Zoe Aldenia, seorang siswi berprestasi dan populer dengan sikap dingin dan acuh tak acuh, tiba-tiba terjebak ke dalam sebuah novel romantis yang sedang populer. Dalam novel ini, Zoe menemukan dirinya menjadi peran antagonis dengan nama yang sama, yaitu Zoe Aldenia, seorang putri palsu yang tidak tahu diri dan sering mencelakai protagonis wanita yang lemah lembut, sang putri asli.
Dalam cerita asli, Zoe adalah seorang gadis yang dibesarkan dalam kemewahan oleh keluarga kaya, tetapi ternyata bukan anak kandung mereka. Zoe asli sering melakukan tindakan jahat dan kejam terhadap putri asli, membuat hidupnya menjadi menderita.
Karena tak ingin berakhir tragis, Zoe memilih mengubah alur ceritanya dan mencari orang tua kandungnya.
Yuk simak kisahnya!
Yang gak suka silahkan skip! Dosa ditanggung masing-masing, yang kasih rate buruk 👊👊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bakat Zoe Mulai Terlihat
Pagi hari, di lapangan sekolah.
Suasana cukup ramai. Beberapa siswa duduk di tribun pinggir lapangan, menonton latihan tim basket elit sekolah. Di tengah lapangan, terlihat Levi, dan geng basket mereka tengah serius berlatih. Di sisi lain lapangan, Ryder bersama beberapa pemain cadangan jadi lawan tanding mereka.
Di pinggir lapangan, Zoe berjalan tenang sambil membaca buku pelajaran. Kepala sedikit menunduk, langkah stabil. Seragam rapi, wajah tenang. Seolah tak peduli pada hiruk-pikuk latihan yang ada.
Jayden melirik ke arah Zoe yang berjalan tak jauh dari garis lapangan.
“Tuh anak sok pintar banget sih,” gumamnya kesal. “Liat aja nanti.”
Tiba-tiba Jayden berseru keras sambil mengambil ancang-ancang.
“Zoe!”
Seketika, ia melempar bola basket ke arah Zoe dengan cukup kuat dan sengaja menyasar kepala gadis itu.
Semua siswa yang melihat langsung berseru, ada yang tersenyum menunggu Zoe terkena bola.
“Kena!”
“Jayden, gila lo!”
“Woi!” teriak Ryder dan pemain lainnya.
Ryder yang melihat dari jauh langsung bergerak cepat, tapi bola terlalu jauh darinya. Ia hanya bisa berlari dan mengulurkan tangan, namun tak akan sempat.
Namun sebelum bola itu mengenai Zoe, tanpa mengangkat wajah dari bukunya, Zoe mengangkat satu tangan, dan menangkap bola basket itu dengan mudah.
Hap!
Hening.
Semua orang menatapnya dengan mulut terbuka. Zoe menatap bola sebentar, lalu mengangkat wajah dan menatap Jayden dengan ekspresi datar.
Tanpa berkata sepatah kata pun, Zoe memutar tubuhnya sedikit, dan melempar bola itu ke ring basket di ujung lapangan.
Suut!
Brak!
Bola masuk sempurna.
Hening berubah jadi gempar.
“Gila! Masuk!”
“Dia … dia gak liat bola itu tadi?!”
“Itu ... refleks apa dewa, sih?!”
“Zoe … bisa basket?!”
Guru olahraga yang berdiri di dekat tiang ring melongo.
Ryder yang sempat menahan napas akhirnya terkekeh dan menyilangkan tangan. “Ya ampun ... dia makin gila aja.”
Jayden melongo, wajahnya merah padam. Ia mencoba tertawa tapi terdengar kaku.
“Cuma hoki doang ... bukan apa-apa itu.”
Zoe menoleh ke arahnya, masih dengan ekspresi dingin. “Kalau mau main kasar, Jayden, pastikan otakmu gak kosong duluan. Atau minimal, jangan bikin diri sendiri kelihatan tolol di depan orang banyak.”
Ia menutup bukunya, lalu melanjutkan langkahnya tanpa menoleh ke belakang.
Para siswa langsung bersorak tertahan.
“Uuh! Pedes banget!”
“Kena mental tuh Jayden!”
“Zoe jago banget, sih?!”
Levi mengernyit sambil memperhatikan Zoe menjauh. Begitu juga Arya dan Arvan yang terlihat terpukau melihat kehebatan Zoe. Setahu mereka, Zoe tidak memiliki bakat apapun.
Arya bergumam. “Dia berubah.”
Arvan langsung mendengkus. "Halah! Paling juga itu kebetulan. Buat cari perhatian kita, kayak dulu-dulu itu."
Ryder hanya tersenyum simpul sambil menatap punggung Zoe. “Dan lo belum lihat apa-apa.”
Di sisi lapangan, Alicia terlihat mengepalkan tangannya.
***
Suasana cerah dan cukup ramai. Seluruh siswa kelas sedang berbaris di pinggir lapangan. Guru olahraga, Pak Jef, berdiri di depan sambil memegang peluit.
“Oke, anak-anak. Hari ini kita latihan basket. Tim putri duluan yang main, nanti tim putra menyusul. Yang cowok, pemanasan di sebelah sana, ya!”
Para murid putri mulai bergeser ke tengah lapangan, bersiap membentuk dua tim. Di barisan belakang, Arya dan Arvan menyikut satu sama lain, lalu mengangkat tangan.
“Pak! Tambahin Zoe ke dalam tim juga dong.”
