Hubungan antara dua orang yang saling mencintai tentu saja akan lebih membahagiakan jika ada restu kedua orang tua di dalamnya. Namun, bagaimana akhirnya jika setelah semua usaha dilakukan, tapi tetap saja tidak ada kata restu untuk hubungannya?
Ini tentang Arasellia. Gadis dari kalangan biasa yang selalu kesulitan mendapatkan restu dalam setiap menjalin hubungan.
"Kalau pada dasarnya mereka udah nggak suka sama aku, mau aku kasih mereka uang semiliar juga nggak akan mengubah apa pun."
"Kalau misal berubah, emang kamu punya uang semiliar?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vin Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa?
Sang surya telah kembali ke peraduannya ketika mobil Darma berhenti di depan sebuah tempat les. Hanya selang beberapa menit, seorang remaja yang masih mengenakan seragam putih biru membuka pintu mobil dan duduk di jok sebelah laki-laki itu.
"Tumben banget Mas Darma langsung yang jemput. Biasanya nyuruh Cahyo," kata Bima sembari membuka botol minumnya. Selain karena haus, dia juga ingin mendinginkan kepalanya yang serasa habis dibakar usai mengikuti try out untuk persiapan ujian kelulusan pada semester berikutnya.
"Cahyo nganter Silvia ke Jogja," jawab Darma, lalu menjalankan mobilnya.
"Serius? Pulangnya minta beliin Bakpia Tugu, ah." Remaja itu langsung mengambil ponselnya dan mengirim pesan untuk kakak perempuannya.
Setelahnya hanya suara game online dari ponsel Bima yang memenuhi mobil. Berulang kali ia memekik kesal karena jagoannya kalah bertarung. Hingga akhirnya rasa lapar menderanya, Bima memutuskan untuk memasukkan ponselnya ke dalam tas kemudian menatap kakaknya dengan cengiran khasnya.
"Mas, nanti di depan ada restoran, belok, ya."
"Ogah! Makan di rumah aja lebih sehat."
"Dihhh!" Bima mencibir. "Kayak sendirinya suka makan di rumah aja. Ayolah, tadi pagi nilai ulangan biologiku jelek. Aku butuh tenaga buat ngasih tahu mama."
"Dapet berapa emang?" Darma melirik sekilas.
"Lima."
"Ouh, ya udah."
"Ya, udah apa, nih?" Bima memasang raut curiga. Apalagi ia tadi sempat melihat salah satu sudut bibir kakaknya terangkat.
"Ya, udah biar nanti aku aja yang lapor ke mama begitu sampe rumah. Biar kamu langsung kena omel. Hahaha ...." Darma tertawa puas di penghujung kalimatnya. Melihat saudara sendiri dimarahi orang tua, apalagi jika yang memarahi ibu memang memiliki kesenangan tersendiri.
"Maassss!" Bima merengek. Tangannya sudah menarik-narik lengan kemeja putih yang dipakai Darma. "Jangan gitu, dong. Bukannya meringankan malah menambah beban. Ingat Mas Darma sering aku bantuin buat kabur dari cewek-cewek nggak jelas yang dijodoh-jodohkan mama sama oma."
"Dasar pamrih!" Darma mendengkus kesal. Meskipun begitu, ia belokkan juga mobilnya ke sebuah restoran yang tadi dimaksud Bima.
Senyum sumringah seketika tercetak di wajah manis Bima. Suasana ramai menyambut keduanya begitu memasuki restoran fast food yang selalu didominasi oleh anak muda.
"Mas, aku dibayarin, 'kan?"
"Iya, mau makan apa kamu?"
"Burger, es krim, sama kent—"
"Eh, oma telpon," potong Darma. "Kamu pesenin buat dua orang, ya. Samain! Bayarnya pake uangmu dulu nanti aku ganti." Laki-laki itu kini sudah melipir ke luar restoran karena suara di dalam terlalu berisik, tanpa memedulikan dengkusan kesal dari mulut Bima.
Darma segera menggeser ikon hijau yang tertera di layar begitu sampai di area yang cukup sepi. Tidak lama sebab neneknya hanya mengatakan ingin dia menemui wanita tua itu. Persis seperti yang dikatakan ayahnya pagi tadi.
"Ra! Araaaa ...."
Suara yang memanggil nama seorang gadis yang akhir-akhir ini familiar di telinganya membuat Darma menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri. Matanya sedikit melebar tatkala melihat pasangan kekasih yang kemarin juga sempat bersitegang di hadapannya kini berada tidak jauh darinya.
Tanpa berkedip, Darma terus menatap setiap pergerakan Ara yang kini mulai menghidupkan motornya sampai akhirnya gadis itu melintas di depannya.
"Maaasss, oy!"
Panggilan Bima berhasil mengalihkan perhatian Darma. Laki-laki itu lantas melangkahkan kakinya mendekati sang adik dengan tatapan masih tertuju pada motor Ara yang perlahan lenyap dari pandangannya.
"Liatin apa, sih? Kesambet baru tahu," ujar Bima mengikuti arah pandang kakaknya. Namun, ia tidak menemukan sesuatu yang menarik.
"Bukan apa-apa. Udah sini duduk." Darma yang sudah mendaratkan bokongnya di sebuah kursi yang baru saja dibersihkan pelayan meminta Bima mengikutinya.
Mengambil burger yang baru saja ditaruh di meja, Darma mengunyah roti berisikan patty, sayuran, serta keju mozzarella itu dengan pikiran tertuju pada gadis yang baru saja ia lihat. Keningnya mengerut samar menerka-nerka apa yang terjadi pada Ara.
Kenapa lagi itu anak?
jujur aku seneng omanya mati
🙈🙈🙈