NovelToon NovelToon
Dinikahi Sang Duda Kaya

Dinikahi Sang Duda Kaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Duda / Nikah Kontrak / Berbaikan
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Savana Liora

​Kiana Elvaretta tidak butuh pangeran. Di usia tiga puluh, dia sudah memiliki kerajaan bisnis logistiknya sendiri. Baginya, laki-laki hanyalah gangguan—terutama setelah mantan suaminya mencoba menghancurkan hidupnya.

​Namun, demi mengamankan warisan sang kakek, Kiana harus menikah lagi dalam 30 hari. Pilihannya jatuh pada Gavin Ardiman, duda beranak satu yang juga rival bisnis paling dingin di ibu kota.

​"Aku tidak butuh uangmu, Gavin. Aku hanya butuh statusmu selama satu tahun," cetus Kiana sambil menyodorkan kontrak pra-nikah setebal sepuluh halaman.

​Gavin setuju, berpikir bahwa memiliki istri yang tidak menuntut cinta akan mempermudah hidupnya. Namun, dia salah besar. Kiana tidak datang untuk menjadi ibu rumah tangga yang penurut. Dia datang untuk menguasai rumah, memenangkan hati putrinya yang pemberontak dengan cara yang tak terduga, dan perlahan... meruntuhkan tembok es di hati Gavin.

​Saat g4irah mulai merusak klausul kontrak, siapakah yang akan menyerah lebih dulu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Liora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

​Bab 18: Mengusir Hama dengan Elegan

​"Prok.Prok.Prok."

​Suara tepuk tangan yang lambat dan berirama memecah ketegangan di ruangan itu.

​Kiana berdiri di ambang pintu, menyandarkan bahunya ke kusen dengan santai. Kunci mobil masih bergelayut di jari telunjuknya, berputar pelan. Wajahnya tidak menunjukkan amarah yang meledak-ledak, melainkan senyum tipis yang sarat akan cemoohan.

​"Wah, dramatis sekali adegannya," ucap Kiana, suaranya tenang namun tajam, menusuk keheningan seperti jarum. "Aktingnya totalitas. Butuh saya panggilkan ambulans untuk ke UGD, atau butuh uang pesangon biar pingsannya sembuh?"

​Gavin, yang seolah tersengat listrik, langsung mendorong tubuh Bella menjauh darinya. Tidak ada kelembutan dalam gerakan itu. Gavin risih setengah mati.

​"Kiana! Dengar dulu," Gavin mengangkat kedua tangannya, wajahnya pias. "Dia tiba-tiba ambruk. Saya cuma refleks menahan biar nggak jatuh ke lantai."

​Bella, yang terdorong kasar hingga terhuyung dan harus berpegangan pada tepi meja kerja, mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia buru-buru memasang wajah memelas, memegangi kepalanya seolah benar-benar sakit.

​"Aduh... Bu Kiana..." rintih Bella dengan suara dibuat-buat lemas. "Maaf... kepala saya tiba-tiba pusing banget. Gelap semua rasanya. Untung ada Pak Gavin..."

​"Oh, pusing?" Kiana melangkah masuk perlahan. Hak sepatunya beradu tegas dengan lantai marmer. Tak.Tak.Tak.

​Dia berhenti tepat di depan Bella, menatap wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan merendahkan yang brutal.

​"Saya sering lihat gejala seperti ini di kantor," kata Kiana datar. "Biasanya bukan karena sakit medis. Tapi karena virus 'gatal' dan 'caper' yang menyerang saraf malu."

​Wajah Bella memerah padam, kontras dengan bedak tebalnya. "Ibu kok bicara begitu? Saya ini tamu lho. Saya guru les anak Ibu."

​"Mantan guru les," koreksi Kiana cepat.

​Kiana tidak memberi kesempatan Bella untuk membela diri. Dia mengeluarkan ponselnya, menekan panggilan cepat, dan menyalakan mode loudspeaker.

​"Halo, Bu Kiana?" suara wanita dari seberang telepon terdengar. Itu suara manajer Smart Nova Bright Agency.

​"Mbak Novi," sapa Kiana lantang, matanya terkunci pada wajah Bella yang mulai panik. "Saya mau komplain soal tenaga pengajar yang Mbak kirim. Namanya Bella."

​"Oh? Kenapa, Bu? Apa metodenya kurang cocok?"

​"Sangat tidak cocok," jawab Kiana dingin. "Dia datang ke rumah saya memakai rok yang lebih pendek dari nalar sehatnya. Dan bukannya mengajar anak saya di ruang belajar, saya malah menemukan dia sedang berusaha memeluk suami saya di ruang kerja dengan alasan pingsan palsu."

