NovelToon NovelToon
Menjadi Ibu Sambung

Menjadi Ibu Sambung

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cintamanis / Duda / Ibu Pengganti / Pengasuh / Pernikahan rahasia
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: CovieVy

Naila baru saja turun dari bus dari luar pulau. Ia nekat meninggalkan keluarga karena demi menggapai cita-cita yang terhalang biaya. Naila lulus jalur undangan di sebuah kampus negeri yang berada di ibu kota. Namun, orang tuanya tidak memiliki biaya hingga melarangnya untuk melanjutkan pendidikannya hingga memaksanya menikah dengan putra dari tuan tanah di kampung tempat ia berasal.

Dengan modal nekat, ia memaksakan diri kabur dari perjodohan yang tak diinginkan demi mengejar mimpi. Namun, akhirnya ia sadar, biaya perguruan tinggi tidak bisa dibayar hanya dengan modal tekad.

Suatu saat Naila mencari pekerjaan, bertemu dengan balita yang keluar dari pekarangan tanpa penjagaan. Kejadian tak terduga membuat ia bekerja sebagai pengasuh bagi dokter tampan yang ditinggal mati oleh istri yang dicintainya.

#cintaromantis #anakrahasia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Dua Pernyataan

“Apa semua yang dia katakan… benar?” tanya Martin akhirnya, matanya lurus menatap Naila.

Naila menghela napas panjang. “Saya tidak tahu Bapak mengenal Kak Vini juga. Dan waktu pertama kali Bapak membawa saya ke rumah, ada Bu Inge di sana, istri Pak Nugraha, kan?"

Ia menunduk sejenak sebelum melanjutkan, “Sebelumnya, Pak Nugraha memang mengajak saya tinggal di rumahnya. Saat itu, saya baru tiba di kota ini dan kehilangan semua barang saya. Saya tidak berniat berbohong atau menutupi apa pun, hanya saja belum sempat menceritakan. Saya juga tidak tahu kalau Bapak punya hubungan dengan Kak Vini.”

Martin diam beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk pelan. “Aku hanya ingin kamu tahu, hubungan kami tak sedekat itu. Aku tak mau kamu sampai salah paham.”

Naila mengangkat wajahnya perlahan. Tatapannya campur aduk—lega, bingung, sekaligus penasaran. “Maksud Bapak… hubungan kalian tidak dekat?”

Martin menoleh ke jendela, seolah merangkai kalimat di udara. “Vini anak dari rekan lama keluarga kami. Waktu kecil dia sering main ke rumah.”

“Lalu… kenapa Kak Vini bicara seolah-olah kalian…” Naila menggigit bibirnya, tak sanggup melanjutkan.

Martin menjawab pelan, “Sejak aku menikah dengan Rianti, kami nyaris tak berhubungan lagi. Tapi setelah Rianti meninggal… dia sering datang.”

Naila diam. Ada rasa yang tak bisa ia jelaskan. Bukan cemburu, bukan pula marah. Tapi ada perasaan tak nyaman yang mengendap di dadanya.

Martin kembali bertanya, “Tadi kamu bilang, kamu pernah kabur dari pernikahan?”

Naila menunduk. “Orang tua saya memaksa saya menikah, Pak. Padahal… saya ingin kuliah. Saya bahkan tidak tahu siapa pria itu, dan saya tidak suka. Saya tahu semuanya terdengar berantakan, tapi saya tidak pernah berniat memanfaatkan siapa pun, apalagi Bapak.”

Martin melangkah mendekat. Suaranya lebih lembut. “Aku percaya padamu, Naila. Tapi bagaimana dengan orang tuamu?”

“Mamaaa…”

Terdengar suara serak kecil dari atas brangkar. Naila dan Martin langsung menoleh.

“Mama…” Rindu menggumam pelan dalam tidurnya.

Naila buru-buru menghampiri dan mengusap lembut rambut anak itu. Rindu masih tertidur, wajahnya pucat, tapi air matanya mengalir.

