Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Bekerja sama
Setelah sampai di rumah Vania berterima kasih pada ibu mertuanya.
"Nyonya anda belanja banyak sekali?, saya bantu bawakan ya." ujar pak Amron.
"Wah, makasih ya pak Amron, udah dibantuin, oh ya pak, lihat Bella?" tanya Vania.
" Tadi dia keluar sebentar, katanya mau beli obat." jawab Amron.
" Apa dia sakit pak?" tanya Vania khawatir.
" Dia tidak terlihat sakit, tapi saya juga tidak tahu nyonya." ujar pak Amron.
Vania pun mengangguk dan segera masuk ke kamarnya, rupanya jalan-jalan dan berbelanja itu sangat melelahkan sekali.
tok tok tok
"Ya ... " jawab Vania
pintu kamar pun terbuka, dan rupanya itu Divon.
Divon mengeluarkan kertas ajaibnya, padahal Vania sudah tahu suaminya itu tidak bisu, rasanya kesal tapi, ya udahlah, dia akan mengikuti permainan suaminya itu.
"Apa kau senang membuat Lenard kesal?" tulis Divon.
Membaca hal itu Vania menggaruk kepalanya, sekarang bapaknya gantian yang cari masalah.
"Tapi kan kita nanti juga akan berpisah." ujar Vania.
" Pada intinya di sini, kau tidak akan bisa bercerai tanpa persetujuan ku!" tulis Divon.
"Kenapa seperti itu?" tanya Vania.
" Kenapa?, ya tunggu persetujuan ku!" Tulis Divon.
" Ya terserah." Vania kemudian memunggungi Divon dan malas berbicara.
Divon hanya menghela nafas dan pergi, rasanya agak kesal, sekarang dia sungguh mulai seenaknya sendiri.
Di sisi lain Vania juga tidak mau memberikan harapan yang tidak jelas pada Lenard, tapi juga tidak tega melihat Lenard sedih, Vania sangat bingung harus bagaimana.
Vania sungguh tidak punya seseorang yang bisa dia ajak. Berbicara atau bertukar pendapat, Vania selalu sendiri dengan berjuta isi kepala yang menerpa.
2 hari kemudian.
Charles mengunjungi kediaman Sandreas, dia ingin mengirimkan beberapa dokumen penting.
" Apa kau harus datang sendiri?" ujar Divon.
" Aku sekalian mampir." jawab Charles terkekeh.
" Kau suka sekali membuat anakku menangis." ujar Divon tampak sangat kesal.
"Apa iya Lenard menangis, anak itu saja sekuat baja." sahut Charles tak percaya.
" Makanya menikah, dan punya anak, agar kau mengerti hati anak kecil." ujar Divon.
" Iya, nanti kalau ada yang sudah cerai aku akan menikah." ujar Charles sangat percaya diri.
" Apa yang kau maksud itu Charles?" Divon tampak sangat kesal.
" Apa Divon?" Charles hanya terkekeh.
" Lihat, kau ini saudara macam apa menginginkan pernikahan saudaranya bercerai!" tegas Divon mengomel.
"Lah, memangnya aku menyebutkan pernikahanmu, hahaha, ya kalau kau tidak bercerai ya baguslah, berarti matamu masih sehat, tapi kalau kau bercerai, ya aku mau lah ngejar Vania." ujar Charles.
" Apa kau sangat begitu mengagumi istri orang?" ujar Divon.
" Sayang banget kalau ada yang sempurna, cuma buat pajangan saja, rasanya aku tidak bisa melihat hal yang sia-sia." ujar Charles terus menggoda Divon.
" Siapa yang menyia-nyiakan, apa kau tidak lihat dia hidup dengan nyaman di sini." ujar Divon.
" Ya kita tidak pernah tahu isi hati orang Divon, di luar dia bisa berpura-pura ceria, tapi kan kita tidak tahu di dalam hatinya dia kesepian atau tidak, butuh teman cerita atau tidak, apalagi anak itu hidup dalam penderitaan yang lama, lalu tahu-tahu harus menjadi istri seseorang, dan merawat anak orang lain, itu sebuah beban yang berat, dia harus beradaptasi dengan baik agar tidak membuat keluarga mu malu." ujar Charles.
