Seorang dokter jenius dari satuan angkatan darat meninggal karena tanpa sengaja menginjak ranjau yang di pasang untuk musuh.
Tapi bukanya ke akhirat ia justru ke dunia lain dan menemukan takdirnya yang luar biasa.
ingin tau kelanjutannya ayo ikuti kisahnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Pria-pria berbaju hitam itu bergerak cepat, melemparkan jaring ke arah Hai Mo. Jaring itu memancarkan cahaya kehijauan, dan setiap kali menyentuh air, muncul bunyi mendesis seperti besi panas dicelupkan ke dalam minyak.
Hai Mo meraung marah, cipratan airnya menghantam dermaga hingga beberapa papan kayu terlepas.
Li Xiaoran menatap makhluk itu sejenak.
“Jangan melawan aku… fokus pada mereka!”
Bai He meluncur dari udara, ekornya memukul dua pria hingga terpental ke air. “Heh, dasar manusia, kalian pikir bisa mengikat monster laut? Kalian bahkan tak bisa mengikat sepatu kalian sendiri!”
Yue Lan mendarat di atap rumah nelayan, melempar bola api yang membuat satu jaring terbakar. “Bai He! Fokus, jangan mulai konyolnya di situasi sekarang!”
Lan’er bersembunyi di balik tong ikan, tapi tetap ikut membantu dengan melemparkan batu ke kepala salah satu penyerang. “Untuk ukuran pasukan rahasia, mereka konyol juga jatuh gara-gara kerikil!”
Li Zhen menyerang dua pria sekaligus, pedangnya menangkis sabetan belati berlapis jimat. “Xiaoran! Lindungi dirimu, jangan terlalu dekat dengan pusaran!”
Tapi justru Xiaoran melangkah lebih maju, mengangkat pedangnya tinggi. Cahaya biru dari tanda sumpah menyebar ke air di sekitarnya, dan riak laut mulai mengikuti gerakannya.
Hai Mo menghentikan raungannya, menatap Xiaoran, lalu mengeluarkan dentuman rendah dari tenggorokannya seperti persetujuan. Bersama, keduanya mengangkat gelombang besar yang menggulung ke arah para penyerang.
Beberapa pria berusaha melarikan diri, tapi Bai He sengaja menukik rendah, mencipratkan air asin ke wajah mereka. “Ops, maaf, itu tadi bukan disengaja… atau mungkin sengaja.”
Ruan Tian mendengus. “Kau memang tidak bisa serius kalau bertarung.”
“Justru ini serius. Musuh bingung, kita menang,” jawab Bai He sambil memutar tubuh di udara.
Gelombang terakhir menghantam dermaga, membuat jaring-jaring jimat itu terlempar ke laut. Begitu terkena air biru yang dikuasai Xiaoran, jaring-jaring itu meleleh seperti lilin terkena api.
Pria-pria berbaju hitam tersisa memilih kabur ke perbukitan. Nelayan-nelayan yang tadi berlutut, kini menunduk lebih rendah lagi, kali ini pada Xiaoran dan Hai Mo bersamaan.
Makhluk laut itu menundukkan kepala raksasanya pada Xiaoran, lalu menyelam kembali ke pusaran yang mulai menghilang. Air laut kembali tenang, hanya menyisakan buih putih di permukaan.
Li Zhen menghampiri adiknya. “Itu tadi… luar biasa.”
Xiaoran menghela napas, menurunkan pedangnya. “Itu bukan akhir. Kalau mereka sudah berani datang ke desa kecil ini, artinya ada yang mengatur dari jauh.”
Bai He menepuk pundaknya. “Bagusnya… sekarang kita punya teman di laut. Buruknya… kalau dia lapar, jangan sampai kita yang jadi menu makan malamnya.”
Luo Yun mengangkat alis. “Kalau lapar, kau dulu yang dimakan. Kau kan sudah mirip sushi gulung.”
Lan’er menahan tawa. “Kalau begitu, aku pesan sushi naga, tanpa wasabi.”
