NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bermalam di tebing

Udara hutan semakin lembap ketika Xu Hao melangkah menembus kerimbunan pepohonan. Aroma tanah basah bercampur dengan wangi samar tumbuhan spiritual yang tumbuh liar. Suara serangga malam mulai terdengar, seakan menjadi musik pengiring langkahnya. Ia berjalan dengan langkah tenang, tanpa menoleh ke belakang. Namun tiba-tiba, suara lantang terdengar.

“Tunggu!”

Suara itu bergema di antara batang-batang pohon besar. Xu Hao berhenti, matanya sedikit menyipit, lalu perlahan menoleh ke arah belakang. Dari balik bayangan pohon, dua sosok yang tadi dilihatnya dalam pertempuran melawan serigala kini muncul. Pria berjubah hitam perak dengan ikat rambut biru berjalan mantap, sementara di sisinya gadis bergaun hijau berwajah cantik namun sedingin es.

Pria itu tersenyum tipis, lalu berkata, “Teman, kau tadi yang melihat kami bertarung dengan serigala itu, bukan?”

Xu Hao menatapnya dalam diam sejenak, lalu menjawab dengan suara datar. “Itu benar. Apa ada masalah?”

Pria itu menggeleng pelan. “Tidak ada. Hanya saja kami penasaran.”

Xu Hao berbalik, hendak pergi. “Baiklah kalau begitu, aku akan melanjutkan jalanku.”

Namun pria itu segera menahan dengan suara cepat. “Tunggu sebentar!”

Xu Hao berhenti sekali lagi. Tatapannya tajam. “Apa lagi?”

Pria itu menoleh sekilas ke arah gadis di sampingnya, lalu kembali menatap Xu Hao. “Apa kau seorang kultivator bebas?”

Xu Hao terdiam sesaat, lalu mengangguk tipis. “Bisa dibilang begitu.”

Pria itu menepuk dadanya ringan. “Namaku Chen Wuji, murid inti dari Sekte Cangyue. Dan ini adik juniorku, Lin Meihua.”

Mendengar nama sekte itu, mata Xu Hao sedikit menyipit. Paman Cuyo pernah menyebut sekte ini, salah satu sekte kuat di benua Qiyuan. Xu Hao kemudian bertanya dengan nada dingin. “Lalu apa gunanya untukku mengetahui namamu?”

Lin Meihua yang berdiri di samping Chen Wuji menatap Xu Hao dengan sorot dingin. Suaranya menusuk, “Kau terlalu sombong dan tidak sopan.”

Chen Wuji menghela napas, lalu menenangkan. “Sudahlah, adik junior. Wajar saja ia bersikap begitu. Kita juga baru pertama kali bertemu.”

Namun Lin Meihua menatap Xu Hao tajam. “Apa kita benar-benar harus bekerja sama dengan orang seperti ini?”

Xu Hao mengangkat alisnya sedikit. “Apa maksudmu bekerja sama?”

Chen Wuji memijit dahinya seolah kesulitan menahan sikap juniornya, lalu berkata jujur. “Baiklah, aku akan terus terang. Kami ingin meminta bantuanmu untuk masuk lebih dalam ke hutan ini.”

Xu Hao langsung memutar tubuh, hendak melanjutkan langkah. “Aku tidak tertarik. Pergilah sendiri.”

Chen Wuji mengangkat tangannya. “Tunggu, teman! Jika kau mau, kita akan membagi hasilnya.”

Xu Hao menoleh sebentar. “Aku tidak tertarik.”

Chen Wuji melangkah maju setengah langkah, suaranya lebih serius. “Hasilnya akan sangat bagus. Kita akan berburu beast dan mengambil inti mereka. Itu bisa dijadikan bahan kultivasi, bahkan sebagai pengganti pil.”

Kali ini Xu Hao berbalik penuh, matanya menatap tajam Chen Wuji. Sorot matanya bagaikan pedang yang menusuk. “Kau memiliki kultivasi Core Formation. Gadis itu juga sama. Jadi untuk apa meminta bantuan seorang Foundation Establishment sepertiku?”

