follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Kepulangan Amanda dari kafe sore itu disambut dengan kehebohan di rumahnya. Begitu pintu terbuka, ia langsung mencari sang suami, Ryu, yang sedang membaca sesuatu di tabletnya di ruang keluarga. Wajahnya berseri-seri, senyum lebar tak lepas dari bibirnya.
"Daddy! Daddy tahu nggak? Aku tadi bertemu Aruni!" seru Amanda antusias, dan langsung duduk di samping Ryu.
Ryu hanya tersenyum tipis dan menurunkan tabletnya. "Oh ya? Bagaimana? Kamu menemuinya seperti rencanamu? lalu apa yang kamu dapatkan mom? " tanya Ryu bertubi-tubi mengimbangi kehebohan istrinya agar dia bahagia.
"Iya! Aku sengaja ke sana setelah Rico memberitahu jadwal seminarnya Aruni, informasi yang sangat akurat dari tante Aruni sendiri." jawab Amanda penuh semangat. "Dan apa kamu tahu? Aruni itu benar-benar sesuai dengan yang Rico ceritakan! Bahkan lebih baik!"
Ryu mendengarkan, sesekali geleng-geleng kepala sambil tersenyum geli. Sepertinya anak dan istrinya sudah dibuat jatuh cinta oleh orang yang sama. Ini adalah pemandangan yang baru pertama kali ia saksikan.
Biasanya, setiap kali Rico dekat dengan seorang wanita, Amanda pasti akan menyelidikinya terlebih dahulu dengan cermat, seperti apa yang di lakukannya saat ini. Kemudian, hampir selalu penolakan yang didapat Rico karena wanita yang dekat dengannya memiliki kepribadian yang kurang sesuai atau ada hal-hal yang tidak disukai Amanda. Namun kali ini, ceritanya sangat berbeda setelah dia bertemu dengan Aruni.
"Cara bicaranya lembut, Dad. Santun sekali. Dia juga pintar, lho, tahu banyak hal," Amanda melanjutkan ceritanya dengan detail, dari mulai cara Aruni tersenyum, gerak-gerik tangannya, hingga ekspresi wajahnya saat berbicara. "Dia sangat dewasa, Dad. Kelihatan sekali pribadinya sangat baik. Aku perhatikan setiap dia menanggapi pertanyaan mommy, dia selalu ramah dan penuh sopan santun. Tidak dibuat-buat."
"Jadi, kamu tidak melihat ada yang kurang dari Aruni? wajar saja kan mom, soalnya dia seorang guru." tanya Ryu sambil menahan tawa.
"Aku tau dia seorang guru. Tapi memang nggak ada, Dad! Sama sekali tidak ada!" seru Amanda. "Aku bahkan tidak perlu menyelidiki lebih jauh lagi. Dia wanita yang baik, Dad. Aku yakin Rico tidak salah pilih."
Ryu mengangguk-angguk. Ia melihat antusiasme yang tulus di mata istrinya. Jika Amanda, yang selama ini terkenal selektif soal calon menantu untuk anak laki-lakinya itu, sudah memberikan lampu hijau, itu artinya Aruni memang wanita yang luar biasa. Ryu tidak akan berkomentar lagi. Jika putra dan istrinya sama-sama suka pada Aruni, dia tidak perlu lagi melakukan penyidikan yang lebih lanjut. Ia percaya pada penilaian dua orang terpenting dalam hidupnya itu.
"Baiklah, kalau begitu. Kita tunggu saja Rico pulang," kata Ryu. "Nanti kita atur pertemuan keluarga yang lebih formal."
Amanda tersenyum puas. Ia sudah membayangkan betapa bahagianya Rico nanti saat mendengar restu penuh dari ibunya.
"Tapi perlu di ingat ma, kata Rico, Aruni sedang melakukan ikhtiar. Jangan memaksakan apapun hasil dari doanya. Jika jawabanya adalah Rico, maka mereka memang berjodoh dan itu adalah yang terbaik untuk mereka berdua. Jika bukan Rico, itu artinya mereka belum berjodoh. " Ryu memberikan pengertian kepada istrinya.
Sementara itu, di rumah Tante Dina, Aruni masih terus saja dilanda kegalauan. Sudah hampir sebulan sejak kencan pertamanya dengan Rico, dan pria itu masih belum juga memberikan kabar. Ponselnya terus saja ia lihat, berharap ada notifikasi pesan atau panggilan dari Rico, tapi nihil.
