 
                            Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 17 TERLALU AMBISIUS
"Salam hormat Yang Mulia Tuan Duke Froger." Sosok dengan pakaian serba hitam tiba-tiba muncul dan membungkuk hormat di depan meja kerja Arthur.
Arthur menyilangkan tangan di depan dada. Dia sudah menunggu prajurit bayangannya ini untuk melaporkan sesuatu padanya.
"Katakan semua yang kau ketahui," perintah Arthur dengan memancarkan aura agung yang sangat mendominasi. Ruang kerjanya selalu sepi. Prajurit pribadinya berada di dalam bayangan. Ketika suaranya jatuh, secara alami suaranya akan memenuhi seluruh penjuru ruang.
"Baik, Yang Mulia. Pertama, nama lengkapnya adalah Maximiliam. Hari pertama dia tiba di sini, dia memesan
dua kamar Penginapan di Bugenvil. Satu kamar untuk ibunya serta satu kamar lagi untuknya dan sang putra. Dia juga telah mendaftarkan anggota keluarganya sebagai warga sah dari wilayah Utara.
Saat berinteraksi dengan para pedagang, dia terdengar ramah dan tidak sombong. Auranya begitu kuat dan saya merasa dia bukanlah seorang pemuda yang sederhana. Terlebih dari itu, dia sangat menyayangi putranya.
Jika saya tidak salah mendengar, nama putranya adalah Ansel. Anak itu masih kecil tapi dia sudah pandai berbicara.
Dia juga memiliki napsu makan yang begitu tinggi. Namun, Tuan Max selalu menuruti keinginannya. Ibu Tuan Max bernama Riana Margarith. Dia seorang wanita berusia awal tiga puluh lima tahunan. Dia tampak sederhana dan selalu
tersenyum ramah. Saya berpura-pura menjadi pengemis dan dia memberikan saya uang dan makanan yang baru saja dia beli. Dia benar-benar orang yang sangat baik.
Kemudian tentang Tuan Max, saya menyaksikan dia menolak putri Baron Helios yang menawarkan diri untuk
menjadi istri kedua Tuan Max dan berita itu sudah menyebar di berbagai kalangan bangsawan kelas atas.
Berdasarkan pengamatan saya, Tuan Max tidaklah salah, dia menolak putri itu dengan halus. Saya hanya takut Baron Helios akan memperkarakan hal ini dan membuat Tuan Max kesusahan. Dia baru tiba di Utara, sudah pasti itu akan sulit baginya jika berhadapan dengan mereka." Prajurit bayangan itu mengambil jeda sejenak. Tenggorokannya nyaris
kering karena melaporkan hal itu dengan semangat. Masih banyak informasi mengenai Tuan Max yang harus dia sampaikan kepada Yang Mulia Tuan Duke. Dia pun kembali melanjutkan,
"Dan yang terakhir, pagi ini. Saya mendengar percakapannya dengan Tuan Alfons. Ternyata Tuan Max mengatakan dia ingin membeli Mension bekas keluarga bangsawan.
Tuan Alfons mengatakan bahwa ada Mension bekas bangsawan yang dijual, Tuan Max pun langsung
menyetujuinya. Jika saya tidak salah mendengar, harga Mension bekas keluarga Marquees Rozan itu sekitar lima belas juta koin emas." Arthur nyaris tersedak ketika mendengar informasi terakhir yang dilontarkan oleh prajurit bayangannya. Dia tidak menyangka penyelamat anaknya adalah seorang tiran muda kaya raya. Arthur semakin penasaran dengan sosok itu. Namun, sebagai pimpinan wilayah Utara, dia tidak bisa sembarang menemui warga sipil biasa. Itu bisa menimbulkan gosip tidak sedap di antara para bangsawan.
"Terus awasi dia dan juga, bunuh siapapun yang berusaha mempersulit pemuda itu."
"Baik, Yang Mulia. Segera saya laksanakan," ucap prajurit bayangan sebelum membungkuk hormat dan menghilang tanpa meninggalkan jejak.
* **
Istana Kekaisaran Zenos Butuh beberapa hari untuk prajurit
penyidik menemukan jarum kecil di dalam lutut kuda yang mengamuk hingga menyebabkan Putra Mahkota Julius Navelitan Zenos mengalami kecelakaan yang begitu parah. Setelah menemukan jarum itu, para tabib ahli di bidang racun dan obat-obatan segera melakukan beberapa percobaan untuk menyelidikinya. Mereka bekerja keras siang dan malam di bawah tekanan Permaisuri Grace.
Sementara Julius, luka-lukanya di tubuhnya perlahan telah membaik. Meski demikian, dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasa, sehingga beberapa pekerjaan yang dipercayakan kepadanya oleh Yang Mulia Kaisar
dilimpahkan kepada Pangeran Kedua yang merupakan adik Julius dari seorang selir agung. Pangeran Kedua baru berusia tiga belas tahun. Namun, dia sudah begitu aktif bersosialisasi dengan beberapa bangsawan kelas atas.