Lin Meihua terdiam sejenak, matanya berkilat tajam. Suaranya datar namun penuh tekanan. “Kami butuh dirimu karena ada formasi di sebuah goa. Itu hanya bisa dibuka oleh tiga orang yang berdiri di pusat formasi.”

Chen Wuji mengangguk, membenarkan. “Benar. Karena itu, meski kau masih di tahap Foundation Establishment, keberadaanmu sangat diperlukan.”

Xu Hao menyipitkan mata, nada suaranya dingin. “Tadi kau bilang hendak masuk lebih dalam ke hutan. Mengapa sekarang jadi tentang sebuah goa?”

Chen Wuji buru-buru tersenyum kaku. “Itu… hanya caraku menyembunyikan informasi. Aku khawatir kau tidak mau membantu jika aku mengatakan yang sebenarnya. Tapi sekarang kau sudah tahu. Jadi kuharap kau bisa mempertimbangkannya.”

Xu Hao menatapnya dengan sorot tajam, lalu bertanya perlahan. “Apa yang ada di dalam goa itu?”

Chen Wuji menarik napas dalam, lalu berkata penuh keyakinan. “Dari informasi yang kudapat, goa itu adalah peninggalan seorang kultivator tahap Soul Transformation. Kami sangat yakin ada harta peninggalan di dalamnya. Bisa jadi pil tingkat tinggi, atau tumbuhan spiritual yang langka.”

Xu Hao terdiam. Pikirannya berputar cepat. Jika benar tempat itu peninggalan seorang kultivator Soul Transformation, maka harta di dalamnya pasti tidak ternilai. Bagi dirinya yang sangat membutuhkan bahan kultivasi, ini bisa menjadi kesempatan yang tak boleh dilewatkan.

Ia kemudian mengangkat wajah, tatapannya bergantian pada Chen Wuji dan Lin Meihua. “Baiklah. Aku akan membantu. Tapi semuanya harus dibagi rata.”

Mata Lin Meihua menyipit, tampak tidak puas. Namun sebelum ia berbicara, Chen Wuji tersenyum lebar. “Baiklah, teman. Aku dan juniorku setuju.”

Xu Hao mengangguk perlahan. “Bagus.”

Chen Wuji kemudian berkata ramah, “Kalau boleh tahu, siapa nama teman muda ini?”

Xu Hao menjawab dengan ekspresi tenang. “Su Hao.”

Chen Wuji mengangguk, suaranya penuh semangat. “Oh, bagus. Kalau begitu aku akan memanggilmu Teman Su.”

Xu Hao hanya mengangguk tanpa ekspresi.

Lin Meihua mendengus pelan, lalu berkata dingin, “Kalau begitu, ayo kita langsung pergi.”

Chen Wuji menoleh pada juniornya. “Baiklah, junior.” Lalu ia melihat Xu Hao dengan tatapan bersahabat. “Ayo, Teman Su.”

Xu Hao menatap sejenak, lalu mengangguk tipis. “Baik.”

Tiga sosok itu pun melangkah menembus kerimbunan hutan yang semakin gelap, bayangan tubuh mereka tertelan kabut tipis dan cahaya redup senja.

Langit senja perlahan memudar, berganti dengan malam yang menggantungkan tabirnya di atas hutan lebat. Cahaya bulan pucat menyusup di sela dedaunan tinggi, menebarkan bayangan panjang di tanah yang dipenuhi akar tua. Udara hutan terasa lembap, sesekali terdengar lolongan binatang buas dari kejauhan.

Sepanjang perjalanan, mereka berulang kali berjumpa dengan beast yang muncul dari balik pepohonan. Namun setiap kali ancaman itu muncul, Chen Wuji selalu maju paling depan. Kedua tangannya membentuk segel, dan di udara bergetar riak cahaya. Lingkaran formasi kecil segera muncul, bercahaya redup seperti ukiran kuno yang berdenyut dengan kekuatan spiritual. Dari formasi itu, kilatan Qi pedang menajam, lalu melesat bagai cahaya bulan yang terhunus. Setiap pedang Qi itu menembus tubuh beast dengan presisi, menumbangkan mereka sebelum sempat mendekat.