Sedangkan Shui Ying menatap mereka dengan senyum tipis
Malam itu, di bawah bulan purnama yang utuh, mereka sadar satu hal perjalanan mereka semakin berbahaya, tapi juga semakin ramai dengan sekutu… dan gurauan yang entah membantu atau justru memancing masalah.
Setelah memastikan pantai aman, rombongan memutuskan mencari penginapan. Seorang nelayan tua yang wajahnya penuh kerut menghampiri mereka.
“Pahlawan… ikut saya. Rumah saya… lebih aman daripada gubuk di dermaga.”
Nada suaranya bergetar, entah karena kagum atau takut.
Li Zhen memberi isyarat agar mereka waspada. Mereka mengikuti lelaki itu melewati gang-gang sempit hingga tiba di sebuah rumah panggung sederhana. Bau kayu basah bercampur aroma ikan asap menyambut.
Begitu pintu ditutup, nelayan itu merapatkan tirai, lalu berbisik,
“Kalian harus tahu… serangan tadi bukan pertama kali. Tapi kali ini… mereka datang untuk kalian.”
Li Xiaoran menatapnya lekat. “Siapa ‘mereka’?”
Lelaki itu terdiam sesaat, lalu melirik ke lantai papan rumahnya. Dengan ujung tongkat, ia mengetuk tiga kali di papan tertentu. Suara berderit pelan terdengar, dan lantai itu terbuka, memperlihatkan tangga kayu yang mengarah ke bawah tanah.
Ruan Tian mengangkat alis. “Wah, rahasia bawah tanah? Jangan-jangan ini ruang pesta rahasia?”
Yue Lan memutar mata. “Kalau jebakan, kau yang jalan dulu.”
Mereka turun satu per satu. Ruang bawah tanah itu dipenuhi peta laut kuno, jimat pelindung, dan peti-peti berisi gulungan bambu. Di tengah ruangan, ada meja bundar besar, dan di atasnya tergambar simbol pusaran air yang sama dengan yang muncul tadi malam.
Nelayan tua itu menunjuk peta. “Ini… rute kapal yang mengangkut upeti laut ke seseorang yang mereka sebut ‘Tuan Bayangan’. Semua desa pesisir dipaksa tunduk. Hai Mo… sebenarnya penjaga laut ini, tapi mereka mencoba menangkapnya untuk dipaksa melayani Tuan Bayangan.”
Li Zhen menyipitkan mata. “Jadi penyerangan tadi hanyalah umpan… untuk menjebak adikku dan Hai Mo sekaligus.”
Shui Ying bersandar di kursi, memutar gelas teh yang baru disajikan. “Tuan Bayangan… namanya saja sudah sok misterius. Aku taruhan dia pasti suka duduk di ruangan gelap sambil tertawa ‘hohoho’.”
Li Xiaoran menatap simbol pusaran itu. “Kalau begitu, kita akan memotong jalur mereka di laut. Tapi… kita harus tahu siapa Tuan Bayangan sebenarnya.”
Nelayan tua itu tersenyum getir. “Kalau ingin tahu… kalian harus pergi ke Pulau Kabut. Tapi… tidak ada yang kembali dari sana.”
Yue Lan tersenyum tipis. “Bagus, jadi kita akan menjadi yang pertama pulang sambil membawa oleh-oleh.”
Bai He menepuk meja. “Kalau begitu, kita berangkat besok pagi. Tapi, tolong siapkan bekal banyak… dan jangan ikan asin lagi, ya.”
Lan’er tertawa kecil. “Aku rasa kalau dia dapat ikan asin satu lagi, dia akan berubah jadi ikan asin itu sendiri.”
Malam itu mereka tidur di rumah nelayan, namun di luar, ombak memukul pantai dengan irama aneh seperti bisikan yang memanggil dari arah Pulau Kabut.
bersambung,
semangat Xiaoran dan yang lain...
semangat kak author dan sehat selalu