​Hening sejenak di seberang telepon.

​"Ya ampun! Bu Kiana, saya... saya minta maaf sekali!" suara manajer itu terdengar panik. "Itu pelanggaran kode etik berat! Kami tidak menoleransi perilaku tidak profesional seperti itu!"

​"Bagus. Saya harap dia tidak dikirim ke rumah tangga lain. Kasihan kalau ada istri yang tidak sekuat mental saya, bisa-bisa rumah tangganya hancur karena hama seperti ini," sindir Kiana.

​"Kami akan proses sanksinya segera, Bu. Sekali lagi mohon maaf!"

​Kiana mematikan sambungan telepon. Dia menatap Bella yang kini wajahnya pucat pasi, bukan karena pingsan, tapi karena kariernya baru saja tamat.

​"Dengar itu?" tanya Kiana. "Kamu dipecat. Dan saya pastikan reputasi kamu di agensi manapun di Jakarta akan saya tandai merah."

​"Ibu jahat banget!" Bella mulai menangis, kali ini air mata buaya yang bercampur kemarahan. "Saya cuma butuh kerjaan! Suami Ibu aja yang kegantengan, wajar dong saya naksir!"

​"Naksir itu hak asasi. Tapi menggoda suami orang di rumah istrinya itu cari mati," balas Kiana.

​Kiana membuka dompetnya, mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan. Dia tidak menghitungnya. Dia menggulungnya asal, lalu menyodorkannya ke dada Bella.

​"Ini gaji kamu untuk satu jam yang tidak berfaedah tadi. Plus ongkos taksi. Ambil."

​Bella menatap uang itu, harga dirinya hancur lebur. Tapi dia butuh uang itu. Dengan tangan gemetar, dia menyambar uang dari tangan Kiana.

​"Sekarang keluar. Pintu ada di sana," Kiana menunjuk pintu utama dengan dagunya. "Jangan sampai Alea lihat kamu lagi. Saya nggak mau mata anak saya terkontaminasi."

​Bella menghentakkan kakinya, menyambar tasnya yang tergeletak di sofa, lalu berjalan cepat keluar rumah sambil menunduk menahan malu.

​"Dasar nenek lampir!" gumam Bella pelan saat melewati Kiana.

​"Terima kasih pujiannya!" balas Kiana lantang.

​BLAM!

​Pintu depan tertutup. Hening kembali menguasai ruangan.

​Gavin masih berdiri mematung di dekat mejanya, menatap Kiana dengan campuran rasa takjub dan takut. Dia baru saja menyaksikan pembantaian verbal yang sangat efisien. Tidak ada jambak-jambakan, tidak ada air yang disiram, tapi dampaknya mematikan.

​Kiana menghela napas panjang, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Dia menoleh ke arah Gavin.

​"Kamu," tunjuk Kiana. "Lain kali kalau ada perempuan pingsan di depanmu, biarkan dia jatuh. Lantai rumah ini marmer keras, sekali bentur pasti langsung sadar. Nggak usah sok jadi pahlawan."

​"Saya kaget, Kia," bela Gavin, mengusap tengkuknya yang merinding. "Refleks."

​"Refleks kamu perlu dilatih ulang," dengus Kiana. "Alea mana?"

​"Di dapur. Ambil minum katanya."

​"Bagus. Panggil dia. Kita lanjut belajar."

​"Lanjut? Sama siapa?" Gavin bingung. "Gurunya barusan kamu usir."

​Kiana meletakkan tas kerjanya di sofa, lalu menggulung lengan kemejanya sampai siku. Dia melepas jam tangannya, meletakkannya di meja. Aura boss lady-nya keluar sepenuhnya.

​"Sama saya," jawab Kiana mantap. "Kalau cari guru yang benar, susah, biar saya yang turun tangan. Matematika itu cuma logika. Dan nggak ada yang lebih logis daripada pebisnis."

​Lima menit kemudian, ruang tengah disulap menjadi area belajar darurat.

​Alea duduk di karpet dengan wajah cemberut, buku matematika terbuka di depannya. Gavin duduk di sofa di belakangnya, bertugas sebagai seksi konsumsi yang menyediakan potongan buah dan susu. Kiana duduk bersila di depan Alea, memegang spidol dan papan tulis kecil milik Alea.

​"Pecahan itu susah, Tante!" rengek Alea, melempar pensilnya. "Tiga perempat dikali setengah itu berapa? Kenapa angkanya harus dibagi-bagi sih? Pusing!"

​"Itu karena kamu bayanginnya angka mati," kata Kiana santai. Dia menghapus rumus njelimet di papan tulis. "Sekarang bayangkan ini uang."