Lin Meihua tidak kalah mematikan. Dengan gerakan tangannya yang ramping, ia juga membentuk segel. Tanah di sekitar mereka bergetar, lalu dari permukaan yang keras muncullah es tajam sebesar tombak, menembus tubuh beast dari bawah ke atas. Jeritan beast hanya terdengar sesaat sebelum tubuh mereka roboh dan membeku.

Setiap kali beast dikalahkan, Chen Wuji membagi hasil buruannya. Ia memotong daging, mengeluarkan inti roh, lalu membaginya dengan rata. Xu Hao selalu menerima bagian itu dengan tenang, tanpa banyak bicara, hanya sebuah anggukan singkat. Di sisi lain, Lin Meihua kerap melirik Xu Hao dengan ekspresi dingin dan tidak senang. Sorot matanya tajam, seolah memandangnya sebagai orang asing yang tidak pantas berada di sisi mereka. Namun Xu Hao sama sekali tidak menaruh perhatian pada tatapan itu. Ia tetap berjalan dengan wajah datar, seolah tidak ada yang bisa mengguncang hatinya.

Perjalanan panjang akhirnya membawa mereka ke sebuah tebing tinggi. Angin malam berhembus kencang dari jurang, membawa hawa dingin yang menusuk. Bulan bulat memantulkan cahaya keputihan yang jatuh di permukaan tebing, membuat suasana terlihat sunyi namun agung.

Chen Wuji segera bergerak membuat api unggun. Api kecil menyala, kemudian berkembang menjadi kobaran hangat yang memantulkan cahaya ke wajah mereka. Sementara itu, Xu Hao duduk bersila di atas sebuah batu besar, memejamkan mata dalam meditasi. Nafasnya teratur, seolah ia benar-benar tenggelam dalam dunia dalamannya sendiri.

Lin Meihua duduk agak jauh, namun sesekali pandangannya melirik ke arah Xu Hao. Sorot matanya tetap dingin, seolah ingin menembus ketenangan pemuda itu. Ada sesuatu dalam dirinya yang tidak suka melihat Xu Hao duduk tenang tanpa beban. Namun Xu Hao tetap tidak peduli.

Setelah api unggun menyala terang, Chen Wuji memanggang potongan daging beast yang sudah mereka dapatkan. Aroma harum menyebar, bercampur dengan asap tipis yang melayang ke langit malam. Dari cincin penyimpanannya, Chen Wuji mengeluarkan sebuah kendi anggur. Ia mengangkatnya sambil tersenyum.

“Teman Su, ayo kita minum. Ini anggur yang bagus,” ucapnya ramah.

Xu Hao membuka matanya perlahan. Kilatan cahaya api unggun terpantul di matanya yang dalam dan dingin. Ia bangkit dari duduknya, melangkah pelan mendekati api. Ketika jaraknya tinggal beberapa langkah, Chen Wuji dengan santai melemparkan kendi anggur itu ke arahnya.

Xu Hao menangkapnya dengan satu tangan, gerakannya luwes dan tenang.

“Itu milikmu, teman Su. Aku masih punya satu lagi,” kata Chen Wuji sambil tersenyum, lalu mengeluarkan kendi lain dari cincinnya.

“Terima kasih,” ucap Xu Hao pendek.

“Tidak perlu berterima kasih. Duduklah, teman Su,” sahut Chen Wuji.

Xu Hao mengangguk, lalu duduk di pinggir api unggun. Api memantulkan cahaya ke wajahnya, menegaskan ketampanan dingin yang ia miliki. Aroma daging panggang semakin kuat. Chen Wuji tersenyum hangat, lalu berkata sambil menoleh,

“Adik junior, duduklah di sini. Ayo kita makan bersama teman Su.”

