NovelToon NovelToon
BALAS DENDAM MENANTU TERHINA

BALAS DENDAM MENANTU TERHINA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Selingkuh / Romansa / Ibu Mertua Kejam / Office Romance
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: alfphyrizhmi

"Hans, cukup! kamu udah kelewat batas dan keterlaluan menuduh mas Arka seperti itu! Dia suamiku, dan dia mencintaiku, Hans. Mana mungkin memberikan racun untuk istri tersayangnya?" sanggah Nadine.

"Terserah kamu, Nad. Tapi kamu sekarang sedang berada di rumah sakit! Apapun barang atau kiriman yang akan kamu terima, harus dicek terlebih dahulu." ucap dokter Hans, masih mencegah Nadine agar tidak memakan kue tersebut.

"Tidak perlu, Hans. Justru dengan begini, aku lebih yakin apakah mas Arka benar-benar mencintaiku, atau sudah mengkhianatiku." ucap Nadine pelan sambil memandangi kue itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 17 - Dituduh Selingkuh

"Sudahlah Nadine, lo itu udah kalah. Sejak lahir, lo emang ditakdirkan jadi pecundang. Terima saja nasib lo,” kata Karin dengan senyum miring.

Arka mulai sedikit terusik oleh kalimat yang dilontarkan Karin. Wajahnya berubah tegang seketika. Lalu, ia melihat Karin dengan tatapan aneh. Karin pun, merasa khawatir dengan ucapan jahatnya kepada Nadine di depan Arka.

Sementara, Arka justru menatap Nadine dengan tatapan dingin dan seolah mencari sesuatu. Wajah kebingungan, nampak sempurna diperlihatkan mantan suami Nadine tersebut.

Nadine tiba-tiba berjalan ke arah kamarnya. Melewati Miranda, Vania, dan Hartono dengan santai.

"Mau napain lo? Nggak boleh jalan lebih dari batas ini!" larang Miranda sambil membentangkan lengannya.

"Lo nggak boleh jalan lebih dari ini!" sambung Vania.

"Saya mau ambil sebagian barang saya di kamar." ucap Nadine.

"Oh... semua barang lo udah dipindah ke gudang. Pergi ke sana kalo mau cari! Biar bisa ketemu sama temen-temen lo, sesama rongsokan!" pekik Miranda.

Tanpa membalas atau menolah, Nadine langsung menuju gudang. Ia sudah hapal dan paham semua denah rumah megah kediaman Hartono.

Cukup lama, setelah 20 menit akhirnya Nadine muncul. Sebagian badannya nampak basah, seperti habis berwudhu. Mungkin debu di gudang yang membuatnya harus cuci muka dan bersih-bersih.

Dengan tangan gemetar, Nadine menarik koper kecilnya, menatap Arka untuk terakhir kalinya.

"Mas Arka... kalau suatu hari kamu ingat semua ini, aku harap kamu enggak menyesal," ucapnya lirih.

"Udah pergi sana yang jauh...! Ngapain lo masih ngancem Arka, HAH?!" sergah Miranda.

"Sana... Hush, hush......" sambung Vania seperti mengusir seekor binantang yang mengganggu kediaman rumah mereka.

"Aku enggak pernah minta apa-apa, Mas. Cuma cinta dan kejujuran. Tapi itu pun terlalu mahal untukku di rumah ini," lanjutnya, sambil memalingkan wajah, hendak berjalan menuju pintu.

“Bu Minah... Ayo kita pergi!" katanya mantap.

Bu Minah hanya mengangguk, sebisa mungkin menahan sisa air mata, yang jatuh perlahan.

"Nggak apa-apa, nyonya. Kita mulai lagi dari awal. Allah pasti buka jalan," ucap Bu Minah menenangkan Nadine sambil berjalan menjauhi kediaman Hartono.

"Aamiin... Saya percaya itu, Bu!" balas Nadine dengan senyum getir. Sementara itu, suara tawa Miranda dan Vania menggema di belakang mereka.

“Lihat tuh! Bawa koper kayak pengemis!” ejek Vania sambil menunjuk Nadine yang berjalan menuju gerbang rumah.

Anehnya, Miranda, Vania, Hartono beserta Karin yang mendorong kursi roda Arka, ikut mengekor, mengantar kepergian Nadine dan Bu Minah. Bagi mereka, layaknya menonton sebuah hiburan sambil menghina Nadine.

“Bagus! Begitu dong dari dulu! Semoga lo sadar, jadi perempuan itu enggak cukup modal wajah dan kesabaran. Harus bisa ngasih keturunan!" teriak Miranda dari balik gerbang.

"Kakak, nggak boleh rasis gitu! Ngatain pake bawa-bawa wajah segala.... kan wajahnya udah......." sambung Vania.

"Ups......." Miranda sengaja merasa bersalah sambil menutup mulutnya. Wajahnya sangat ceria dan riang sekali saat mencemooh dan menghina Nadine.

Nadine masih di depan gerbang bersama Bu Minah, menunggu transportasi online yang baru saja di pesan.

"Jangan balik lagi ya! Rumah ini bukan panti asuhan!” sahut Vania sambil tertawa keras.