“Iya, Pak. Biar seru. Masa yang jago banget pagi tadi gak main, sih?” sambung Arvan.
Nada suara mereka jelas meremehkan, tapi menyimpan tantangan.
Pak Jef melirik Zoe yang berdiri di samping Valen. “Zoe? Kamu mau ikut?”
Zoe menutup botol minumnya, wajah tenang.
“Kalau diperbolehkan, saya ikut, Pak.”
“Boleh banget. Kita lihat sejago apa kamu tadi pagi.” Pak Jef berkata sambil tersenyum tipis.
Sorakan dan bisik-bisik langsung terdengar dari siswa lain.
“Wah, bakal seru nih.”
“Zoe lawan Alicia?”
“Gak sabar lihat.”
Tim kini dibentuk.
Zoe bergabung dengan tim lawan Alicia. Di pinggir lapangan, Arya, Arvan, Jayden dan Levi menyemangati Alicia.
“Semangat, Licia! Kasih tahu dia siapa ratu lapangan ini!” seru Arvan..
“Jangan kasih ampun!” sambung Jayden.
Sementara itu, di sisi seberang, Ryder menyilangkan tangan dan bersandar di pagar, matanya tertuju pada Zoe.
Ryder bergumam pelan. "Tunjukkan ke mereka, siapa kamu sebenarnya.”
Peluit ditiup. Permainan dimulai.
Alicia dengan lincah menggiring bola ke tengah. Teman-temannya mengoper dengan akurat. Ia berhasil mencetak dua poin pertama, membuat para pendukung bersorak.
“Itu baru adik gue!” teriak Arya bangga menatap sinis Zoe.
Sekarang giliran tim Zoe. Teman Zoe mengoper bola padanya. Zoe menerima bola dengan santai, menggiring dengan cepat, lalu melesat melewati dua pemain lawan dengan gerakan cekatan dan anggun.
Valen yang satu tim dengannya berteriak, kagum. “Woi! Keren banget lo, Zo!”
Zoe tak menjawab. Ia langsung men-dribble dan memutar badan, membuat Alicia kebingungan menjaga arah. Dengan sekali lompatan, Zoe melayangkan bola dari luar garis tiga poin.
Shut!
Bola masuk.
Semuanya bersorak keras.
“Tiga poin?!”
“Bagaimana bisa Zoe melakukan itu?!”
“Dia ... dia mainnya kayak atlet!”
Alicia terlihat syok. Ia menatap Zoe, tak percaya Zoe yang selama ini ia kenal, kini begitu lincah dan jago.
Pak Jef bersiul, mengangguk-angguk. “Pantas kamu bikin aku penasaran, Zoe. Gerakanmu bersih banget.”
Arya dan Arvan melongo. Mereka saling pandang, lalu menatap Zoe yang kembali ke posisi dengan ekspresi datar.
Arya berkata pelan, “Gue gak ngerti lagi. Itu cewek siapa sih sebenarnya?”
“Zoe yang dulu ... gak kayak gitu. Dia itu bodoh.”
Sementara itu, Ryder hanya menyeringai di pinggir lapangan. “Baru pemanasan ...”
Beberapa menit berlalu. Skor tinggi di tim Zoe.
Saat Zoe mulai menggiring bola menuju ring lawan, Alicia tiba-tiba berusaha mengejar dari belakang.
Tepat saat Zoe bergerak melewati Alicia, Alicia tiba-tiba.
Bruk!
“Awww!” Alicia memekik, tangannya menahan lututnya. “Kak Zoe, kenapa dorong aku?”
Semua orang langsung berhenti. Arya dan Arvan berdiri dari tempat duduk mereka, wajah murka.
“Woi! Gila lo zoe?!”
“Lo emang gak berubah ya, lagi-lagi Lo sakitin Alicia. Alicia benar apa yang dikatakan semalam. Kalau Lo jahat!”
Beberapa siswa berlari ke tengah lapangan, namun sebelum mendekat, Ryder lebih dulu berdiri dan berjalan cepat ke tengah.
Ryder berkata dingin. “Gue ada di sini dari awal. Zoe gak nyentuh Alicia sama sekali.”
Arya yang emosi langsung menunjuk Zoe. “Bohong! Lo cuma belain dia!”
Levi ikut berbicara. “Gue liat sendiri tadi Alicia jatuh karena—”
Pak Jef menyela, tegas. “Cukup!”
Semua terdiam. Pak Jef mendekat ke tengah, memandangi Alicia yang masih duduk di lantai, lalu menatap Zoe.
"Kalian jangan ribut seperti ini!"
Ia menoleh ke arah Alicia yang masih menggigit bibir dan pura-pura kesakitan.
“Saya lihat jelas dari posisi saya. Zoe gak menjegal siapa pun. Alicia, kamu jatuh sendiri.” Pak Jef berkata dengan suara tegas.
Alicia terdiam.
“Olahraga itu bukan tempat untuk drama, apalagi mencederai orang lain demi simpati. Mulai sekarang, siapa pun yang bermain curang akan saya keluarkan dari lapangan. Jelas?” lanjut pak Jef.
Arya dan Arvan menunduk. Alicia perlahan berdiri, wajahnya merah. Sedangkan teman sekelas mereka, tentu terkejut melihat sikap Alicia yang tidak seperti biasanya. Atau selama ini hanya topeng?
ayo Thor lebih semangat lagi up-nya 💪 pokoknya aq padamu Thor 🤭