​Mata Alea berkedip. "Uang?"

​"Iya. Uang jajan kamu," Kiana menggambar lingkaran besar di papan. "Ini pizza utuh. Harganya seratus ribu. Kalau kamu makan setengah, sisa uang pizzanya berapa?"

​"Lima puluh ribu," jawab Alea cepat.

​"Pintar. Sekarang, kalau Papa minta seperempat bagian dari sisa pizza kamu itu, berapa duit yang harus Papa bayar ke kamu?"

​Alea berpikir sejenak. "Setengahnya lima puluh ribu... seperempatnya berarti setengah dari lima puluh ribu... Dua puluh lima ribu!"

​"Tepat!" seru Kiana, menulis angka 25.000 di papan. "Lihat? Pecahan itu cuma soal bagi hasil. Soal diskon. Soal untung rugi."

​Kiana menulis soal lain. 1/2 x 50%.

​"Sekarang ganti ke diskon. Kamu mau beli tas seharga satu juta. Tokonya kasih diskon 50 persen. Terus karena kamu cantik, Tante kasih diskon tambahan setengah dari harga diskon itu. Berapa yang harus kamu bayar?"

​Alea langsung semangat. Kalau soal belanja, otaknya encer.

​"Diskon 50 persen dari sejuta itu lima ratus ribu," gumam Alea, jarinya menghitung di udara. "Terus dikasih diskon lagi setengahnya... berarti dua ratus lima puluh ribu!"

​"Benar! Jadi 1/2 dikali 50% itu sama dengan 25% atau seperempat harga asli. Gampang kan?"

​Alea melongo menatap papan tulis. Rumus yang tadi terlihat seperti cacing kepanasan di matanya, tiba-tiba menjadi sangat masuk akal.

​"Ih, kok gampang?" Alea takjub. "Tadi Miss Bella jelasinnya pakai penyebut sama pembilang, aku nggak ngerti!"

​"Miss Bella itu sibuk hitung kancing bajunya sendiri, makanya nggak fokus," sindir Kiana. "Matematika sekolah itu membosankan karena nggak ada cuan-nya. Kalau ada cuan-nya, otak manusia otomatis jadi kalkulator."

​Gavin yang menonton dari sofa tertawa kecil. Dia geleng-geleng kepala. Istrinya ini benar-benar ajaib. Dia mengajarkan matematika kelas 1 SD dengan pendekatan CEO.

​"Coba Papa tes," Gavin ikut-ikutan, mencondongkan tubuh ke depan. "Kalau Papa punya lima apel, diminta Tante Kiana dua, sisanya berapa?"

​Alea menatap Papanya dengan tatapan kasihan. "Papa, itu soal anak TK. Jawabannya tiga."

​"Salah," potong Kiana cepat.

​Gavin dan Alea menoleh bingung. "Kok salah? Lima kurang dua kan tiga?"

​"Dalam bisnis, itu salah," Kiana menyeringai. "Kalau Papa punya lima apel, dan Tante minta dua, Tante nggak akan minta gratis. Tante akan bayar dua apel itu dengan harga premium, plus Tante olah jadi jus apel dan jual lagi ke Papa dengan harga dua kali lipat. Jadi sisa apel Papa memang tiga, tapi uang Tante bertambah."

​Gavin terbahak-bahak. "Ya ampun, Ki. Jangan racuni otak anak saya jadi kapitalis sejak dini."

​"Biarin! Biar kaya!" bela Alea, mulai menikmati suasana. "Lagi, Tante! Soal yang susah! Yang ada duitnya!"

​Malam itu, ruang tengah mansion Ardiman yang biasanya sepi dan kaku, dipenuhi suara tawa dan perdebatan seru soal angka.

​Tidak ada gadget. Tidak ada TV.

​Hanya ada Gavin yang sesekali melemparkan tebakan konyol, Kiana yang menjelaskan dengan sabar (dan sedikit galak kalau Alea mulai malas), serta Alea yang untuk pertama kalinya merasa belajar itu seru.

​Mereka bertiga duduk melingkar di karpet. Bahu Gavin bersentuhan dengan bahu Kiana. Alea duduk di antara kaki Gavin, bersandar nyaman di dada ayahnya sambil mendengarkan penjelasan Kiana.

​Tanpa mereka sadari, mereka terlihat seperti keluarga sungguhan. Keluarga yang utuh.

​"Oke, soal terakhir sebelum tidur," kata Kiana, melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam. "Kalau kamu punya tabungan satu juta, terus kamu mau beli saham perusahaan Papa satu lembar harganya seratus ribu. Kamu bisa beli berapa lembar?"

