Jangan Rubah Takdirku !

Setelah wanita itu benar-benar pergi, kini tinggallah Diana dan Ansel di ruangan itu. Hening adalah gambaran suasana di ruangan itu. Tak ada yang mulai membuka suara, keduanya tampak diam namun tatapan mata mereka saling bertemu. Seakan-akan saling beradu menggunakan ilmu telepati, Ansel nampak menatap lekat raut wajah Diana untuk menebak suasana hati wanita itu. Sedangkan Diana, wanita itu hanya bisa membalas tatapan Ansel dengan pandangan sulit di tebak.

Ehm!

Ansel berdehem keras untuk mencairkan suasana yang nampak awkward itu. Diana pun mulai kembali bersikap biasa seraya menatap kearah lain setelah menyadari jika dirinya sejak tadi menatap Ansel.

"Kau tahu kenapa aku menyuruh mu kemari?" Ansel sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan hingga semakin mengikis jarak diantara mereka. Walau masih terhalang meja, namun wajah Ansel benar-benar dekat dengan wajah Diana, membuat wanita itu sedikit menarik tubuh nya agar sedikit ke belakang. Dia tak nyaman jika harus berdekatan dengan laki-laki, terlebih laki-laki itu adalah Ansel.

"Tidak." Diana menjawab cepat setelah menjauhkan tubuh nya sedikit ke belakang. Tentu saja dia menjawab cepat, karena memang tidak tahu ada urusan penting apa yang membuat Ansel menyuruh nya kemari.

"Ck, tentu saja kau tidak tahu karena aku belum memberitahu."

Astaga ... kalau dia sudah tahu bahwa Diana tak tahu maksud dan tujuan nya menyuruh kemari, lalu kenapa harus susah-susah bertanya, Ansel..? Ck, buang-buang waktu saja!

Meski Diana ingin mengumpat seperti itu, tetapi dia hanya bisa berkata dalam hati, walau bagaimanapun Diana tahu jika perkataan sang maha kuasa itu tak akan bisa disanggah siapapun kecuali dengan orang yang lebih tinggi derajat nya.

"Aku ingin kau menandatangani surat perjanjian ini." Ansel menyodorkan kertas yang terbungkus map lengkap dengan bolpoin di atas nya.

Sedangkan Diana masih belum merespon, otak nya sedikit lemot untuk memahami semua ini. Surat perjanjian? Surat perjanjian apakah yang dia maksud? Dia bahkan tak pernah menjalin kerja sama dengan Ansel. Atau, mungkin saja ini surat perjanjian pra nikah yang sering dia lihat seperti di drama-drama film?

"Buka lah." Di saat Diana masih termenung dalam pikiran nya, Ansel kembali menyadarkan dirinya. Akhirnya mau tak mau Diana menuruti keinginan Ansel.

Dibuka nya map itu secara perlahan lalu mengambil satu kertas putih yang sudah terdapat deretan huruf ketikan membentuk sebuah kata yang terus terhubung hingga membentuk beberapa kalimat.

Tanpa terasa, tangan Diana mengepal kuat setelah membaca habis dan mengetahui isi perjanjian itu. Ternyata Ansel sedang berusaha mengancam nya. Di mana isi dari perjanjian itu adalah Diana harus mau menikahi Ansel dan menuruti semua perintah nya, atau jika tidak maka dia lebih memilih scandal diri nya bersama beberapa pria berdompet tebal tersebar ke seluruh penjuru tanah air, bahkan sampai ke kampung halaman nya yang akan membuat ibu angkat nya Halimah shock dan semakin bertambah sakit. Bukan itu saja, Ansel juga mengancam akan mengambil anak nya meski dengan atau tanpa persetujuan Diana.

Disisi lain, jika Diana memilih menikah dengan Ansel, maka semua kebutuhan nya dan kebutuhan orang tua Diana akan terpenuhi. Bahkan Ansel akan mencarikan dokter untuk menyembuhkan ibu Halimah, dengan syarat Diana harus mematuhi segala perintah nya. Bahkan meski menjadi babu sekali pun, maka Diana harus menuruti.