“Mama… jangan pelgi. Mama…”

Suara lirih itu menampar hati Naila. Ia menggenggam tangan mungil itu erat. Hatinya tercabik. Sekilas, ia melirik jam. Sudah hampir waktu masuk kampus.

“Rindu, Kakak pergi sebentar, ya. Aku janji pulang cepat. Nanti kita main lagi, ya…” Ia mengecup kening Rindu, meski hatinya sungguh terasa berat untuk pergi.

Kakinya pun melangkah menuju pintu yang masih tertutup. Ia benar-benar tak menyangka, ternyata seperti ini rasanya menjalani dua tugas sekaligus, dan ia mulai merasa goyah.

Martin masih berdiri diam. Matanya tak lepas dari punggung Naila yang terus melangkah keluar ruangan. Namun langkah itu terhenti ketika suara Martin menahannya dengan lirih, “Naila…”

Gadis itu berbalik pelan. “Ya, Pak?”

Martin berjalan mendekat, kali ini tanpa ragu. “Aku tahu kamu punya mimpi. Aku tahu kamu ingin kuliah, dan aku tak akan menghalangi itu semua. Tapi Rindu… anak ini terus memanggilmu ‘Mama’ bahkan dalam sakitnya ini.”

Naila terdiam. Tenggorokannya tercekat.

“Dia tak pernah memanggil siapa pun seperti itu semenjak Rianti pergi,” lanjut Martin pelan. “Aku tidak pernah berpikir akan menikah lagi. Tapi hari ini… aku sadar, aku tak bisa terus membiarkan kamu menggantung di antara dua dunia.”

Naila mengerjapkan matanya, merasa jantungnya berdetak begitu keras.

Martin menatapnya dengan tenang, tapi dalam sorot matanya tersimpan banyak hal yang tak terucap. “Kita percepat saja, Naila. Hari ini, malam nanti. Biar semua ini jelas. Biar Rindu benar-benar memilikimu sebagai ibunya. Biar aku juga berhenti pura-pura tak butuh kamu di rumah ini.”

Naila membeku di tempat. Matanya membesar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

“Hari ini? Sa-saya belum siap, Pak. Ta-tapi pernikahan itu aku—pasti—sulit."

“Aku tahu ini sulit. Ini demi Rindu, demi Reivan yang benar-benar butuh kamu, dan seperti janjiku, masa depanmu tak akan kuhalangi.” Martin menjawab dengan tenang.

“Ini akan kita rahasiakan. Semua akan tetap berjalan. Kuliahmu, cita-citamu… Aku tidak akan mencampuri apa pun, kecuali kamu izinkan.”

Naila menggigit bibirnya, dadanya sesak. Antara takut, bingung, dan… kacau.

“Ini bukan karena belas kasihan, Naila. Ini karena aku percaya, kamu satu-satunya orang yang bisa membuat rumah ini hidup kembali.”

Air mata mengambang di pelupuk Naila.

Martin menambahkan, “Aku akan urus semuanya. Kamu hanya perlu mengangguk.”

Lama Naila terdiam bergejolak di dalam. Ingatan akan lari dari pernikahan kembali muncul dalam ingatan. Impiannya menjadi seorang jaksa seakan menjadi kabur dan hitam.

"Mamaa ...."

Suara kecil itu kembali terdengar. Naila memeluk dirinya sendiri dengan linangan air mata ia menganggukan kepala seakan dunia tak memberinya pilihan.

...****************...

Naila kembali duduk di antara mahasiswa baru lainnya. Di hadapan mereka, tengah berkumpul jajaran dosen yang akan menjadi tim pengajar jurusan mereka. Di sana, ia melihat sosok yang dengan seketika membangkitkan ingatan kala ia susah dulu.

"Pak Nugraha?"

Tak lama, setelah acara temu ramah tim pengajar bubar, Naila segera mendekati beliau.

"Bapak, apa kabar?" sapanya sembari memberi salam.

"Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat. Dan saya turut senang, kamu juga sehat, Naila," ucap Pak Nugraha yang ternyata tak melupakan dirinya.

