Sistem: Games Novel

Separah itukah keadaan disini? Apa karena ini aku di kirim kemari untuk memperbaiki ceritanya?

Aku berjalan hendak ke tempat aku dan Chen Quan berpisah tadi, namun sialnya aku tersesat aku lupa datang dari arah mana.

“Sial, kenapa aku begitu ceroboh. Si Imut, aku tersesat bisa kau tunjukkan jalan yang tepat,” ucapku padanya, namun Pemandu Sistem berbulu ku itu tak menyahut sama sekali.

“Si Imut ayolah, bagaimana jika aku tidak bisa kembali!” aku mulai kesal, tapi tetap saja tak ada respon darinya.

“Kakak, lihat ada wanita cantik.” Suara asing terdengar, refleks aku menoleh, dua orang pria dengan pakaian tak beraturan datang dengan masing-masing golok di tangannya.

Glek. Aku menelan salivaku, dari penampilannya saja sudah pasti mereka bukan orang baik-baik.

“Si Imut ayolah, Nonamu sedang dalam masalah,” ucapku putus asa, namun lagi-lagi tak ada respon darinya.

“Nona, apa kau sendirian?” dia bertanya diiringi senyum menyeringai. Aku mengedarkan pandangan ke sekitar, aku berjalan cukup jauh hingga tanpa sadar aku berakhir di area yang cukup jauh dari pemukiman warga.

“A-aku tidak sendiri, pengawalku ada disekitar sini,” sahutku berusaha menyeimbangkan suara agar tak terdengar rasa takut di dalamnya.

“Benarkah, tapi dimana dia? Apa di dalam tanah?” mereka tergelak menertawaiku, mereka tahu jika aku berbohong. Sial, mengapa si Imut selalu saja pergi di saat-saat kritis seperti ini.

Aku harus pikirkan cara untuk bisa pergi dari tempat ini. Apa ada senjata di dalam Sistem? Aku membuka halaman Sistem dan menggulir layarnya mencari senjata untuk pertahanan diri.

“Ada apa dengan wanita itu, apa dia tidak waras? Dia bicara sendiri sambil menggerak-gerakkan tangannya,” komentar salah satu dari mereka menatap aku dengan tatapan heran.

“Heh tidak masalah walaupun dia agak gila, tapi wajahnya lumayan cantik, ayo kita bawa saja.”

“Hey, tunggu sebentar!” ucapku, klik... Aku membeli salah satu item senjata dari sana, namanya adalah...

“Rasakan senjata rahasiaku, meriam angin Doraemon!” senjata itu muncul begitu saja di tanganku, membuat mereka terkejut.

“Hah benda apa itu, apa aku salah lihat? Jelas-jelas tadi tangannya kosong tapi tiba-tiba benda aneh itu muncul di tangannya?”

“Bukan hanya kau, aku pun melihatnya, senjata itu muncul begitu saja di tangannya,” sahut temannya.

“Kakak, apa jangan-jangan dia ini Penyihir?”

Plak ...

Dia memukul kepala bagian belakang temannya, “penyihir itu tidak ada dasar bodoh.”

“Tapi–,”

“Ayo cepat serang dia!”

“Heh ayolah jika kalian berani.”

Aku memasang kuda-kuda siap menembak, mengarahkan meriam itu kearah mereka berdua, satu, dua tembak! Duar...

Kwak...kwak...kwak...

Suara seekor gagak terbang melintas seakan menertawakanku. Tak terjadi apa-apa pada mereka berdua, hanya angin dan asap putih yang keluar dari meriam ini, ‘ada apa ini, oh ayolah?’

Mereka berdua tertawa, “ternyata hanya senjata mainan, aku pikir aku akan meledak,” kekehnya.

Sial, sebaiknya aku lari saja. Aku melempar senjata itu yang ternyata mengenai kepala salah satu dari mereka.

“Arghhh... Dasar gadis sialan! Awas kau!” teriaknya.

Aku lari tak tentu arah, masuk kedalam area hutan yang bahkan tak aku kenali, berlari di antara barisan pohon dan rumput liar.

“Nona ayolah, dari pada kau lari terus lebih baik kau menyerah! Kami berjanji tidak akan membunuhmu!” teriaknya.

Sial, aku semakin masuk kedalam area hutan, aku harus bagaimana? Aku berhenti sejenak untuk mengatur napas, kakiku gemetar rasanya. Aku mengedarkan pandangan mencari tempat bersembunyi, aku berlari dan bersembunyi di balik semak.

“Heh Sistem bodoh! Kalau sampai aku mati disini, aku tidak mengampunimu meski aku sudah jadi hantu sekali pun!” kesalku.