga, jadi saat itu Marta Bakrun segera mengganti pakaian dengan seragam olah raga. Dua jam pelajaran sudah berlalu, mereka kembali ke kelas untuk belajar yang lain.
Hal seperti itu setiap hari dijalani oleh Marta Bakrun yaitu Sekolah. Hingga akhirnya sampai juga dia lulus Sekolah dengan prestasi yang memukau, juara kelas, peserta ujian tertinggi nilainya, juga beberapa prestasi yang lain. Kini setelah lulus Sekolah, Marta Bakrun bekerja membantu Ibunya berjualan lauk. Tiap hari ia ke pasar membonceng ibunya. Lalu begitu dapat barang belanjaan kemudian ia membantu Ibunya memasak.
Suatu hari kebetulan Marta Bakrun sedang duduk di teras rumah, datanglah Restu mengendarai sepeda motor butut, rupanya baru pulang kuliah.
" Hai, Run , lagi banyak kerjaan nggak, bantu aku dong," kata Restu.
" Bantu apa sih ? " tanya Marta Bakrun.
" Ini Run, ada tugas dari kampus suruh rangkum makalah, kamu bisa nggak, cuma nulis doang kayak menyalin gitu lah ," jelas Restu.
" Kapan Tu ?" tanya Bakrun.
" Ya sekarang Run, masa nanti sih, aku ajak kamu kan sekarang, ya sekarang dong," jawab Restu.
" Oooh kirain nanti nunggu kamu punya cucu," kelakar Bakrun.
" Bu....aku mau bantu Restu dulu ya," kata Bakrun sama ibunya.
" Iya....hati-hati," jawab ibunya dibalas anggukan oleh Bakrun dan Restu.
" Mari Bu," kata Restu.
Setelah sampai di rumah Restu, Bakrun lalu membukakan pintu gerbang, maklum anak orang terpandang, namanya juga Restu. Baru dua tiga langkah, ibunya Restu keluar.
" Wah....ada Bakrun juga, kamu kuliah dimana Nak ?" tanya ibu itu.
" Saya tidak kuliah Bu, saya cuma bantu ibu saja, kasihan nggak ada yang bantu, yang penting nanti bisa diajak kerja sama Restu," jawab Bakrun.
" Oooh...ya sudah sini masuk Nak, bantuin Restu ya supaya dapat nilai bagus," kata ibu Restu sambil menyapu.
Kedua sahabat itu masuk ke kamar, di situ tampak beberapa tumpukan buku juga lembaran kertas yang berantakan, di atas meja tampak laptop yang terbungkus kain, semua di ruang itu tampak berdebu.
" Ini sih tempat buaya Tu, bukan tempat orang," celoteh Bakrun.
" Sembarangan, ini tempat king kong Run, semenjak aku kuliah nggak ada yang berani masuk, kecuali tikus, lalat ama kecoa," sahut Restu.
" Iya lah, orang yang nungguin juga nggak ingat kamarnya, malah yang diingat cuma bakso Tasik, ama gorengan doang," kata Bakrun.
Sambil membersihkan kamar itu, Ibu Restu membawa dua gelas es teh sama satu piring kue.
" Silahkan dinikmati ya Nak, Ibu belum beli lauk, nasi sih ada cuma lauknya belum ada Nak," kata Ibu Restu sembari meninggalkan kamar Restu.
Di kamar itu, setelah semuanya beres dan sedikit lebih rapih, keduanya mulai menulis tugas, sementara alunan musik menemani suasana damai.
Tepat pukul 20.00, Restu mengeluarkan sepeda motor dari garasi rumah, tampak Ibu dan Bapak Restu menemani mereka keluar rumah, setelah berpamitan motor itu melaju menuju rumah Marta Bakrun.
Kedua sahabat sejak masih Sekolah selalu menjalani persahabatan dengan baik, sehingga mereka selalu berbagi rasa. Setelah Restu kembali pulang, Marta Bakrun membantu Ibunya yang hanya seorang janda, Ibu Bakrun begitu peduli dengan anaknya, membuat Bakrun selalu ingat akan semua kebaikan Ibunya itu.
" Sudah selesai kerjaan si Restu Nak ?" tanya Ibunya.
" Sudah Bu, cuma tugas kecil saja, nanti kalau udah lama kuliah, pasti banyak tugas," kata Bakrun.
" Memangnya Restu kuliah ambil jurusan apa ,Nak ?" tanya Ibunya.
" Ekonomi Bu, dia punya niat mau kerja di Bank, kalau udah lulus nanti," jawab Bakrun.
" Sudah malam Nak, tidurlah biar Ibu membereskan semuanya, kamu tidur saja ya....besok kerja lagi bantuin Ibu," tutur Ibunya.
" Iya Bu, saya tinggal dulu ya Bu, mau tidur," seloroh Bakrun.
Malam itu Bakrun membaringkan tubuhnya di kasur kecil yang hanya muat satu orang. Dirinya teringat masa-masa waktu sekolah, begitu bersemangat penuh harapan, namun dengan kondisi keluarga seperti yang ia rasakan, tidak mungkin ia memaksakan diri untuk kuliah. Dengan begitu ikhlas, kini ia harus menghadapi sebuah kenyataan yang dirasakan menjenuhkan dan membosankan.
Terbersit dalam angan bahwa ia harus bekerja demi menghidupi diri nya dan Ibunya. Dalam lamunan yang terus terbayang, lama juga dirinya merenung, mata pun terpejam dan lelap pula tidurnya malam itu.
Pagi yang cerah seakan membawa sebuah harapan baru, saat itu Bakrun sedang mengayuh sepeda butut peninggalan ayahnya yang setiap hari selalu membawa berkah, begitupun dengan kondisi sekarang, sepeda itu juga yang membuat dirinya bertahan hidup, walau hanya sebatas mengantar dan menjemput Ibunya berjualan lauk dan makanan ringan serta minuman es teh.
Saat itu dalam perjalanan membawakan jualan Ibunya, Bakrun berpapasan dengan seorang wanita muda berpakaian putih biru. Tampak di mata Bakrun, gadis itu begitu anggun, dengan penampilan yang sedehana juga tanpa polesan, wajah yang begitu alami, mempesona bagi diri Bakrun. Tampak gadis itu tersenyum lembut melihat Bakrun. Biar bagaimana pun, Bakrun adalah lelaki yang dibilang tampan dan seperti keturunan orang kaya.
Sambil matanya tak berkedip, Bakrun menyapa gadis itu.
" Mau Sekolah Neng," sapa Bakrun dengan sapaan pendek.
" Iy Kang," jawab gadis itu.
" Nggak lah, mau cari kodok di pengkolan," kelakar teman si gadis itu.
Terdengar suara cekikikan mereka sambil melanjutkan langkahnya ke Sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
mhmmdrzcky
Karena aku suka banget ceritanya kayaknya mau aku habisin sekarang/Drool/ Btw mampir juga kak ke cerita aku judulnya Ensiklopedia Sunyi Yang Tak Pernah Dibaca
2025-09-03
0
Oksy_K
aku kira mobil elf itu peri/Facepalm/
2025-09-03
0
Ceyra Heelshire
bikin novel baru lagi pak?
2025-09-03
0