NovelToon NovelToon
Detektif Dunia Arwah

Detektif Dunia Arwah

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Hantu
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nadinachomilk

Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.

Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.

Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?

Update setiap hari,jangan lupa like dan komen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 19 LULA ATAU LAKSMI?

Liora melanjutkan, suaranya makin lirih.

"Tapi empat minggu setelah Laksmi lahir aku sadar aku hamil lagi. Kali ini bukan karena cinta, tapi karena Andre memperkaosku beberapa kali saaat aku sedang hamil"

Darren tersentak, wajahnya berubah tegang. "Jadi, Lula—"

"Ya," potong Liora cepat, air matanya deras.

"Lula adalah anak keduaku. Aku tak tahan di sini. Aku kabur ke luar negeri, jauh dari Andre dan Lena. Di sanalah aku melahirkan Lula. Tapi aku terlalu takut, terlalu hancur. Aku titipkan dia di panti berharap setidaknya ada yang mau menjaga"

Darren menunduk dalam, mencoba mencerna semuanya.

"Jadi… dua anak itu lahir berbeda sembilan bulan, tapi keduanya darah dagingmu tetapi berbeda ayah. Mereka mirip, bukan karena mereka kembar"

Liora hanya mengangguk, wajahnya penuh sesal.

"Aku ibu yang buruk, aku meninggalkan mereka"

Darren mengepalkan tangannya, menatap Liora penuh amarah sekaligus iba.

"Lo tau ga anak lo tu ada yang meninggal,lo bahkan ga becus jadi ibu" Kata Darren kesal.

Liora hanya menangis menyesal mengetahui bahwa salah satu anaknya telah meninggal.

"a..aaapa?"

"Anak lo ntah Lula atau Lakmi salah satu dari mereka sudah meninggal"

"Lo jadi ibu harusnya jadi orang yang sayang dan peduli sama mereka tetapi lo bahkan ga mau akuin mereka anak lo"

"aku.. Memang ibu yang buruk"

"Lo memang buruk, makanya lo sekarang ada disini"

"Aku tahu tapi aku mohon lindungin anak ku yang masi hidup"

"Gue aja ga tau anak lo yang mana yang masi hidup"

"Aku tahu...aku tahu, anak yang masi hidup udah aku selametin di alamat ini" Liora memberikan secarik kertas kepada Darren.

"Tolong lindungi dia,dan aku bakal bantu kalian untuk memenjarakan Andre itu"

Darren mengambil kertas itu lalu menatap Liora dengan tatapan tajam,ia memang merasa iba tetapi apakah seorang ibu pantas mengabaikan anak anak?tidak sama sekali.

" Ingat satu hal lo harus bantu kita dan jangan sampai pernyataan lo di sidang berubah dan memihak Andre" ancam Darren lalu melangkahkan kakinya dengan tergesa keluar dari ruangan itu.

Selina dan Gavin yang melihat Darren sudah keluar dengan emosi yang masi memburu,segera menghampiri.

"Udah ren?"tanya Selina pelan.

"Udah,gue harus ke alamat ini. Ayo sekarang kita pergi nanti bakal gue ceritain semuanya" Darren segera meninggalkan kedua rekannya itu yang masi bingung.

"Ayo buruan vin"Selina menarik Gavin untuk mengikuti Darren yang masih dipenuhi amarah.

Mereka bertiga akhirnya sampai di alamat yang ditulis oleh Liora, Perumahan mawar jl merah putih.

"Ini bener perumahannya Ren?"tanya Gavin.

"Ya alamatnya udah sama kayak kertas ini"kata Darren amarahnya sudah mereda.

"Yaudah disana ada ga rumah nomor berapa?"tanya Selina.

"Rumah paling pojok"

Gavin segera melajukan mobilnya ke ujung gang perumahan itu,hingga ia sampai di depan ruamh sederhana. Mereka bertiga pun akhirnya turun.

"Ini bener kan?"kata Gavin masi tidak percaya bagaimana mau percaya perumahan ini sudah usang sekeli.

"Udah buruan masuk biar bisa kita lihat"kata Darren.

Mereka pun akhirnya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah yang sudah usang itu suasananya agak sedikit horor.Ketiganya melangkah pelan, suara lantai kayu yang rapuh berderit setiap kali diinjak. Lampu redup di ruang tamu bergoyang seolah hampir padam. Di tengah ruangan, sebuah sofa tua terlihat, dan di atasnya seorang anak kecil duduk sambil memainkan boneka kain lusuh.

Darren langsung berhenti di tempat. Matanya membesar,nafasnya tercekat.

"Astaga" gumamnya lirih.

Gavin mengerutkan kening.

"Kenapa lo bengong gitu? Itu cuma anak kecil"

"Itu yang lo cari ren?"tanya Selina.

Darren menelan ludah, pandangannya tak lepas dari wajah si bocah.