Ansel memang sudah mencari tahu kehidupan Diana, dan dia tahu kelemahan wanita itu. Dia takut ibu angkat nya mengetahui pekerjaan kotor nya selama ini. Karena jika sampai itu terjadi, dapat dipastikan ibu angkat nya akan mengalami serangan jantung yang mungkin akan mengakhiri hidupnya.

"Apa salah ku?" Tanya Rania dengan mata berkaca-kaca. Dia tak sanggup lagi menahan tangis. Ansel benar-benar pria kejam, dia bahkan tak pernah menyangka ada pria sejahat Ansel. Sebenarnya apa keinginan laki-laki itu? Kenapa seakan-akan Diana menjadi mainan nya? Padahal sebelumnya mereka tak memiliki keterkaitan apapun sebelum melakukan one night stand yang berakhir naas.

"Kenapa kau melakukan ini padaku? Kenapa??" Tangan kanan Diana menarik jas Ansel setelah berdiri dari tempat duduk nya sehingga pria itu terhuyung ke depan jika saja tangan nya tidak segera bertumpu meja. Nafas Diana terlihat naik turun tak beraturan, cairan bening itu sudah mengumpul di pelupuk yang jika dalam satu kedipan saja air mata itu tumpah membanjiri wajah.

"Apa salah ku padamu..? Kenapa kau begitu menyiksaku? Aku tak pernah memiliki urusan dengan mu sebenarnya, kenapa kau begitu mempersulit ku? Jawab aku, apa salah ku padamu?!" Kemarahan Diana sudah berada di puncak nya. Dia tak bisa lagi membendung luapan emosi yang semula dia simpan begitu rapat dan tak ingin di muntah kan.

Tangan Diana bahkan mencengkeram kuat tubuh Ansel dan menggoncang nya tak kalah kuat pula. Namun hal itu sama sekali tak mengusik hati Ansel ketenangan Ansel. Laki-laki itu tampak biasa-biasa saja meski air mata Diana sudah luruh sedari tadi.

"Kenapa kau begitu mempersulit ku? Aku tak meminta mu bertanggung jawab, aku juga tak menuntut dan tidak pula mengemis harta untuk menyumbang menghidupi janin ku! Tidak ada sedikit pun aku memiliki pikiran seperti itu. Tapi kenapa seakan-akan kau ingin sekali menyiksa ku? Sebenarnya apa salah ku padamu?" Luruh sudah tubuh Diana ke lantai. Dia sudah tak sanggup lagi menopang tubuh nya agar tetap berdiri, dia pun tak sudi menggunakan kursi di ruangan itu.

Sementara itu Ansel mulai mendekati Diana, tubuhnya sedikit membungkuk setelah berada tepat di depan Diana yang sedang bersimpuh di lantai.

"Kau bilang apa salah mu, hm?" Ansel mencengkeram kuat dagu Diana dan mencondongkan ke atas agar menatap wajah nya. Ansel tampak menatap sinis dengan seringai wajah yang begitu mematikan.

"Apa kau lupa? Aku benci tubuh kotor mu! Tapi dengan beraninya kau menumbuhkan bibit ku di rahim kotor mu! aku benci, Aku sangat membenci mu!" Satu tangan Ansel meraih rambut panjang Diana yang tertata rapi lalu menarik nya dengan kuat hingga membuat wanita itu memekik keras.

"Jika memang kau membenci nya, seharusnya kau bebaskan aku saja. Aku berjanji tidak akan pernah muncul dihadapan mu dan mengusik hidup mu."

"Cih, omong kosong apa itu?" Ansel bahkan tak segan-segan meludah di depan Diana. Wanita itu benar-benar diperlakukan layaknya sampah.

"Meski aku sangat benci kau yang seorang pelacur tapi bayi yang kau kandung itu anak ku juga. Aku tidak akan membiarkan bayi ku terlantar apalagi sampai membiarkan hidup bersama pelacur!"

Tes... tes ... tes.

Air mata Diana luruh ke lantai dengan begitu deras. Dia tak sanggup lagi berkata apapun, Diana hanya mampu mengeluarkan air mata sebanyak-banyaknya untuk mengurangi rasa sakit di hati atas semua penghinaan Ansel.