NovelToon NovelToon
The Painters : Colour Wars

The Painters : Colour Wars

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sci-Fi
Popularitas:866
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Rahmad Ajie, seorang mekanik body & paint di Jakarta, tak pernah mengira hidupnya berubah drastis karena ledakan cat radioaktif. Tubuhnya kini mampu mengeluarkan cat dengan kekuatan luar biasa—tiap warna punya efek mematikan atau menyembuhkan. Untuk mengendalikannya, ia menciptakan Spectrum Core Suit, armor canggih yang menyalurkan kekuatan warna dengan presisi.

Namun ketika kota diserang oleh Junkcore, mantan jenius teknik yang berubah menjadi simbol kehancuran lewat armor besi rongsoknya, Ajie dipaksa keluar dari bayang-bayang masa lalu dan bertarung dalam perang yang tak hanya soal kekuatan… tapi juga keadilan, trauma, dan pilihan moral.

Di dunia yang kelabu, hanya warna yang bisa menyelamatkan… atau menghancurkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Retakan di dalam neraka

“Lanjutkan injeksi Z-13. Kita harus melihat respon tubuhnya terhadap ekstraksi pigmen warna primer.”

Suara dingin dari salah satu ilmuwan Altheron menggema dalam ruangan uji klinis bawah tanah. Ajie, tergolek di atas ranjang besi dengan belenggu energi yang menyala biru di pergelangan dan kakinya, hanya bisa menatap ke atas. Langit-langit logam. Suara mesin mendesis. Aroma antiseptik menusuk hidungnya.

Ia tahu... ini bukan rumah sakit. Ini laboratorium. Ia bukan pasien. Ia objek.

“Pengecekan reaksi neurologis. Persiapan transfer data melalui Neural Map 4.1.”

Seutas kabel masuk ke belakang kepalanya. Nyeri menjalar ke tulang belakangnya. Mata Ajie terbelalak sesaat, napasnya tersedak. Tapi ia menolak teriak.

“Dia bertahan lebih lama dari subjek sebelumnya,” gumam seorang peneliti muda, memeriksa layar holografik.

Cain berdiri di belakang dinding kaca tebal. Tangan bersilang, wajah tenang, tapi sorot matanya tajam. Di sebelahnya, Ratna—yang kini dalam pakaian sipil—menatap penuh waspada. Tak ada helm Junkcore. Hanya Ratna yang lelah tapi berjaga-jaga.

“Jangan beri jeda. Dorong tubuhnya ke batas,” ujar Cain datar. “Kita butuh tahu bagaimana zat cat itu berevolusi di dalam tubuh manusia. Kalau perlu… buat dia marah.”

Peneliti ragu. “Tapi, Direktur… zat dalam darahnya sudah menunjukkan ketidakstabilan. Jika kita terlalu memaksa—”

“Kalau dia mati, kita buat yang baru,” potong Cain. “Tapi kalau dia hidup… kita menciptakan senjata paling kuat dalam sejarah.”

Ajie mendengar semua itu. Dan saat itu juga, pikirannya membara.

Ia mengingat wajah ibunya. Tangan ayahnya yang kasar. Suara Faisal yang bercanda memanggilnya “Paint Man”. Melly yang menyodorkan armor itu sambil tersenyum sinis. Dunia yang dulu kelabu—sekarang mulai terang. Tapi di sini… warna-warni itu sedang diacak-acak.

Dan Ajie… muak.

 

“Warning. Deteksi lonjakan biomassa.”

Lampu ruangan mulai bergetar. Mesin-mesin mendengung tak stabil. Kabel di kepala Ajie menjerit seolah terbakar dari dalam.

“Dia… dia mengubah struktur sinapsenya!” teriak salah satu teknisi. “Zat cat dalam darahnya merespons emosi lagi!”

Cain memajukan badan. “Biarkan. Lihat sampai mana dia bisa menahan.”

Tapi yang terjadi berikutnya… melampaui ekspektasi siapa pun.

Belenggu energi di tangan Ajie… meleleh. Bukan hancur. Tapi dicairkan—oleh warna.

