Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.
Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.
Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.
Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Sosok bayangan
Rinjani tersenyum tipis, tidak menyahuti pertanyaan Langit. Sedangkan Langit, tatapannya jatuh pada kalung berlian yang Rinjani pakai, terlihat berkilau, itu artinya kalung berlian sungguhan. Dan terlalu tidak logis seorang ART memiliki berlian semahal itu.
Mobil Langit berhenti di depan gang kecil, “Makasih, Mas.”
“Mobil nggak bisa masuk?” tanya Langit, Rinjani menggeleng, “Nggak, Mas. Lagian jalannya buntu,” ujar Rinjani, Langit membiarkannya turun.
Setelah Rinjani memasuki gang, Langit juga menyusul, ia memantau langkah kaki Rinjani yang masih terlihat, lalu ia mulai mengikutinya diam-diam.
Rinjani berhenti di pintu kontrakan nomor 7, Langit tidak mendekat, hanya memantau di depan kontrakan pintu nomor 2. Saat pintu kontrakan terbuka, Langit langsung mengernyit bingung. Ada Sulis yang menyambut Rinjani pulang.
“Non, aman ‘kan?” Suara Sulis bisa Langit dengar.
“Aman, Bi. Aku diantar Mas Langit tadi,” ujar Rinjani ia segera masuk dan mengunci pintu. Menyisakan Langit yang mulai di desak oleh pertanyaan.
***********
Langit menatap ponselnya, desk terakhir menampilkan pencarian terkait keluarga Harsa. Pria yang baru meninggal itu memang memiliki seorang putri, hanya saja tidak ada berita terkait keluarga mereka, semua hanya tentang bisnis, bahkan informasi tentang akun pribadi juga tidak ada di sana.
“Apa gue iseng aja cari akun Rinjani di ig?” Langit mengangkat bahunya, “Siapa tahu berhasil.”
Langit mulai masuk ke media sosial bernama instagram, dengan akun pribadinya, ia mulai mengetik nama Rinjani Harsa, kemudian muncul akun yang ia cari.
Saat ia mengklik akun dengan 88 ribu followers tersebut, akun itu malah di private. Itu artinya, Langit tidak bisa stalking lebih dalam sebelum mengikuti akun dan setelah pemilik akun mengkonfirmasi terlebih dahulu.
Langit membuang napas sebal, saat rasa ingin tahu sedang memuncak, langkahnya justru stuck.
Namun bukan Langit namanya, jika ia tidak memiliki cara lain untuk keinginannya itu.
“Halo, Fan,” Langit menghubungi Taufan. Suara Taufan begitu serak. Mungkin ia sudah tidur.
“Selamat malam, Bos. Ada yang bisa saya bantu?”
“Kamu tolong follow akun instagram milik Rinjani Harsa. Akunnya di private.”
“Untuk apa, Bos?”
“Nggak usah banyak tanya. Setelah dikonfirmasi, beri tahu saya.”
Taufan menyetujui permintaan itu dengan terpaksa.
Setelah panggilan terputus, Langit melepaskan tubuhnya di kasur. Ia menatap langit kamar yang gelap sebab lampu kamar sudah tidak lagi menyala. Pikirannya berisik, memikirkan Rinjani, ia tidak begitu penasaran tadi siang. Namun, saat ia mulai memperhatikan gadis itu, Langit merasa ada sesuatu yang harus ia ketahui. Entahlah … lebih baik Langit tidur dan menunggu kabar dari Taufan esok hari.
*************
Rinjani melangkah keluar dari kontrakan melewati pintu belakang. Panik. Takut. Ia berusaha untuk tidak bersuara, suara Desi dan Sulis masih terdengar sedang adu mulut di depan kontrakan.
“Bibi jangan menghalangi saya untuk bertemu dengan gadis sialan itu. Sekarang panggil dia ke sini!”
“Dia tidak ada di sini, Non. Non Arin nginap di rumah Bu Olivia.”
“Bohong! Jangan berusaha menipu saya!” Desi mendorong Sulis, ia masuk ke dalam kontrakan dan menyisir setiap sudut ruangan tanpa melewatkan sedikit pun.
“Awas kamu!” kecamnya, ia menatap Sulis tajam, ia tidak menemukan Rinjani.
Setelah berhasil kabur, Rinjani pergi ke rumah keluarga Alexander, ia sudah berada di depan pagar.
“Pak, bukain,” ujarnya kepada sekuriti.
“Kamu bukannya tadi udah pulang, ya?” tanya sekuriti.
