NovelToon NovelToon
Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Ranjang Kosong Memanggil Istri Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Kaya Raya / Beda Usia / Selingkuh / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Di balik kemewahan rumah Tiyas, tersembunyi kehampaan pernikahan yang telah lama retak. Rizal menjalani sepuluh tahun tanpa kehangatan, hingga kehadiran Hayu—sahabat lama Tiyas yang bekerja di rumah mereka—memberinya kembali rasa dimengerti. Saat Tiyas, yang sibuk dengan kehidupan sosial dan lelaki lain, menantang Rizal untuk menceraikannya, luka hati yang terabaikan pun pecah. Rizal memilih pergi dan menikahi Hayu, memulai hidup baru yang sederhana namun tulus. Berbulan-bulan kemudian, Tiyas kembali dengan penyesalan, hanya untuk menemukan bahwa kesempatan itu telah hilang; yang menunggunya hanyalah surat perceraian yang pernah ia minta sendiri. Keputusan yang mengubah hidup mereka selamanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Rizal yang terkejut belum sempat berbalik penuh. Salah satu pria itu, tanpa basa-basi, langsung mengarahkan sebuah alat ke punggung Rizal.

ZZZZTTT!

Suara setruman listrik bertegangan tinggi itu memecah keheningan.

Tubuh tegap Rizal langsung menegang dan kejang.

Ia bahkan tidak sempat berteriak dan dalam hitungan detik, tubuhnya ambruk ke tanah dengan keras. Ia pingsan seketika.

"Mas Rizal!" Hayu menjerit histeris, mencoba membuka pintu mobil.

Namun, sebelum ia sempat keluar, pria bertopeng kedua sudah berada di sampingnya.

Pria itu membuka pintu mobil dari luar dengan cepat, mencengkeram Hayu dengan kasar, dan menariknya keluar.

"Lepaskan! Jangan sentuh suamiku! Siapa kalian?!"

Hayu meronta-ronta dan mencoba melawan cengkeraman kuat itu.

Pria itu tidak menjawab, ia meraih kain tebal dan membekap mulut Hayu dengan kuat, membuat Hayu kesulitan bernapas.

Hayu mencakar tangan pria itu, tetapi sia-sia. Bau kloroform yang kuat pada kain itu segera menyerang indra penciumannya.

Dunia Hayu mulai berputar dan rontaannya melemah.

"Tolong, Mas..." lirih Hayu, sebelum matanya memberat dan ia pun jatuh pingsan di pelukan pria bertopeng itu.

Kedua pria itu bekerja dengan cepat dan efisien, seolah sudah terlatih.

Mereka melihat ke arah Rizal yang masih tergeletak tak sadarkan diri di aspal, lalu menoleh ke arah Hayu yang pingsan.

Pria kedua membopong tubuh Hayu yang lemas dan membawanya menjauh dari mobil.

Mereka berjalan cepat menuju sebuah jalur tanah curam yang tersembunyi di balik tebing.

"Kita buang di sana. Pastikan tidak ada jejak," bisik salah satu dari mereka dengan suara serak.

Mereka membawa Hayu ke tepi tebing yang curam.

Di bawahnya, hanya terlihat jurang berbatu dengan ombak yang ganas. Tanpa ragu, mereka melepaskan Hayu.

Tubuh Hayu meluncur ke bawah, menghantam bebatuan di jurang.

Suara benturan yang mengerikan itu tertelan oleh deburan ombak di bawah tebing.

Kedua pria itu tidak menunggu dan mereka kembali ke mobil Rizal, memastikan tidak ada yang melihat insiden tersebut.

Setelah itu, mereka meninggalkan Rizal yang tak sadarkan diri sendirian di pinggir jalan yang sepi, lalu bergegas pergi dengan mobil lain yang tersembunyi, meninggalkan mobil SUV Rizal di tempat itu.

Beberapa menit kemudian kesadaran Rizal mulai merayapi dirinya.

Ia merasakan sakit luar biasa di punggungnya, dan kepalanya berdenyut hebat.

Dengan susah payah, Rizal membuka matanya dan pandangannya buram, dan aroma tanah bercampur bensin menyeruak ke hidungnya.

Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, merasakan nyeri yang tajam.

"Hayu..."

Ia menyadari dirinya tergeletak di tengah jalan yang sepi, mobil SUV-nya terparkir beberapa meter di depannya, tetapi kursi di sampingnya kosong.

Rizal memaksa dirinya bangkit, meskipun kakinya gemetar dan tubuhnya terasa lemas.

Ia berjalan terhuyung-huyung ke kursi penumpang dan memeriksa mobil.

Dompetnya masih ada, kunci tergantung, tetapi Hayu tidak ada.

"Hayu! Sayang!" teriak Rizal, suaranya putus asa memecah keheningan di jalanan tebing yang terpencil itu.

Ia melihat sekelilingnya dan tidak ada siapa-siapa, hanya jalanan sepi dan tebing curam.

Rizal segera menyadari bahwa ini bukanlah perampokan biasa.