​"Sepuluh!" jawab Alea lantang tanpa ragu.

​"Bagus. Dan kalau saham Papa naik sepuluh persen besoknya, uang kamu jadi berapa?"

​Alea mengerutkan kening, berpikir keras. Lidahnya sedikit keluar di sudut bibir, kebiasaan lucu saat dia sedang konsentrasi penuh. Kiana menatap wajah serius itu dengan senyum tipis. Anak ini cerdas, hanya butuh metode yang tepat.

​"Satu juta seratus ribu?" jawab Alea ragu-ragu.

​"Sempurna!" Kiana bertepuk tangan. "Tos dulu!"

​Alea melakukan high-five dengan Kiana kencang-kencang. "Yesss! Aku pintar!"

​"Jelas dong, anak siapa dulu," Gavin mencubit pipi Alea gemas. "Anak Papa."

​"Anak Tante Kiana juga dong, kan Tante yang ngajarin," celetuk Alea polos.

​Gavin dan Kiana saling pandang sejenak. Ada desiran hangat yang mengalir di antara tatapan mereka, tapi buru-buru diputus oleh Kiana yang salah tingkah.

​"Udah, udah. Sekarang bereskan bukunya. Waktunya tidur. Besok sekolah," perintah Kiana sambil mulai menumpuk buku-buku.

​Alea membereskan alat tulisnya dengan patuh. Dia merasa sangat puas hari ini. Musuhnya di sekolah kalah, guru les genit diusir, dan dia bisa matematika.

​Rasa kantuk mulai menyerang. Alea menguap lebar. Dia merangkak mendekati Kiana untuk menyerahkan pensil yang jatuh di dekat kaki wanita itu.

​Suasana sangat nyaman dan hangat. Aroma parfum Kiana yang lembut tercium menenangkan.

​Tanpa sadar, alam bawah sadar Alea yang merindukan sosok ibu mengambil alih.

​"Makasih ya udah ajarin Alea..." gumam Alea sambil menyandarkan kepalanya sebentar di lengan Kiana. "Makasih, Ma..."

​Hening.

​Dunia seakan berhenti berputar.

​Tangan Kiana yang sedang memegang buku membeku di udara.

​Gavin yang sedang minum susu, tersedak pelan.

​Mata Alea terbuka lebar seketika. Kesadarannya kembali penuh. Dia baru saja memanggil wanita itu 'Mama'. Kata keramat yang tidak pernah dia ucapkan untuk siapa pun sejak ibunya meninggal.

​Wajah Alea memerah padam karena malu dan panik. Dia buru-buru menarik kepalanya menjauh, duduk tegak dengan kaku.

​"M-maksudnya... Tante..." ralat Alea terbata-bata, matanya bergerak gelisah, takut Kiana marah atau Gavin tersinggung. "Maksud Alea... makasih, Tante Kiana. Lidah Alea keseleo."

1
shenina
Alea; auntie Kiana is my superhero 👏😍
shenina
ceritanya bagus 👍👍🤩
shenina
kiana.... selamatkan gavin dari wewe gombel.... 🤣🤣🤣🤣
Nor aisyah Fitriani
lanjuttt
Savana Liora
mantap kak
Savana Liora
asiaaapp
Nor aisyah Fitriani
uppp teruss seharian cuma nungguin kirana
Nischa
yeayyy akhirnya kiana sadar juga dengan perasaan nyaaa, uhhh jadi ga sabar kelanjutannya😍
Savana Liora
😄😄😄 iya, mantap kiana ya
shenina
😍😍
shenina
woah badass kiana 👍👍
shenina
🤭🤭
Savana Liora: halo. terimakasih udah baca
total 1 replies
shenina
👍👍
Savana Liora: makasih ya 😍😍
total 1 replies
Savana Liora
hahahaha
Nor aisyah Fitriani
upp teeuss thorr baguss
Savana Liora: asiaaap kk
total 1 replies
Nischa
lanjut thorr, ga sabar kelanjutannya🥰
Savana Liora: sabar ya. lagi edit edit isi bab biar cetar
total 1 replies
Nischa
cieee udah ada rasa nih kyknya, sekhawatir itu sm Gavin😄
Savana Liora: hahahaha
total 1 replies
Nor aisyah Fitriani
upp kak cerita nya baguss
Savana Liora: bab 26 udah up ya kak
total 1 replies
Nor aisyah Fitriani
baguss bangett
Savana Liora: makasih kak.😍 selamat membaca ya
total 1 replies
Feni Puji Pajarwati
mantap Thor...ceritanya gak kaleng2...maju terus buat karya nya...semangat...
Savana Liora: terima kasih supportnya kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!