Apakah pria itu hanya main-main dengannya?
Apakah pengakuan cintanya malam itu hanya sekadar bualan semata?
Ia sering melamun, teringat kata-kata Rico yang begitu manis, tatapannya yang tulus. Namun, ketiadaan kabar membuat hati Aruni kembali dilanda keraguan. Trauma masa lalunya seolah kembali merangkak, membisikkan ketakutan akan dejavu.
Suatu malam, Aruni tidak ikut bergabung dengan tante dan omnya. Dia memilih berdiam diri dikamar dan mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan untuk persiapan mengajar besok. Aruni ingin menyibukkan diri agar tidak terlalu memikirkan perasaannya, karena ini hanya awal, apapun bisa terjadi.
Tante Dina menatap Aruni dengan lembut dari daun pintu yang terbuka.
"Aruni," panggil Tante Dina.
Aruni menoleh. "Iya, Tante?"
"Apa yabg sedang kamu lakukan, kenapa tidak ijut bergabung dengan kami? " tanya tante Dina masuk ke kamar Aruni yang terbuka.
"Nggak lagi ngapa-ngapain tante. cuma ngerjain sedikit tugas aja buat besok. " Ia memberikan alasan
" Apa boleh tante bertanya sesuatu? " tanya Dina.
"Mau tanya apa tan? " Aruni meletakkan ponselnya dan menatap tantenya yang sepertinya ingin bertanya sesuatu yang penting.
"Apa Kamu sudah mendapatkan jawaban dari doa-doamu?" tanya Tante Dina hati-hati. Ia melihat Aruni masih sering shalat malam dan melamun belakangan ini.
Aruni terdiam sejenak. Ia teringat mimpinya tentang taman dan cahaya yang menenangkan juga sosok yang mengulurkan tabgan kepadanya. Ia juga teringat rasa damai yang ia rasakan setelah shalat istikharahnya. Aruni mengangguk pelan, dan sebuah senyum bahagia terpancar di wajahnya.
"Alhamdulillah, Tante," bisiknya, suaranya sedikit bergetar karena haru. "Aku sudah merasa lebih tenang sekarang. Aku yakin, ini jawaban dari Allah untukku."
Tante Dina tersenyum lega. "Alhamdulillah, Nak. Tante ikut senang mendengarnya."
Namun, Tiba-tiba senyum Aruni perlahan memudar. Ia menunduk, memainkan ujung jilbabnya. "Tapi, Tante..."
"Ada apa, Run?"
"Aku...aku memang sudah mendapatkan jawaban, tapi Rico masih belum datang atau memberi kabar," Aruni mengakui keraguannya. "Apa mungkin dia... hanya main-main dengan ku tante? Atau dia sudah berubah pikiran?"
Tante Dina menggenggam tangan Aruni. "Nak, jangan berprasangka buruk dulu. Rico itu bukan tipe pria seperti itu. Mungkin dia memang sibuk dengan pekerjaannya. Om Amar sering bilang dia memang sedang ada proyek besar di luar negeri."
"Iya, Tante. Aku tahu dia di Belanda," kata Aruni lirih. "Tapi masa sih tidak ada waktu untuk sekadar mengirim pesan singkat? Aruni jadi ragu, Tante."
Keraguan itu kini mulai menggerogoti keyakinan yang baru saja dia bangun. Aruni memang sudah mendapatkan jawaban dari doanya, sebuah isyarat positif yang seharusnya membuatnya yakin. Namun, absennya Rico menghubunginya benar-benar menjadi ujian berat bagi hati Aruni yang masih rapuh. Ia takut, sangat takut, jika kebahagiaan ini hanya ilusi dan ia akan kembali merasakan sakit yang sama.
Di satu sisi, keluarga Rico sudah bersiap menyambut Aruni dengan tangan terbuka, yakin akan kebaikan hatinya. Di sisi lain, Aruni tengah bergulat dengan keraguan yang mendalam, bertanya-tanya apakah jawaban doa-doanya akan selaras dengan kenyataan yang ada di hadapannya. Akankah Rico segera kembali untuk menepis keraguan itu, ataukah penantian Aruni akan berakhir dengan kekecewaan lagi?