Mereka menculik Hayu dan entah sekarang Hayu ada di mana.

Rasa takut dan amarah bercampur menjadi satu, Rizal merogoh saku celana linennya yang basah oleh keringat dan menemukan ponselnya.

Dengan jari gemetar, ia segera menekan nomor kontak yang paling bisa diandalkan dalam situasi darurat

Panggilan itu tersambung dengan cepat ke ponsel Riska.

"Riska, dengar baik-baik! Jangan panik, tapi ini darurat. Mereka menyerangku. Mereka mengambil Hayu," ucap Rizal.

Ia mencoba mengatur napasnya yang masih terengah-engah.

Di ujung telepon, Riska yang sedang bersiap untuk bekerja langsung tegang.

"Pak Rizal? Apa yang terjadi? Di mana Anda sekarang?"

"Aku di jalanan tebing terpencil, arah Uluwatu. Aku disetrum, Riska. Aku baru sadar. Hayu menghilang! Aku butuh bantuanmu, sekarang juga!"

Riska menganggukkan kepalanya dan mencoba untuk tenang.

"Baik, Pak. Tenang. Tetap di mobil dan kirimkan lokasi persis Anda padaku. Saya akan menghubungi kepolisian Bali, tim SAR, dan pengacara kita. Saya juga akan menerjunkan tim pencari pribadi dari jaringan keamanan. Jangan bergerak dari tempat itu sebelum polisi tiba. Saya akan segera menyusul ke Bandara Denpasar dan terbang ke sana. Bertahanlah, Pak Rizal!"

"Cepat, Riska. Cepat!" pinta Rizal sebelum memutus sambungan.

Setelah mengirimkan lokasinya, Rizal segera menghubungi nomor darurat lokal, melaporkan penculikan Hayu dengan deskripsi singkat tentang serangan yang ia alami.

Ia menatap kosong ke jurang yang gelap di samping jalan.

Sementara itu jauh di bawah tebing kapur yang curam, tubuh Hayu teronggok tak berdaya.

Ia terperangkap di antara bebatuan besar yang kasar, beberapa meter di atas deburan ombak yang mengganas.

Gaun sutra soft cream yang baru ia kenakan kini robek dan kotor, berlumuran darah yang mengering di beberapa tempat.

Kepala Hayu terbentur keras saat ia jatuh, meninggalkan luka sobek yang cukup dalam di pelipisnya.

Guncangan dari jatuhnya membuat kesadarannya hilang sepenuhnya.

Hayu terbaring di dalam kegelapan yang lembap, dingin, dan berbau air laut.

Napasnya mulai tidak teratur dan Setiap hembusan terasa pendek dan menyakitkan, menunjukkan kemungkinan cedera serius di dalam tubuhnya, diperparah oleh kloroform yang masih bereaksi.

Posisinya terjepit dan sulit digapai di celah sempit di antara dua batu karang besar yang menjorok ke laut.

Di atas te atas tebing, Rizal merasakan waktu berjalan sangat lambat.

Rasa sakit akibat setruman listrik itu kini kalah dengan rasa panik yang mencekiknya.

Ia mondar-mandir di samping mobil, tatapannya terus menyapu jurang yang gelap.

Ia sadar, tidak ada suara yang ia dengar saat Hayu dibawa. Artinya, Hayu tidak meronta saat dibuang.

"Ya Tuhan, Hayu! Apa yang terjadi padamu?" gumam Rizal sambil memukul kemudi mobilnya dalam frustrasi.

Lima belas menit kemudian terdengar suara sirine mobil polisi dan ambulans mulai terdengar mendekat.

Tim Polisi Bali tiba lebih dulu, diikuti oleh ambulans dan tim Pencari dan Penyelamat (SAR) yang sigap dengan peralatan penyelamatan tebing.

Seorang Kepala Kepolisian segera menghampiri Rizal.

"Bapak Rizal? Saya Kompol. Dharma. Kami menerima laporan Anda. Apa yang sebenarnya terjadi?"

Rizal menghela nafas panjang dan menceritakan kronologi serangan dan penculikan istrinya.

"Ini bukan perampokan biasa, Kompol. Mereka menyerang saya dengan stun gun dan menculik istri saya, Hayu. Saya yakin ini ada hubungannya dengan mantan istri saya, Tiyas. Saya baru saja menikah dengannya dan menceraikan Tiyas."

Kompol Dharma menyimak dengan serius, lalu segera memberi perintah kepada timnya.

"Tim, sisir area ini. Cari tanda-tanda pergerakan yang aneh. Tim SAR, fokus ke bawah tebing! Cek apakah ada benda atau jejak yang jatuh!"

Rizal menunjuk ke arah tebing yang gelap.

"Mereka membawanya ke arah sana, Kompol. Jalur tanah yang curam itu. Saya yakin mereka membawanya ke tebing."

Perkataan Rizal membuat tim SAR segera memasang tali dan peralatan pendakian.

Dengan cepat, beberapa petugas SAR terlatih mulai menuruni tebing, dibantu sorotan lampu senter yang kuat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!