Ditipu tidak membuat kadar cintanya berkurang malah semakin bertambah, apalagi setelah tau kejadian yang sebenarnya semakin menggunung rasa cintanya untuk Nathan, satu-satunya lelaki yang pernah memilikinya secara utuh.
Berharap cintanya terbalas? mengangankan saja Joana Sharoon tidak pernah, walaupun telah hadir buah cinta.. yang merupakan kelemahan mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
◉ 18
"Apa yang biasa kau lakukan saat libur, Joana?"
Joana bersama Nathan kini berada di balkon. Keduanya duduk di kursi yang sama, menikmati sarapan sambil memandang kota Bern.
"Bersantai seharian di apartemen sambil menonton televisi atau membaca novel." Joana menjawab dengan senyuman yang senantiasa mengembang di wajahnya.
Nathan cukup terkejut dengan jawaban Joana. Dari segi penampilan, Joana terlihat modis. Pikirnya, selain gemar membaca, Joana seperti gadis pada umumnya yang kerap menyempatkan diri untuk bersenang-senang, seperti berbelanja, atau berlama-lama berada di salon untuk memanjakan diri. Ternyata Joana tidak seperti itu. Joana berbeda dan itu menjadi nilai plus di mata Nathan.
Setelah dipikir-pikir, selama menjalin hubungan pertemanan, ia belum pernah mempertanyakan apa yang disukai atau yang tidak disukai Joana kecuali makan favorit yang diketahuinya itupun Joana sendiri yang memberitahunya secara tidak langsung. Termasuk kebiasaan gadis itu yang baru diketahuinya.
"Seharian membaca novel romantis, sambil membayangkan visual pria yang menjadi tokoh fiksi tersebut."
Joana tertawa lepas. Ucapan Nathan benar. Seperti itulah kebiasaannya di hari libur. Apalagi jika ia mode khilaf, ia akan lupa dengan waktu. "Kenapa kau bisa mengetahuinya? Menghalu adalah cara efisien untuk menghilangkan kejenuhan. Itu fakta. "
"Dan tidak baik jika berlebihan, " tambah Nathan. "Setelah sarapan, kau bersiaplah. Aku akan mengajakmu berkencan."
"Berkencan, hanya dilakukan oleh sepasang kekasih. Kita bukan sepasang kekasih, Nathan."
"Anggap saja seperti itu. Tidak ada ruginya kau berkencan denganku. Kau akan merasa di untungkan. Sekarang habiskan sarapanmu."
Pada akhirnya, Joana menerima ajakan Nathan. Gadis itu bersiap setelah menghabiskan sarapan, kemudian keduanya keluar dari apartemen.
"Kau belum jawab pertanyaanku. Katakan, kita mau pergi kemana?" Kini keduanya sudah berada di dalam mobil, Joana duduk di kursi penumpang bagian depan. Memasang seat belt, sambil memandangi Nathan yang duduk di belakang kemudi.
"Jangan bertanya. Karena aku tidak akan menjawabnya. Kau cukup jadi gadis penurut." Mereka sudah keluar dari area parkir.
Mendengar ucapan Nathan, Joana mendengus kasar. Dan berikutnya terjadilah keheningan. Joana membuktikan, ia menjadi gadis penurut mengikuti kemauan Nathan, tapi bukan itu yang di inginkan oleh pria itu.
Dibalik kaca mata hitamnya, Nathan melirik Joana. Gadis itu sibuk memainkan ponselnya, bersikap acuh seolah ia tidak ada, dan sungguh Nathan tidak menyukai hal itu.
Nathan sengaja berdeham, berharap gadis itu mengalihkan perhatian dari ponsel, lalu menatapnya. Usahanya membuahkan hasil, Joana pun menatapnya.
"Apa tenggorokanmu sakit?"
"Tidak. "
"Oh.... " Joana membeo dengan suara datar.
"Oh katamu?"
"Lalu?"
"Kau terlihat sibuk dengan ponselmu." Dan aku merasa terabaikan. Oh ayolah, kenapa gadis ini tidak peka sama sekali. Lanjutnya dari dalam hati.
"Aku sedang bertukar pesan dengan Adikku, dan juga Victor."
"Apa kau tidak mempunyai teman wanita?"
"Nichole."
"Itu Adikmu. Lagipula Adikmu itu gadis bukan wanita."
"Aku menganggap Adikku seperti temanku, Nathan. Hanya dia yang bisa mengerti aku. Lainnya... " Joana diam sesaat. Ia mengerjap dan tersenyum samar untuk menutupi raut kekecewaan. "Ehhm lupakan."
"Kau menggantungkan ceritamu dan membuatku penasaran. Lanjutkan."
"Tidak mau."
"Joana.. "
"Dasar pemaksa. Baiklah, aku akan melanjutkan ceritanya. Cerita yang sangat tragis. Apa, kau mempunyai tissue, Nathan?"
Se-tragis apa kisah gadis itu sehingga membutuhkan tisu? tapi ucapan gadis itu yang ringan membuat Nathan tergelak. "Sayangnya, aku tidak menyimpan tisu di dalam mobilku, Nona. Tapi, jika kau ingin menangis, aku bisa meminjamkan tubuhku."
Penawaran yang dibalut godaan. Astaga, perkataan Nathan berhasil menciptakan rona merah di pipi Joana. "Lagi-lagi kau mencari kesempatan."
"Bukan kesempatan, tapi peluang. Sekarang ceritakan kisah tragis-mu. Aku ingin mendengarnya."
Sebelum bercerita, Joana menarik napas panjang lalu menghembuskannya. "Sebelumnya aku memiliki teman. Hanya saja, hubungan kami merenggang."
