Aku tidak akan membiarkan, Saudara tiri dan Ibu tiri menginjak-injak harga diriku.
Ikuti kisah Intan, yang berjuang agar harga dirinya tidak injak-injak oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Tidak sampai situ saja, ikuti kisah perjuangan Intan untuk bisa berdiri di kaki nya sendiri hingga dirinya sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
19
Malam hari saat Intan tengah sibuk berkutit untuk membuat gambar iklan lomba. Dia mendapatkan telepon dari Tante Santi. Intan lalu segera meraih ponselnya yang tadi dia letakkan sedikit jauh dari jangkauan nya agar dia bisa fokus untuk belajar.
\~ “Hallo tante? Ada yang bisa Intan bantu?” Sapa Intan saat mengangkat telepon tante nya itu.
\~ “Intan sayang, sudah tidur kamu nak? Tante ganggu kamu nggak sayang? ada yang mau tante omongin nih.” Ujar Sang Tante dari seberang sana.
\~”Nggak, sama sekali tante, ada apa ya tante? Tumben nelpon aku malam-malam?” Tanya Intan lagi. Dia penasaran baru kali ini Tante Santi menghubunginya saat jam sudah menujukan pukul setengah sebelas malam.
\~” begini Intan, tadinya tante mau hubungi kamu esok, cuma tante takut kelupaan, besok tante ada acara dengan rekan-rekan tante. Jadi om nyarain buat menelepon kamu sekarang saja. Maaf ya tante berbelit-belit ngomonya” Ucap tante di iringi suara tawa kecil.
\~” Ini, tadi mama kamu menghubungi tante, dia kirim uang buat kamu senilai lima belas juta rupiah. Uangnya sudah tante cairkan dari rekening tante, kamu mau ambilnya besok bisa Intan? Besok kamu ada kesibukan tidak?” Tanya Tante Santi memastikan.
Sari yang bekerja sebagai tkw di luar negeri, mengirimkan Intan uang sebesar lima belas juta. Uang itu sengaja di transfer ke rekening Santi, karena Intan belum membuka rekening. Jadi Sari memutus untuk mengirimkannya pada adiknya saja. Karena Sari tahu adiknya akan amanah terhadap uangnya yang dititipkan nya itu.
\~” tante benar mama ngirimin aku uang? Besok Intan ada ngajar di balai desa siangnya tante, intan pulangnya mungkin jam tiga sore. Kalau jam tiga Intan ke rumah tante boleh? Sebelum itu terimakasih banyak tante sudah mengabari Intan. Intan jadi banyak ngerepotin tante Santi.” Ucap Intan.
\~” Udah, tante katakan berkali- kali sayang. Kamu jangan menganggap bantuan tante itu sebagai beban kamu. Tante ini keluarga kamu lho sayang, tante pasti selalu ada untuk keponakan tante tersayang ini. Sudah ya! Jangan buat itu sebagai beban lagi. Kalau begitu kamu datang ke rumah tante sore sehabis ngajar saja ya sayang. Tante juga sudah pulang kok jam segitu dari acara tante.” Kata Tante Santi dari seberang sana.
Mereka mengakhiri panggilan nya setelah dua puluh menit berbicara. Intan memutuskan untuk kembali tidur, karena jam juga sudah menujukan hampir tengah malam. Intan segera mengambil posisi untuk membaringkan badanya yang lelah itu.
Hari semakin malam, suasana di desanya juga semakin sepi. Hanya terdengar suara riuh kucing dari luar. Sepertinya malam ini adalah hari di mana kucing pada tengah kawin.
Meonggg!!!
GEDUBRAKK!!!
AWWWW!!!
“IBUUU!!!! Kepala ku ketimpangan plafon rumah!! Kucing sialan!!” Teriak Mila dari dalam kamarnya, rupanya ada kucing yang berkelahi di atas plafon kamarnya hingga akhirnya jatuh ke bawah dan menimpa kelapa Mila.Karena plafon sudah lapuk dan tidak kuat untuk menahan.
Maya dan Herman juga Intan berlari menuju kamar Mila. Saat mendengar kegaduhan serta teriakan Mila. Mereka sontak terkejut melihat benjolan di kelapa Mila yang memerah. Sialnya benjolan yang tadi pagi Intan buat itu masih memerah di dahinya, sekarang di tambah ketiban asbes yang memperparah benjolan di dahinya.
“Mila?? Kenapa kamu bisa gini! Lihat mas kasihan anak kamu itu! Ambilan dia obat mas!!” Teriak panik Maya, Herman yang di perintahkan untuk mengambil obat di kontak obat langsung di hentikan oleh Intan.
“Hmm, biar Intan saja pa yang ngambilin, papa tunggu sini saja!” Ucap Intan yang ditimpali anggukan oleh ayahnya. Dengan langkah malas Intan mengambilkan kotak obat untuk Mila.
Intan awalnya pengen ketawa melihat Mila yang ketiban plafon rumah. Tapi melihat kondisi nya yang acak-acakan seperti itu, Intan juga merasa kasihan padanya. Intan masih punya rasa kemanusiaan untuk tidak mentertawakan kesialan orang.
“Ini obatnya tante!” Ucap Intan kala tanganya menyodorkan kotak obat yang dia ambil. Maya menerima dengan merebut dari tangan Intan tanpa mengucapkan terimakasih. Cuma, Intan tidak perduli dia sudah hafal dengan sifat Maya yang seperti ini.
“Mas!! Kenapa kamu kasih kamar yang jelek gini sih ke anak ku! Lihat! Plafon nya udah pada retak- retak gitu. Untung saja anak ku tidak terluka parah! Kalau sampai dia kenapa-napa gimana mas!! Kamu bisa tanggung jawab! Hah?” Cerca Maya pada suaminya itu.
“Ya, nanti papa akan suruh tukang buat benerin plafon.” Jawab Herman lesu, Maya hanya mendengus sebal mendengar jawaban suaminya yang sepertinya tidak sesuai dengan kemauan Maya.
“Om! Mila nggak mau tidur di kamar ini lagi! Aku nggak mau ketiban plafon rumah lagi! Biar anak Om si Intan saja tidur di sini! Aku mau tidur di kamarnya saja! Kita tukar kamar malam ini juga! Titik!!” Ucap Mila yang menginginkan tukar kamar dengan Intan