NovelToon NovelToon
Di Persimpangan Rasa

Di Persimpangan Rasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Teen School/College / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Idola sekolah
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Candylight_

Alana tak percaya pada cinta—bukan sejak patah hati, tapi bahkan sebelum sempat jatuh cinta. Baginya, cinta hanya ilusi yang perlahan memudar, seperti yang ia lihat pada kedua orang tuanya.

Namun semuanya berubah saat Jendral datang. Murid baru yang membawa rasa yang tak pernah ia harapkan. Masalahnya, Naresh—sahabat yang selalu ada—juga menyimpan rasa yang lebih dari sekadar persahabatan.

Kini, Alana berdiri di persimpangan. Antara masa lalu yang ingin ia tolak, dan masa depan yang tak bisa ia hindari.

Karena cinta, tak pernah sesederhana memilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Candylight_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17 — Antara Kaluna, Lip Balm, dan Ciuman Kilat

Jendral terus mengikuti Alana. Kali ini, Alana melangkah menuju kelas XI-2 untuk menemui Naresh. Ia yakin Naresh memiliki informasi yang dibutuhkan tentang alasan Nisya tiba-tiba dikeluarkan dari daftar penerima beasiswa.

"Naresh!" panggil Alana saat memasuki kelas XI-2. Ketegangan langsung tercipta, hanya karena ia datang dengan sorot mata penuh emosi.

Naresh, yang seolah memahami situasi dan tahu apa yang harus dilakukan, segera bangkit dari tempat duduknya dan mengajak Alana mengikutinya.

"Ikut gue," ucapnya sambil berjalan lebih dulu keluar dari kelas itu.

Alana menyusul Naresh, masih diikuti Jendral di belakangnya. Mereka menuju atap sekolah tanpa peduli pada jam pelajaran yang sebentar lagi dimulai.

"Pelakunya Kaluna. Dia punya sesuatu yang bikin kepala sekolah terpaksa ngeluarin Nisya dari daftar penerima beasiswa," ucap Naresh, langsung menjelaskan apa yang diketahuinya begitu mereka tiba di atap sekolah, tanpa perlu menunggu Alana bertanya.

"Sesuatu? Sesuatu apa?" tanya Alana, tidak mengerti maksud Naresh. Ia yakin bahwa "sesuatu" itu adalah hal yang sangat penting.

"Naresh!" tegur Alana karena Naresh belum juga menjawab pertanyaannya. Padahal ia perlu tahu hal itu demi menyelamatkan beasiswa Nisya.

"Nanti gue kasih tahu, nggak sekarang," ucap Naresh. Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, karena 'sesuatu' yang dimaksud adalah bukti perselingkuhan Bapak Kepala Sekolah.

Naresh tidak bisa mengatakannya secara gamblang, mengingat hal itu terlalu sensitif untuk dibahas bersama Alana.

"Oke," ujar Alana. Ia tidak memaksa Naresh bercerita karena yakin, jika memungkinkan, Naresh pasti akan melakukannya.

"Tapi gue udah bilang ke kepala sekolah, bakal gue bongkar semua rahasia gelap sekolah ini kalau beasiswa Nisya nggak dikembalikan. Nanti lo yang urus," ucap Alana, mempercayakan semuanya kepada Naresh.

Urusan media sosial memang selalu ditangani Naresh atas perintah Alana. Alasan Alana menjadi yang paling berkuasa di antara yang berkuasa adalah karena ia memiliki partner seperti Naresh.

"Oke," Naresh langsung setuju, seolah tahu apa yang harus dilakukan. "Kalau nggak ada lagi, gue mau ke kelas."

Alana hanya mengangguk. Naresh pun pergi dari atap sekolah, meninggalkan Alana bersama Jendral. Sebelum benar-benar pergi, Naresh sempat melirik Jendral—tatapan yang seolah mengatakan bahwa Jendral tidak boleh membiarkan Alana dikuasai emosinya. Tidak diucapkan, hanya disampaikan lewat mata.

Jendral yang memahami maksud tatapan Naresh hanya mengangguk, tanda bahwa ia siap mengambil alih. Ia pun tidak akan membiarkan Alana terus tenggelam dalam suasana hati yang buruk. Saat Alana bersiap meninggalkan atap sekolah, Jendral menahan pergelangan tangan perempuan itu, mencegahnya pergi.

"Lo mau ke mana lagi, Alana?" tanya Jendral, tidak membiarkan Alana pergi begitu saja kali ini.

Alana menoleh, menatap mata Jendral sejenak. Tapi setelah itu ia memalingkan wajah, tidak sanggup menatap Jendral terlalu lama.

"Gue harus ketemu sama Kaluna," jawabnya.

"Jangan, oke? Kita di sini aja," ucap Jendral. Bukan perintah, lebih seperti permintaan yang pelan.

"Lo nggak denger tadi? Kaluna yang udah bikin Nisya dikeluarkan dari daftar beasiswa!" Alana kembali menatap Jendral, kali ini dengan nada meninggi.

"Gue denger, Alana. Tapi lo harus tenang, jangan terlalu terbawa emosi," pinta Jendral dengan lembut.

Entah kenapa, Alana langsung luluh. Ada sesuatu dari tatapan Jendral yang membuatnya memilih untuk menuruti lelaki itu.