"Apa penyebabnya?"
"Karena dia menjalin hubungan dengan kekasihku. Keduanya telah mengkhianati ku, Nathan. Aku pernah bertanya apa penyebabnya, si brengsek itu mengatakan jika aku tidak bisa memenuhi kebutuhannya."
"Kebutuhan batin, maksudmu?"
"Hum ya. Dia mendapatkannya dari temanku."
"Setelahnya apa yang kau lakukan? apa kau menangis sambil mendengarkan musik yang menyentuh hati?"
"Tentu saja tidak, air mataku terlalu berharga untuk menangisi pria itu."
" Lalu.. "
"Aku menamparnya. Mempermalukan mereka di depan umum. Aku hebat bukan?"
"Ya, kau sangat hebat Joana. Itulah yang memang harus kau lakukan." Nathan tersenyum melihat perubahan wajah Joana yang berubah-ubah dalam satu waktu. Ekspresi kecewa, kesal, dan percaya diri di tampilkan gadis itu. Sangat ekspresif. "Tapi, jika kau ingin menangis sekarang, tawaranku masih berlaku."
Joana mencebikkan bibirnya, "aku menolak tawaranmu, lagipula itu sudah berlalu. Omong-omong kapan kita akan sampai?" Nathan memberhentikan kendaraannya di depan sebuah butik terkenal di kota Bern. "Kau mengajakku kesini?"
Nathan melepaskan kacamatanya serta seat belt-nya. "Ayo kita turun." Tanpa menjawab pertanyaan Joana, Nathan keluar dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Joana. Ia menarik tangan gadis itu, keluar dari mobil, menggandengnya hingga masuk ke dalam butik.
Kedatangan mereka disambut senyuman ramah oleh para pegawai disana.
"Aku ingin membelikan pakaian untuk seseorang. Aku tidak tau pasti seleranya seperti apa. Tapi, menurutku dia pantas menggunakan pakaian apapun. Bisakah kau membantuku memilihkannya?"
"Tentu saja, Nathan. Aku akan membantumu. Mungkin, aku akan memilih beberapa model agar kau bisa memilihnya lagi. Oh ya, bagaimana dengan bentuk tubuhnya?"
"Kira-kira sepertimu." Ponselnya berbunyi. Ia merogoh ponsel yang ada di saku celananya, "tolong pilihkan yang terbaik, Joana. Aku terima panggilan dulu."
Joana ditemani pegawai butik, memilih pakaian. Meskipun, ia tidak hobi berbelanja, Joana sangat paham tentang fashion yang lagi trend masa kini.
Ia memulai memilih pakaian yang tersusun rapi di lemari gantung. "Ini cantik sekali, " Joana meraih dress hitam berbahan chiffon dengan model kerah sabrina.
"Pilihan anda sangat tepat sekali Nona, kebetulan. dress ini keluaran terbaru."
Joana tersenyum. Begitu melihat bandrol harga yang terpasang di dress tersebut, senyumannya berubah masam. "Astaga harganya mahal sekali." Batinnya. Ia meringis, untuk satu dress harganya setara dengan harga ponselnya. Mengingat Nathan yang akan membelinya, Joana mengambil dress tersebut.
Setelah itu, Joana mengambil beberapa model dress lainnya dengan warna yang berbeda-beda lalu menunjukkan kepada Nathan.
"Aku sudah memilihnya." Kata Joana, dengan pegawai membawakan pakaian yang dipilihnya tadi.
Nathan beranjak dari sofa, "kau tunggulah disini, aku akan ke kasir untuk melakukan pembayaran."
"Kau tidak memilih lagi?"
"Tidak.. aku akan membayar semuanya."
"Ha."
.
.
.
Setelah menghabiskan waktu berjalan-jalan. Saat ini mereka sudah sampai di area parkir apartemen Joana. Joana turun sebelum Nathan membukakan pintu untuknya.
"Ini untukmu, " Nathan memberikan semua paper bag kepada Joana sontak membuat Joana terkejut. "Ambilah, kenapa kau diam saja."
"Jadi kau membelikannya untukku?"
"Hmm ya, memangnya kau pikir aku membelikan untuk siapa?"
"Mungkin seseorang yang spesial untukmu."
"Ya kau benar, dan kau adalah orangnya."
"Oh hentikan Tuan, ucapanmu sangat berbahaya."
Nathan tertawa, Joana pun demikian. "Ambilah." Ulang Nathan. Joana akhirnya menerima pemberian Nathan.
" Terimakasih banyak Nathan. Jika tau kau membelikannya untukku, aku akan memilih untuk Mommy, dan juga Nichole." Seloroh Joana dengan senyuman.
"Next time, kita bisa pergi ke butik itu lagi, dan kau bisa memilih pakaian untuk Ibu dan Adikmu."
Joana tertawa dengan rona merah di pipinya, "aku hanya bercanda, Tuan."
"Aku serius."
"Haish.. sebaik kau pergilah sekarang. Jangan membiarkan orang menunggu."
Nathan berjalan mundur, sambil memandang wajah cantik Joana yang tengah tersenyum untuknya. Sebelum akhirnya, ia masuk ke dalam mobil dan melajukan kendaraannya keluar dari area apartemen.
Begitu mobil Nathan menghilang dari pandangannya, Joana masuk ke dalam gedung apartemennya.
"Victor."
ehh
joana yaa ... bukan aku /Facepalm/
dia bisa melihat kamu hanya pkaai handuk
tapi
gpp jo.... kan biar gampang ehemnya/Facepalm/
beb pulang beb...🚶♀️🚶♀️🚶♀️