Merah.

Seolah cat itu memanaskan hingga melelehkan struktur molekul pengikatnya.

Kemudian suara terdengar…

“Aku bukan bahan uji kalian.”

Ajie perlahan duduk. Kedua matanya memancarkan cahaya pelangi samar. Bukan karena lampu. Tapi dari dalam dirinya sendiri. Mesin-mesin mulai berkedip. Sirene berbunyi.

“Kode Merah! Kode Merah! Subjek melarikan diri dari Protokol-4!”

Ajie berdiri. Kabel-kabel putus. Lantai bergetar. Ia mengepalkan tangan, dan dari pori-porinya, warna ungu pekat memancar, menyelimuti tangannya seperti sarung tangan cair.

“Kalau kalian mau main eksperimen… ayo kita mainkan warnanya.”

Ia menghantam dinding kaca tebal yang memisahkannya dengan ruang pengawasan. Retakan muncul. Kedua kalinya… hancur berkeping-keping.

Para penjaga berseragam hitam masuk. Senjata diarahkan.

Ajie melompat—dan meluncur di udara seperti diseret semburan cat biru dari punggungnya. Ia menghantam dua penjaga, lalu memutar tubuh—memecah lampu dengan semburan oranye keras dari telapak tangan.

Ruang uji klinis berubah jadi medan seni liar berbahaya. Warna meledak di setiap sudut—merah menyala membakar tembok, hijau membuat senjata musuh lengket dan tak berfungsi, kuning membutakan sementara.

Cain mundur sambil menekan ear-comm-nya. “Aktifkan Protokol Penahanan Besi. Segel semua jalur keluar. Kirim drone!”

Di tengah kabut tebal hutan pinus Jerman, dua sosok membungkuk di balik reruntuhan bunker tua, tepat di pinggir kawasan Pegunungan Harz.

Faisal mengatur nafasnya, napas membentuk uap di udara dingin. “Gue lupa kalau Eropa bisa sedingin pantat freezer begini…”

Melly, yang sudah mengganti jaketnya dengan lapisan pelindung ringan khas Torque Queen, hanya menyeringai. “Fokus, Sal. Kita udah deket. Ini cuma satu bukit lagi dari pagar perimeter luar markas Altheron.”

Dari ranselnya, Melly mengeluarkan pemetaan 3D holografik yang mereka curi dari drone Altheron dua hari lalu. Proyeksi membentuk bangunan bawah tanah berbentuk segi delapan, dengan dua pintu masuk utama—satu melalui lorong tambang tua, satu lagi langsung dari hanggar udara rahasia.

“Ajie kemungkinan besar ditahan di level empat, bagian paling bawah,” jelas Melly.

Faisal mengangguk, meski wajahnya mulai pucat. “Dan kita mau masuk… lewat mana?”

“Lorong tambang tua. Tidak dijaga, tapi penuh jebakan.”

“Ya bagus. Gue suka tempat-tempat yang bisa bikin kaki copot.”

Melly menatap sahabatnya, lalu menepuk pundaknya. “Gue janji, kita keluar bareng. Tapi Ajie harus kita ambil malam ini juga. Kalau Cain sempat mengekstrak data cat itu dari tubuhnya… dia bisa bikin pasukan warna-warni pembunuh.”

Faisal mendengus. “Dunia belum siap sama pasukan ‘Power Cat Rangers’ buatan korporat.”

Keduanya bersiap. Di kejauhan… lampu pangkalan Altheron mulai terlihat samar di balik pepohonan. Langit gelap. Tapi malam ini, dua sekutu lama siap menembus jantung sarang neraka.

Faisal mengecek senter UV dan alat pemutus medan listrik. “Tiga menit sebelum patroli drone berikutnya lewat.”

Melly mengenakan helm Torque Queen.

“Tiga menit cukup. Kita cuma butuh satu celah buat masuk… dan bikin kekacauan besar.”

bersambung.....

1
lalakon hirup
suka di saat tokoh utama nya banyak tingkah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!