Divon terdiam, yang di katakan Charles memang ada benarnya juga, mungkin Vania merasa sepi dan tidak memiliki siapa-siapa untuk bercerita.
" Kau harus menjadi pasangan yang baik Von, perhatikan semua hal-hal kecil dari istrimu, kalian pasangan yang sudah menikah, kenapa tidak bekerja sama dengan baik, kau menjual kesetiaan tapi kau mengikrarkan janji suci di hadapan Tuhan, kau sedang mempermainkan hatimu sendiri atau Tuhan?" Ujar Charles.
Kata-kata Charles benar - benar menusuk hati Divon, ya benar saja kenapa dia mau menikah dengan Vania, padahal sebelum ibunya juga sudah mencarikan calon istri dari keluarga baik-baik juga, namun Divon tidak pernah tertarik, karena Rania kabur, maka Vania yang ditawarkan secara mendadak padanya.
Entah apa yang dia pikirkan saat melihat foto Vania dia langsung mengiyakan pernikahan itu.
Dan saat mencari tahu tentang Vania Divon sangat terkejut, anak itu sudah terlantar selama 20 tahun dan menderita.
Divon sangat kesal, Karena keluarga Horem menipunya, saat itu Divon juga kesal namun rupanya sikap Vania berbeda jauh dari yang dia bayangkan.
Dan sekarang kenyataannya, Vania tidak ada hubungannya dengan Horem, takdir macam apa yang sedang dimainkannya.
" Aku bukannya tidak menghargai pernikahanmu, tapi istrimu sangat menarik, coba kau ajak dia ke tempat ramai, kau akan menyadari bahwa istrimu sangat menarik di mata pria lain." Ujar Charles.
"Sudah ah, aku mau jalan - jalan di belakang siapa tahu bisa bertemu dengan istri orang lagi." ujar Charles terkekeh.
Charles pun segera keluar dari ruangan Divon.
Rupanya di depan pintu Lenard sudah berjaga.
" Uncle, cepat pulang jangan jalan-jalan!" tegas Lenard.
Charles menggendong Lenard, yang kini berat badannya sangat berisi.
" Wah, kau dirawat dengan ibu yang baik ya, dulu kau sangat ringan seperti kapas, sekarang kau dan gajah, hampir sama beratnya." ujar Charles pada Lenard.
" Siapa yang uncle bilang gajah, enak saja." ujar Lenard merajuk.
" Apa kau mau jalan-jalan dengan uncle, kita sudah lama tidak menghabiskan waktu loh." ujar Charles.
Charles ini sangat suka anak kecil, dia yang membantu Divon merawat Lenard di saat senggang, dan sangat menyayangi Lenard, dia memang pria yang perhatian, namun minusnya adalah tidak bisa menolak wanita yang datang.
" Kau marah sama uncle hanya karena menyapa ibu mu?" tanya Charles, Divon pun mengangguk.
" Divon, bagaimana jika uncle membantumu?" ujar Charles.
" Apa itu ?" tanya Uncle.
" Bagaimana jika kita menjodohkan ibumu dengan ayahmu, agar mereka bisa saling jatuh cinta." ujar Charles.
Lenard berpikir lebih dulu, tawarannya menarik tapi unclenya adalah pemain, bagaimana jika itu hal sebaliknya, pikiran anak 5 tahun itu terlalu tajam.
" Berhenti berpikir yang tidak-tidak!" tegas Charles.
" Apa yang bisa membuat Lenard yakin Uncle?" tanya Lenard.
" Oh, anak sekecil ini menanyakan sebuah keuntungan, hahaha." Charles sangat terkejut dengan keponakannya itu.
" Apa saja yang kau inginkan saja." tegas Charles.
" Lalu bagaimana jika Uncle ingkar janji?" tanya Lenard lagi.
" Apa pun itu, kau butuh saksi untuk perjanjian kita, nanti tunggu jam istirahat kita akan membuat kesepakatan di hadapan Hamis." ujar Charles.
" Baiklah,." Lenard menyanggupinya.
" Ibumu di mana?" tanya Charles.
" Apa yang ingin kau lakukan. Kalau bertemu Ibu?" tanya Lenard.
" Hanya menyapa dengan benar, karena saat itu ada anak yang merengek seperti bayi." jawab Charles terkekeh.