"Gue pernah lihat wajah itu. Sama persis. Bedanya" Darren berhenti, suaranya serak

"waktu itu setengah mukanya gosong."

Selina yang berdiri di samping Darren ikut tertegun. Ia mendekat perlahan, menatap anak itu dengan penuh rasa iba.

"Ya Tuhan jadi ini,kembarannya?"

Anak kecil itu menunduk, memeluk bonekanya lebih erat. Bahunya gemetar, jelas sekali ketakutan.

Darren mencoba menenangkan, ia jongkok agar sejajar dengan tatapan anak itu. Suaranya dibuat selembut mungkin.

"Hei jangan takut. Kami nggak akan nyakitin kamu"

Namun bocah itu hanya menggoyang-goyangkan kakinya, bibirnya bergetar.

"Laksmi" Darren hampir berbisik

"Atau Lula?"

Anak kecil itu akhirnya menoleh, matanya berkaca-kaca. "Aaaa...ku bu...kan Lula… a..ku Lak...smi"

"Ha?kamu Laksmi?"

Jantung Darren berdegup kencang, tubuhnya kaku mendengar pengakuan itu. Selina menutup mulutnya, shock. Sementara Gavin memandang Darren dengan ekspresi bingung.

"Tunggu sebentar. Jadi maksud lo, ini kembaran si arwah kecil itu?"

Darren hanya mengangguk pelan, tatapannya tak lepas dari wajah Laksmi yang begitu mirip dengan Lula. Selina mengajak Gavin dan Darren agar berbicara bertiga.

"Itu Laksmi?"tanya Selina.

"Bukannya Laksmi sudah meninggal saat kebakaran itu?"lanjut Selina.

"Ya bener di dokumen itu namanya Laksmi ini ada fotonya"Gavin menyodorkan hp nya memperlihatkan foto dokumen kematian.

"Berarti yang meninggal adalah Lula"Kata Darren cepat.

"Terus kenapa dokumen ini namanya Laksmi" Gavin bingung.

"Kita harus cari tahu dan gue mau nanya ini ke Jena"Darren segera mengirim pesan ke Jena untuk bertemu membahas mayat itu apakah itu beneran Lula.

"Terus anak itu kita bawa?" tanya Gavin dengan polosnya.

"Ya iyalah masa mau ditinggal disini"

Mereka bertiga pun mendekati anak itu,Darren duduk disebelahnya,Gavin juga ikut duduk di sebelah anak itu. Sedangkan Selina duduk jongkok di hadapan anak kecil itu.

Selina menatap lembut ke arah anak kecil itu. Wajahnya pucat, matanya sayu, dan bibirnya tampak bergetar seakan ingin bicara tapi tertahan.

"Halo kamu sendirian di sini, ya?" tanya Selina pelan, mencoba agar suaranya terdengar menenangkan.

Anak itu menunduk, jari-jarinya meremas ujung bajunya sendiri.

"K-k-ka"suaranya tertahan, lidahnya seperti kaku. Ia menelan ludah, lalu mencoba lagi. "

"Ka-kaka"

Selina mengangguk pelan, senyum tipis menghiasi wajahnya.

"Iya, kakak di sini. Kamu gak usah talut. Kita gak akan nyakitin kamu dan mama kamu minta kaka buat ajak kamu"

Gavin yang duduk di samping anak itu, pelan-pelan mengulurkan tangannya.

"Iya, bener kata kak Selina, kita temenan, ya? Kamu mau ikut kita?"

"Oh ya kakak itu juga sebenernya baik walau kadang suka emosi"kata Gavin sambil menunjuk Darren.

Darren yang tidak terima tersenyum sambil matanya melototin Gavin.Anak itu mengangkat kepalanya perlahan. Mata bulatnya berkaca-kaca, suaranya terputus-putus karena gagap.

"A-a-a… aku… ta....takut…"

Darren menepuk bahu anak itu dengan lembut.

"Hei, gak apa-apa takut. Kita semua juga pernah takut. Tapi kalau kamu sendirian, justru lebih bahaya. Percaya deh, ikut sama kita lebih aman"

Selina kemudian mencondongkan tubuhnya, suaranya penuh ketulusan.

"Kalau kamu ikut, nanti kita bisa kasih kamu makanan, minuman, apalagi mainan yang banyak terus kamu gak perlu sendirian lagi. Gimana? Mau ikut sama kakak-kakak, sayang?"

Anak itu menatap mereka bergantian. Napasnya gemetar, lalu dengan lirih ia berkata, terbata-bata

"A...aku… i....ikut…"

Selina tersenyum lega, lalu mengulurkan tangannya.

"Pintar ayo, kita pergi dari rumah ini"

Perlahan, anak itu meraih tangan Selina dengan gemetar, seakan masih ragu dengan kehadiran tiga orang asing itu.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!