Rinjani mengangguk, “Saya emang harus kembali lagi, tadi janji sama ibu cuma sebentar,” dustanya.
Sekuriti percaya, ia membuka pagar dan membiarkan Rinjani masuk menuju pintu belakang yang memang tidak dikunci.
Saat Rinjani hendak ke kamar Ami, Ami menegurnya saat baru keluar dari kamar mandi dapur.
“Rin!?”
Rinjani terlonjak kaget, ia mengelus dadanya yang berdetak kencang. Ami segera mengajak Rinjani duduk di stool, memberinya segelas air hangat. Ia menatap Rinjani yang tangannya masih gemetar.
“Ada apa? Semua aman?” tanya Ami.
Air mata Rinjani tumpah, tangisnya pecah dalam ketakutan, Ami mengusap punggungnya, berusaha menenangkan, membiarkan tangis Rinjani reda, agar gadis itu siap bercerita.
“Kemarin aku ngikutin Darren sampai ke rumah lama. Dan di sana dia ketemu Tante Desi. Mereka membuat kesepakatan, Teh …” Suara Rinjani gemetar, “Mereka … mau celakai anak ini. Dan tadi … Tante Desi ke kontrakan, aku berhasil kabur setelah dibantu Bi Sulis,” ujarnya patah-patah.
Ami merasa iba, ia memeluk Rinjani yang masih gemetar menahan tangis.
“Aku benar-benar takut … mereka seperti hewan buas lapar yang sedang mencari mangsa.”
Ami ikut menangis, bagaimanapun ia adalah seorang ibu, ia memeluk Rinjani dengan erat.
“Sekarang kamu aman … ada Teteh di sini.”
Rinjani mengangguk lemah.
“Kita ke kamar, ya. Istirahat. Ibu hamil nggak boleh begadang.”
Rinjani dan Ami meninggalkan stool. Sesaat Ami tak sengaja menoleh ke pintu dapur, ia seperti melihat sosok bayangan
Ami mendekat untuk memastikan siapa di sana. Namun tidak ada, ia tidak menemukan siapa-siapa.
“Kenapa, Teh?” tanya Rinjani.
Ami kembali mendekati Rinjani, menarik lengan Rinjani masuk kamar.
“Kenapa, Teh?” tanya Rinjani mulai risau.
Ami meletakkan telunjuknya di bibir, minta Rinjani diam, “Kamu pernah bilang ‘kan, kalau suamimu itu kenal dengan Mas Langit?”
Rinjani mengangguk khawatir.
“Jangan terlalu banyak nyebut namanya. Takutnya Mas Langit atau siapa pun di rumah ini dengar. Dan kamu bisa diusir atau dilaporkan ke suami kamu.”
Rinjani mengangguk kencang, “Iya, Teh. Iya.”
“Ya sudah, sekarang ayo kita istirahat. Besok bersikap biasa aja seolah kamu nggak nginap di sini. Biar Bu Olivia atau orang rumah nggak curiga,” ujar Ami.
Rinjani mengangguk setuju. Ia mulai berbaring dan tidur dalam rasa khawatir yang belum sepenuhnya hilang.
*****************
Pagi ini, jauh dari jam masuk kantor, Langit sudah berada di ruangannya. Ada Taufan yang sudah menunggu dari 10 menit yang lalu.
“Sudah dikonfirmasi?” tanya Langit.
“Belum, Bos. Apa Anda begitu menginginkan informasi dari akun itu?” tanya Taufan.
Langit mengangguk, “Iya. Menurut Papa dia adalah putri dari Tuan Harsa, dan Papa meminta saya mencari tahu keberadaan putri Tuan Harsa itu. Kamu masih ingat ‘kan dengan lelang berlian yang saya lakukan di perusahaan mereka?”
“Kalau begitu kita bayar saja hacker untuk mendapatkan datanya dan Anda bisa log in sendiri ke akun itu.”
Langit menggeleng keras, “Itu jahat namanya!”
“Kita hanya mencari informasi, Bos. Tidak untuk menyalah gunakan akun.”
“Tetap saja itu salah!” tolak Langit.
Tidak lama pintu ruangannya diketuk 2 kali, Langit menyuruhnya masuk, dan sekretarisnya muncul, “Bos, Pak Evan meminta Anda ke ruangannya,” Langit mengganguk satu kali, sekretarisnya keluar.
Apa lagi yang diinginkan Papanya? Bukankah ini masih terlalu pagi?