NovelToon NovelToon
The End: Urban Legend Jepang

The End: Urban Legend Jepang

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Horror Thriller-Horror / Iblis / Kutukan / Hantu
Popularitas:166
Nilai: 5
Nama Author: SkyMoon

Urban legend bukan sekadar dongeng tidur atau kisah iseng untuk menakuti. Bagi Klub Voli SMA Higashizaka, urban legend adalah tantangan ritual yang harus dicoba, misteri yang harus dibuktikan.

Kazoi Hikori, pemuda kelahiran Jepang yang besar di Jerman. masuk SMA keluarganya memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya, namun tak pernah menyangka bergabung dengan klub voli berarti memasuki dunia gelap tentang legenda-legenda Jepang. Mulai dari puisi terkutuk Tomino no jigoku, pemainan Hitori Kakurenbo, menanyakan masa depan di Tsuji ura, bertemu roh Gozu yang mengancam nyawa, hingga Elevator game, satu per satu ritual mereka jalani. Hingga batas nalar mulai tergerus oleh kenyataan yang mengerikan.

Namun, ketika batas antara dunia nyata dan dunia roh mulai kabur, pertanyaannya berubah:
Apakah semua ini hanya permainan? Atau memang ada harga yang harus dibayar?

maka lihat, lakukan dan tamat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkyMoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kuil Myōgyō-ji

Langit Tokyo pagi ini tampak murung, awan kelabu nampak bergerak lambat yang semasa-sama bisa menurunkan air hujan. Cuaca sepertinya berkabung atas kemalangan tiga remaja yang dilanda ketakutan. Ibu Hikori fokus menyetir, Hikori yang duduk di sampingnya terus meremas jaket yang dia kenakan, Ichi dan Yasuhiro duduk ditengah pandangannya terus terpaku menatap ke luar jendela.

"Kaa-san apakah masih jauh," Hikori bertanya padaku sudah satu jam perjalanan dia belum melihat tanda-tanda ibunya akan menghentikan mobil.

"Kita akan ke kuil oiwa di distrik Shinjuku."

Hikori sedikit keheranan kenapa mereka harus menempuh perjalanan jauh ke Shinjuku, bukannya di Tokyo bahkan di tempat mereka tinggal banyak kuil Shinto.

"Kenapa harus ke Shinjuku?"

"Kuil itu terkenal untuk pembersihan dari roh jahat."

Hikori hanya mengangguk paham. Setelah dua jam perjalanan mereka akhirnya sampai. Mobilnya terhenti di depan gerbang kuil yang kelilingi dengan pepohonan tua.

Mereka semua turun dari mobil, terlihat ada beberapa mobil juga yang terparkir di sana. "Ayo,"ucap ibu Hikori.

Hikori melirik nama dari kuil itu, dia menekuk alisnya, ibunya membawa mereka ke kuil Buddha? Sudahlah Hikori tak begitu memperdulikannya. Itu hal wajar untuk dia menganut kepercayaan Shinto tapi pergi ke kuil Buddha.

Mereka berjalan menuju kuil yang berada di atas, setiap anak tangga yang mereka lewati telah berlumut di bagian piringannya. Hikori melihat-lihat memperhatikan sekelilingnya. Tak lama mereka berjalan mereka sampai di kuil, banyak orang yang berlalu-lalang dan berdoa di sana.

"Kita masuk ke aula utama kita temui pendeta."

Mereka hanya terdiam mengikuti ibunya. Sampainya mereka di dalam, ternyata tak sama seperti di luar di dalam sangat sepi dan entah mengapa mereka merasa angin tiba-tiba datang membuat atmosfer di sekitarnya dingin dan membuat bulu kuduk berdiri.

Di depan aula utama pendeta tua dengan pakaian putih menghampiri mereka. "Nyonya Kazoi senang bertemu anda kembali, ku dengar anakmu dan teman-temannya dihantui obake tadi malam," pendeta itu tersenyum ramah pada ibunya Hikori.

"Senang bertemu denganmu juga Ryusei-osho, ya bener aku ingin melakukan ritual goma untuk mereka."

Pendeta itu tersenyum. "Tentu saja ayo ikut aku."

Ichi dan Hikori saling pandang, Yasuhiro yang biasanya paling berani justru menjadi paling pendiam setelah kejadian itu.

"Tunggu apalagi, cepat ikut!" Bentakan ibu Hikori membuyarkan lamunan mereka. Mereka mengekor pendeta Ryusei menuju sebuah ruangan besar dengan altar di tengah. Di atas altar terdapat wadah api perunggu, kayu-kayu kecil tersusun rapi dan lonceng lonjong dari besi yang sudah tua.

Aroma dupa dan kayu Cendana memenuhi ruangan membuat suasana semakin mistis menurut mereka.

"Ambil satu papan kayu ini," ujar Pendeta Ryusei sambil memberikan masing-masing sepotong gomagi-papan kayu kecil. "Tulislah rasa takut kalian, atau apa pun yang ingin kalian lepaskan."

Ketiganya menulis perlahan, menggunakan tinta kuas hitam.

Ichi menulis: semoga dijauhkan dari roh jahat dan kesedihan yang berkepanjangan

Yasuhiro menulis: Atas semua yang aku lakukan semoga aku tidak menyesalinya

Dan Hikori, dia hanya menulis: aku takut mati.

Setelah selesai, pendeta membawa papan kayu itu dan duduk bersila di depan altar. Dia mengangkat lonceng dan mulai membacakan mantra Sanskrit dengan suara rendah namun menghentak jiwa.