Lin Meihua mendengus pelan, namun tetap melangkah mendekat. Gaunnya yang hijau berkilau samar terkena cahaya api, wajahnya dingin tanpa senyum.

Daging panggang akhirnya matang. Chen Wuji membagikan tiga tusuk daging panggang. Satu ia berikan pada Xu Hao, satu untuk Lin Meihua, dan satu lagi untuk dirinya sendiri.

Xu Hao menerima tusukan daging itu. Ia menatap api sejenak, lalu berkata dengan suara datar namun mengandung ketegasan. “Aku berharap suasana hangat ini tidak berakhir dengan pengkhianatan.”

Suasana mendadak hening. Api unggun berderak, memercikkan bara merah. Chen Wuji hampir tersedak saat mendengar kata-kata itu, lalu terbatuk.

Lin Meihua menoleh dengan tajam. “Apa maksudmu? Apa kau menuduh kami yang bukan-bukan?” ucapnya dingin.

Xu Hao menggeleng pelan. Wajahnya tetap tenang. “Jangan salah paham. Aku tidak menuduh. Aku hanya menyebutkan harapan. Semoga suasana hangat ini tidak berakhir dengan pengkhianatan.”

Mata Lin Meihua menyipit. Bibirnya bergerak pelan, hampir seperti bisikan. “Anak ini… tidak tahu diri.”

Chen Wuji segera menengahi. Ia kembali terbatuk kering, lalu mengangkat tangannya dengan senyum canggung. “Tenang saja, teman Su. Tidak ada yang akan mengkhianati. Aku bersumpah untuk itu.”

Xu Hao menatapnya lama, lalu tersenyum tipis. “Itu bagus.”

Ia mengangkat kendi anggurnya tinggi-tinggi, cahaya api unggun membuat cairan di dalamnya berkilau.

“Ayo minum, teman.”

Chen Wuji mengangkat kendinya juga. “Ini untuk perjalanan kita.”

Mereka menenggak anggur itu. Rasa hangat mengalir di kerongkongan, bertemu dengan hawa dingin malam.

Di samping mereka, Lin Meihua tetap duduk diam. Wajahnya dingin bagai es, matanya memantulkan cahaya bulan yang jatuh di atas tebing. Malam itu terasa sunyi, hanya disertai desiran angin malam dan api unggun yang terus menyala, seakan menyimpan rahasia yang belum terungkap.

1
Nanik S
Ditunggu upnya tor 🙏🙏🙏
Nanik S
Huo... nekat benar memberi pelajaran pada Pria Tu
Nanik S
apakah mereka bertiga akan masuk bersama
Nanik S
Huo memang Urakan.... memang benar yang lebih Tua harus dipanggil senior
Nanik S
Lha Dau Jiwa sudah dijual
YAKARO: itu cuma tanaman obat kak. bukan jiwa beneran
total 1 replies
Nanik S
Inti Jiwa...
Nanik S
Lanjutkan makin seru Tor
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Makan Banyak... seperti balas dendam saja Huo
Nanik S
Pil Jangan dijual kasihkan Paman Cuyo saja
Nanik S
Mau dijual dipasar tanaman Langkanya
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Ceritanya bagus... seorang diri penuh perjuangan
Nanik S
Cerdik demi menyelamatkan diri
Nanik S
Baru keren... seritanya mulai Hidup
YAKARO: Yap, Thanks you/Smile/
total 1 replies
Nanik S
Mungkin karena Xu Hai telah byk mengalami yang hampir merebut nyawanya
Ismaeni
ganti judul yaa thor?
YAKARO: enggak. Hidup Bersama Duka itu awalnya judul pertama pas masih satu bab, terus di ubah jadi Immortality Though Suffering. malah sekarang di ganti sama pihak Noveltoon ke semula.
total 1 replies
Nanik S
Xu Hai... jangan hanya jadi Penonton
Nanik S
Sebenarnya siapa Pak Tua yang menyelamatkan Hao
YAKARO: Hmm, saya juga penasaran/Proud/
total 1 replies
Nanik S
untung ada yang menolong Xu Hai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!