Hal ini membuat Julius murka. Dia bahkan mendesak para tabib untuk segera membuatkannya obat penyembuh yang benar-benar ampuh. Permaisuri Grace bahkan beberapa
kali telah mengacaukan pekerjaan Pangeran Kedua dengan menyewa orang-orang bayaran. Namun, Pangeran Kedua selalu berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan menerima pujian dari Yang Mulia Kaisar. Julius tidak tahan lagi, hingga dia menyeret tubuhnya ke depan singgasana sang kaisar untuk meminta kembali pekerjaan-pekerjaan itu. Dia tidak akan membiarkan Yang Mulia Kaisar mengangkat Pangeran Kedua menjadi Putra Mahkota. Apa pun caranya, Julius sudah bertekad bahwa suatu hari dia yang akan menduduki singgasana itu dan memimpin negeri
ini.
"Salam hormat Yang Mulia Ayahanda. Putra Mahkota Julius
Navelitan Zenos menyapamu dengan segala berkat." Julius bertekuk lutut di lantai dengan punggung membungkuk untuk menyapa ayahnya. Yang Mulia Kaisar selalu berwajah
dingin dan datar. Wajahnya pun memiliki kesan tampan. Namun, sangat menakutkan. Julius bahkan tidak berani menatap mata sang Kaisar secara langsung meski dia adalah anak kandungnya.
"Julius, apa yang kau lakukan dengan tubuh penuh luka itu? Kau tidak ingin sembuh?" Ketiak suara itu jatuh, seluruh penjuru ruang sunyi. Para pejabat yang melakukan rutinitas pagi untuk melaporkan beberapa situasi berdiri kaku di tempat masing-masing. Julius tidak peduli akan hal itu. Dia harus bisa mengubah perhatian ayahnya.
"Maafkan saya Yang Mulia Ayahanda. Saya ingin mengatakan, bahwa saya sudah bisa menjalankan tugas-tugas itu. Mohon pertimbangkan untuk memberikan kembali perintah itu kepada saya. Saya akan melakukannya dengan baik." Julius mempertahankan posisinya tanpa menatap Yang Mulia Kaisar. Hening beberapa saat. Julius sudah merasa. Jantungnya akan melompat dari tempat karena tidak ada respons dari sang ayah. Saat dia mendongak, Yang Mulia Kaisar yang begitu agung sudah berdiri di depannya. Tangan sang kaisar terangkat dan meremas pundak Julius dengan lembut. Namun, Julius sudah merintih karena menahan rasa sakit yang tiba-tiba menjalar di
bahunya. Yang Mulia Kaisar menangkap ekspresi Julius yang sedang menahan rasa sakit. Dia mendesah di dalam hati. Putranya ini selalu memaksakan diri untuk terlihat menonjol di antara saudara-saudara yang lain. Yang Mulia Kaisar menyukai ambisinya. Namun, dia juga khawatir anak ini akan menjadi serakah hingga tidak peduli dengan kesehatan diri sendiri.
"Tubuhmu masih lemah. Beristirahatlah selama satu bulan
penuh. Setelah itu kamu bisa melakukan tugas-tugas baru." Yang Mulia Kaisar mengatakan hal ini dengan suara pelan. Hingga hanya Julius yang dapat mendengarnya. Orang-orang yang ada di sana sama sekali tidak tahu apa yang mereka bicarakan.
Mendengar hal itu, wajah Julius memucat. Sebulan tidalk bisa memberikan pencapaian apa-apa kepada Yang Mulia Kaisar sama saja meruntuhkan semua kemuliaan yang telah dia peroleh selama ini. Selama periode itu, Pangeran Kedua pasti akan merebut semua perhatian Yang Mulia Kaisar darinya.
"Yang Mulia, saya sudah baik-baik saja." Julius masih tidak mau menyerah. Namun, ketika Yang Mulia Kaisar menambah sedikit tenaga pada cengkeraman di bahunya, Julius benar-
benar mengeluarkan suara rintihan kecil dari mulutnya.
"Lihatlah? Kau akan mati muda jika terus melakukan aktivitas di saat kondisi seperti ini. Aku tidak akan memberikan pekerjaan apapun padamu sebelum semua luka-luka itu sembuh. Kembalilah ke tempatmu." Setelah mengatakan hal itu degan cukup tegas, Yang Mulia Kaisar menarik tangannya dari bahu sang putra lalu berbalik dan kembali ke singgasana. Julius merasa kulit kepalanya mati rasa. Dia ingin terus mendesak sang ayah untuk memberikannya tugas-tugas penting itu. Namun, Julius juga
mendadak merasa malu karena diperhatikan oleh para pejabat yang ada di sini. Dia pun akhirnya membungkuk
hormat sebelum pamit undur diri.
Permaisuri Grace yang melihat hal itu dari kejauhan, langsung bergegas menghampiri sang putra. Dia membantu Julius untuk berjalan menuju kamar. Dalam hati, permaisuri
Grace mengutuk suaminya yang tidak peduli pada Julius. Dia merasa Yang Mulia Kaisar sudah mengalihkan kasih sayang kepada Pangeran Kedua.
"Jangan khawatir, Ibu tidak akan membiarkan anak tikus itu menjadi Putra Mahkota," ujar Grace dengan mata tajam penuh kebencian. Julius tidak menanggapi ucapannya ibunya. Dia masih berpikir keras mengenai cara agar dia bisa
segera sembuh dari luka-luka sialan ini. Kalau bukan karena kuda yang telah diracuni itu, mungkin dia tidak akan berakhir menyedihkan seperti ini.
"Demi surga, aku akan menemukan dan menyiksa orang yang telah meracuni kudaku!" umpat Julius dengan wajah memerah.
***