"Iya, Pak. Alhamdulillah saya pun dalam keadaan sehat. Wah, ternyata Bapak jadi dosen kami, aku sungguh tak menyangka," ucapnya lagi.

Pak Nugraha tertawa bersahaja. "Justru saya lebih dulu tahu kamu akan jadi mahasiswa saya, dan akhirnya kita memiliki kesempatan untuk bertemu kembali. Sekarang kamu ngekos ya? Di mana?"

Naila ingin mengatakan tinggal bersama keluarga Dokter Martin, tapi tiba-tiba ia merasa ragu. Karena, ke depannya, kehidupannya tak boleh terlalu terekspose.

"Saya sudah menemukan tempat yang nyaman, Pak. Sekali lagi terima kasih atas bantua yang Bapak beri kepada saya. Saya tak akan pernah melupakan ini semua," ucapnya tulus.

"Kamu harus meraih cita-citamu. Bagi saya itu sudah cukup."

Tak lama, mereka saling melambai tangan dan berpisah setelah saling berbagi kontak.

"Nai, hari terakhir ini kan pulang cepat, ayo kita hang out dulu sama yang lain," ajak Azwa, teman yang baru ia kenal selama OSPEK.

"Ah, iya," ucap Naila ragu.

'Tapi, aku sudah berjanji untuk segera kembali pada Rindu,' Naila bergejolak di dalam batin.

"Ayo, Nai ... Kenapa bengong gitu? Jarang-jarang lho, kita bisa kayak gini. Tak terima alasan tak punya duit bagi anak yang dapat beasiswa," ucap Azwa sedikit melonjak merangkul lengan Naila seolah menyeret gadis itu mengikutinya.

Para mahasiswa baru itu terlihat ceria seakan lepas dari beban. Saat ini sedang berkeliling sebuah pusat perbelanjaan yang kebetulan berada tak jauh dari kampus.

Tak lama, sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Naila. Ternyata, dari Marvel yang mengirimkan gambar berbentuk hati.

>"Woi, Om-Om tampan ini hanya mau bilang, I love you. Kamu gak usah kuliah aja lah. Nikah yuk. Ga kuat kayaknya nungguin kamu tamat."<

1
MomyWa
jangan jahat2 lah duo maut tu..
Eva Karmita
jangan buat pisah ya otor biarkan Martin dgn Naila tetap bersatu
SoVay: hihihi, simak terus ya kakaaa
total 1 replies
Safira Aurora
thor, mau ada eksien kah ini?
SoVay: ayo ikuti terus yaaa
total 1 replies
Safira Aurora
afa2an ini?
Safira Aurora
mungkin kamu sebenarnya anak pungut /Smile/
Safira Aurora
gletak gletuk bunyinta thor?
FieAme
aku kasih vote tapi janji harus keren kelanjutannya
SoVay: terima kasih yaaaah
total 1 replies
FieAme
bisa ga ya, ceritanya lurus2 aja thor?
arielskys
duh, dikirain keluarga mereka akan adem ayem
SoVay: minta doanya yaaaa
total 1 replies
Syahril Maiza
duet maut kerja sama
SoVay: harus semangat
total 1 replies
FieAme
weeeh, syukur laaah..martin tetep bela istri. wooi lah, jangan lama2 konfliknya thor
FieAme
walah, kemarin sibuk dunia nyata thor, waaah..aku mleyooott
Safira Aurora
udah Naila, gak perlu pikirkan marvel. katanya mau jd soleha
MomyWa
thor, kasian om apel. jodohkan sama azwa gih. dia pengen om2 kan 🤣
MomyWa
sabar ya om
MomyWa
makan tuh ego
MomyWa
nah, ini baru suamik. ga kayak cerita lain saat istri diserang keluarga hanya diam aja
MomyWa
soalnya mama yg jodohin mereka, bilang gitu ma..biar meisya paham
MomyWa
nah, lawan dong. jangan mewek aja
MomyWa
gemes euy sama meisya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!