"Om abira un ken, sowaka... Om abira un ken, sowaka..."

Kayu pertama dilempar ke dalam api. Lidah-lidah api menari liar, menciptakan bayangan aneh di dinding kayu kuil. Suara gemeretak api terdengar bersahutan dengan mantra yang terus dipanjatkan.

"Semoga setelah ini tidak akan terjadi apapun pada kita," bisik Ichi lirih pada Hikori. Hikori hanya mengangguk pelan.

Api terus berkobar. Mantra berlanjut. Dan saat papan ketiga dilemparkan, api berkedip dan sejenak padam, lalu menyala lebih tinggi. Suasana menjadi lebih panas, bahkan angin malam yang masuk dari celah pintu tidak sanggup menyejukkan keringat yang mulai menetes di pelipis Hikori.

Tiba-tiba saja suara lirih terdengar di telinga mereka, suara seorang wanita. Suaranya tidak jelas samar karena bercampur dengan Isak tangis. Mereka menoleh ke belakang tapi nihil tak ada siapapun di sana.

Pendeta Ryusei tetap tenang. "Itu bukan Kuchisake Onna. Itu... Oiwa-sama."

"Oiwa?" bisik Yasuhiro. "Aku seperti pernah mendengarnya namun, entah dimana dan siapa yang mengatakannya."

Pendeta tersenyum. "Wajar kau mengetahuinya dia sangat populer, tenang saja dia bukan roh jahat. Dia menjaga. Kadang, dia muncul ketika melihat orang yang kesulitan dan putus asa."

"Apakah kita akan dihantui selamanya?" Tanya Hikori

Pendeta Ryusei menatap dalam mereka bertiga. "Kalian yang datang padanya, tapi aku salut karena keberanian kalian. Tidak semua anak seusianya kalian bisa. Roh jahat biasanya menempel pada jiwa yang memiliki ketakutan besar. Tapi kalian sudah menuliskan ketakutan kalian, membakarnya, dan menyerahkan pada api. Mulai malam ini kalian akan dilindungi."

Mereka terkejut ketika pendeta Ryusei berkata mereka yang datang padanya. Apa itu artinya dia tahu kejadian yang sebenarnya?

Ritual selesai. Api perlahan padam, menyisakan abu yang lembut. Pendeta mengambil sebagian abu itu dan menaburkannya ke atas kepala mereka bertiga, sambil membaca mantra penutup.

Setelah selesai, ia menyerahkan omamori-jimat perlindungan dari kuil Myogyo-ji.

"Jangan lepaskan jimat ini sampai tujuh malam berlalu. Dan jangan pernah memanggil nama 'dia' lagi. Biarkan masa lalu terkubur."

Ketiganya menunduk hormat. Hikori merasakan beban di dadanya sedikit lebih ringan. Ichi tampak bisa bernapas lega. Dan Yasuhiro? Untuk pertama kalinya sejak kejadian itu, ia tersenyum kecil.

Saat mereka berjalan meninggalkan aula, Hikori celingak-celinguk mencari ibunya tapi tidak ada apa mungkin dia berada di mobil. Mereka memutuskan turun ke bawah. Dan, benar saja ibunya sedang menyegarkan tubuhnya dengan AC mobil.

"Kalian sudah selesai?"

Hikori mengangguk, mereka kembali ke mobil dengan posisi yang sama.

Di perjalanan pulang yang itu berati mereka harus menempuh perjalanan satu jam lebih lagi. Hikori menceritakan tentang ritual goma dan suara perempuan yang bernama Oiwa itu pada ibunya.

Dia hanya tersenyum mendengar nama Oiwa disebut. "Apa kalian tadi melihat di altar utama ada lukisan seorang perempuan berambut panjang? Itulah Oiwa-san."

Mereka tampaknya berpikir tapi tak satupun dari mereka yang melihat lukisan itu. Mereka terlalu ketakutan jadi tidak memperhatikan sekitar.

"Aku rasa aku tidak melihat," jawab Hikori.

"Yah aku juga," timpal Ichi dan Yasuhiro hanya mengangguk.

"Oiwa adalah perempuan yang hidup di zaman Edo. Dia digambarkan sebagai istri yang setia namun sayangnya dia mati dengan tragis.

Saat itu Oiwa menikah dengan samurai bernama Tamiya. Awalnya kehidupan mereka berjalan normal. Hingga sampai Tamiya mulai tamak dan ingin menikahi wanita dari keluarga kaya agar bisa mendapatkan status dan uang.

Lalu dia bersekongkol dengan tetangganya untuk meracuni Oiwa. Racun itu membuat wajah Oiwa rusak parah dan rambutnya rontok. Dalam kondisi seperti itu Oiwa masih tetap mencintai Tamiya.

Namun, setelah kebenaran terungkap, Oiwa putus asa dan berakhir dengan penderita. Tapi banyak yang mengatakan juga jika Oiwa meninggal bunuh diri. Setelah kematiannya dia bangkit menjadi onryō dan menghantui tamiya dan orang-orang yang terlibat dalam kematiannya.

Untuk menenangkan arwahnya dibangunlah kuil itu. Kuil Myōgyō-ji yang juga dikenal sebagai kuil Oiwa."

Mereka hanya mengangguk mendengar penjelasan ibu Hikori. Tak di sangka ternyata Kuil itu punya sejarah.

To be continued

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!