Nadine hanya diam, tak ingin menoleh lagi. Setiap langkah yang ia tapaki sebelum sampai gerbang ini, terasa berat. Bukan karena koper, tapi karena luka di hatinya.

Nadine harus melupakan segala kenangan indah di rumah megah itu saat bersama Arka. Meskipun tidak sampai dua minggu.

"Maaf kalau lancang, nyonya. Tapi... apa nyonya benar-benar tak ingin membalas mereka?” bisik Bu Minah lirih, matanya berkaca-kaca.

Nadine hanya menggeleng pelan, suaranya tercekat,

"Untuk apa, Bu? Hati mereka sudah lebih gelap dari malam tanpa bintang. Mau dikasih sinar seterang apapun akan tetap gelap. Mungkin bukan kita yang akan menerangi mereka," ucapnya santun.

Bagi Miranda, Vania, dan Hartono yang menyaksikan Nadine serta Bu Minah berdiri dibalik gerbang, tidak dapat mendengar isi percakapan antara Nadine dan asisten kepercayaannya.

Disebalik gerbang itu, tawa dan hinaan menggema nyaring,

"Akhirnya ya, wanita nggak tahu diri itu pergi juga. Dasar sampah setengah mumi!" seru Miranda dengan suara tinggi.

"Lega sekali rasanya, bisa membersihkan rumah ini dari pembawa sial,” sambung Hartono, menepuk pundak Arka yang hanya tersenyum sinis dan tidak tahu harus berbuat apa. Arka pun tidak ingat siapa dirinya.

"Kalo dia terus-terusan ada di rumah papi, nanti papi yang malu sama kolega bisnis pas dateng ke rumah," lanjutnya.

"Untungnya yah, pap. Kita sudah membersihkan rumah ini dari sampah busuk. Jadi, papi nggak usah khawatir lagi deh," ucap Miranda setengah manja kepada suaminya.

“Lihat nggak cara dia jalan tadi, kak?" tanya Vania.

"Ng-nggak. Kenapa?" Mutiara penasaran.

"Udah kayak ayam kehilangan kandang,” ejek Vania lagi.

"Hahahaha," tawa keras mereka di dengar, hingga Nadine dan Bu Minah menoleh ke belakang. Keduanya menyaksikan wajah-wajah penuh cemooh pada mereka berdua.

Namun, belum juga mereka naik mobil pesanan, suara klakson mobil terdengar.

Ternyata, bukan mobil pesanan mereka. Karena plat kendaraannya sangst berbeda.

Tapi, dari dalam mobil itu, seorang pria muda dengan jas dokter, nampak tergesa turun dari mobil sambil membawa tas berwarna pastel.

“Halo… Nad? Maaf, aku baru sempat anter barang-barangmu yang tertinggal di rumah sakit,” seru pria itu yang tak lain adalah dokter Hans, dengan napas memburu.

Nadine terkejut, "Hans? Kenapa repot-repot sampe dianter ke sini?" tanya Nadine.

Namun, yang lebih terkejut adalah Miranda beserta keluarganya. Mereka tidak menyangka, wanita buruk rupa itu didekati oleh seorang dengan stelan dokter berwajah tampan.

Diantara mereka, hanya Arka yang kenal Hans. Karena merupakan teman sekolah. Namun, kini Arka pun diduga hilang ingatan.

Hans tersenyum lembut, "Aku janji, kan? Aku bilang akan membantumu semuanya. Aku sampai bawakan sendiri ke sini. Kamu lupa barang ini berisi semua dokumen pentingmu?"

Tak lupa, Hans menatap sinis ke arah Miranda dan keluarga yang menyaksikan dari balik gerbang.

Bu Minah mengangguk, "Yaampun! Oh, itu yang sempat tertinggal saat nyonya dirawat kemarin. Makasih, dok!" ucapnya sambil bersyukur.

Dari arah gerbang, suara Miranda kembali terdengar tinggi. “Siapa itu?!”

Arka menyipitkan mata, pikirannya kalut.

Ia ingin berkata kenal dengan dokter tersebut, tapi bayangan dalam ingatannya masih terlalu samar.

"Kamu siapa sebenarnya? Dan kenapa datang ke sini dengan senyum manis begitu?" tanya Vania dengan sopan kepada dokter ganteng itu.

"Saya adalah dokter yang merawatnya. Saya hanya ingin mengembalikan barang Nadine yang ketinggalan setelah dirawat beberapa hari. Kami hanya te-teman," ucap Hans agak terbata-bata pada bagian ini.

Dalma hatinya, status teman belum cukup antara dirinya dan Nadine.

Miranda tertawa nyaring, "Hah?! Teman? Teman macam apa yang datang ke rumah wanita yang baru aja ditalak tiga, sambil tersenyum seperti Romeo kesorean?"

"Hah?! Kamu ditalak tiga, Nad? Kapan?" tanya Hans dengan terkejut. Dalam hatinya, girang bukan main.

Bersambung....

1
Isma Isma
kejamn sekali keluarga arka
alfphyrizhmi: iya, kejam banget emang kak... 🥺
total 1 replies
arniya
mampir kak
alfphyrizhmi: terima kasih sudah mampir, kak. Semoga betah yaaa sama ceritanyaaa... ^_^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!