Tangan Jendral yang masih menggenggam pergelangan tangan Alana perlahan menurun, membuat jemarinya bertaut dengan jemari perempuan itu. Genggaman mereka menguat secara alami. Alana sempat melirik ke arah tangan mereka yang kini saling menggenggam, namun tidak berniat melepaskannya.

"Lo cuma boleh kesel dan ngelampiasin amarah ke gue. Gue cemburu kalau ada orang lain yang bikin lo kesel dan marah," ucap Jendral sambil tersenyum.

Alana sempat salah fokus. Tatapannya teralihkan pada senyuman Jendral yang baru disadarinya memiliki tahi lalat kecil di bawah bibir kanan. Entah kenapa, senyuman itu terasa semakin manis karenanya.

"Kenapa?" tanya Jendral bingung melihat Alana diam sambil memandangi bibirnya.

Awalnya, Alana tidak menjawab dan hanya terus menatap bibir itu. Tapi pertanyaan spontan Jendral membuatnya buru-buru mengalihkan pandangan.

"Ada sesuatu di bibir gue?" tanya Jendral sambil menyentuh bibirnya, barangkali ada sisa makanan atau hal lain.

"Bibir lo kering," jawab Alana asal, masih menghindari tatapan Jendral.

"Kering?" tanya Jendral sambil menyentuh bibirnya sendiri. Bibirnya memang sedikit kering, tapi ia ragu Alana menatap bibirnya karena alasan itu.

"Iya," jawab Alana, lalu mengambil sesuatu dari sakunya dan menyerahkannya pada Jendral.

"Pakai ini, biar bibir lo nggak kering," ucap Alana sambil menyodorkan lip balm miliknya.

Jendral menatap lip balm itu sejenak, lalu tersenyum. Itu lip balm yang jelas sudah dipakai Alana, dan sekarang perempuan itu menyuruhnya memakainya juga.

"Gue nggak tahu cara pakainya," ucap Jendral tanpa menerima lip balm itu. Bukan alasan, dia memang belum pernah pakai pelembap bibir sebelumnya. Ketua geng seperti dirinya rasanya tidak mungkin banget pakai barang perempuan.

"Ck, yaudah gue pakein," ujar Alana, tanpa diduga, benar-benar membantu Jendral memakaikan lip balm di bibirnya.

Tindakan tiba-tiba itu membuat Jendral menahan napas, apalagi saat lip balm Alana menyentuh bibirnya perlahan. Alana sendiri baru menyadari apa yang sedang dilakukannya dan langsung membeku di tempat, lip balm yang masih ada di tangannya menempel di bibir Jendral.

"Sial, kenapa gue pakein Jendral lip balm?" jeritnya dalam hati, menyadari tindakan sembrononya. Kini, posisi mereka semakin dekat, bahkan terlalu dekat. Tangan Jendral berada di kedua sisi tubuh Alana, tidak menyentuh apapun, tapi cukup membuat tubuh Alana menegang.

Jendral tersenyum melihat tubuh Alana yang membeku dan menegang seperti itu. Ia mengambil alih lip balm dari tangan Alana, sedikit menarik tangannya, dan lalu...

Cup.

Jendral mencium kilat bibir Alana dan berkata, "Ini cara terbaik buat ngatasi bibir kering," ujarnya dengan senyuman.

Alana mendecih pelan. Berani-beraninya Jendral mencium bibirnya, tapi yang aneh, tubuhnya tidak melakukan apapun—tidak menghajar wajah Jendral, misalnya.

"Kenapa lo nyium gue?" Hanya itu yang keluar dari mulut Alana. Tubuhnya sama sekali tidak bergerak untuk menghajar Jendral yang sudah kurang ajar mencuri ciuman pertamanya.

"Lo bilang bibir gue kering?" Jendral menjawab ringan, seolah itulah satu-satunya solusi untuk masalahnya.

"Jadi lo biasa nyium cewek kalau bibir lo kering?" Alana memelototinya. Ada rasa kesal dalam dadanya, membayangkan Jendral melakukan hal yang sama ke perempuan lain.

"Nggak biasa... tapi kalau lo mau, boleh juga jadi kebiasaan." Senyuman Jendral makin lebar, dan entah kenapa makin bikin Alana sebal.

Apa katanya tadi? Jendral mau mereka berciuman tiap kali bibirnya kering?

"Gue bisa bantu siram lo pake air pel kalau bibir lo kering," ucap Alana tajam, matanya menyipit penuh ancaman.

Jendral hanya terkekeh pelan, tidak berkata apa-apa. Matanya menatap Alana dengan ekspresi puas.

Syukurlah, pikirnya. Alana sepertinya sudah melupakan kemarahan awalnya... dan sekarang hanya kesal padanya.

1
Syaira Liana
makasih kaka, semoga baik baik terus 😍😍
Syaira Liana
ceritanya sangat seru
Syaira Liana
alana percaya yuk
Syaira Liana
jadi bingung pilih naresh apa jeje😭😭
Syaira Liana
alana kamu udah jatuh cinta😍😍 terimakasih kak
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Izin yaa
total 1 replies
Syaira Liana
lanjutt kaka, alana bakal baik2 aja kan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!