Niatnya mulia, ingin membantu perekonomian keluarga, meringankan beban suami dalam mencari nafkah.
Namum, Sriana tak menyangka jika kepergiannya mengais rezeki hingga ke negeri orang, meninggalkan kedua anaknya yang masih kecil – bukan berbuah manis, melainkan dimanfaatkan sedemikian rupa.
Sriana merasa diperlakukan bak Sapi perah. Uang dikuras, fisik tak diperhatikan, keluhnya diabaikan, protesnya dicap sebagai istri pembangkang, diamnya dianggap wanita kekanakan.
Sampai suatu ketika, Sriana mendapati hal menyakitkan layaknya ditikam belati tepat di ulu hati, ternyata ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Isyt : 16
Triani mendesis, berteriak, kesepuluh jari berkuku lumayan panjang menggaruk, mencakar wajahnya sampai irisan Tomat berjatuhan.
Dia bangun, terduduk, kesulitan membuka mata karena kelopaknya bengkak. “Aduh, aduh … perih! Arghh! Sri! Sriana!”
Yang dipanggil tertidur pulas, berbaring satu ranjang dengan nenek.
“Apa to ini?!” Tomat mulai layu itu dia cium, tidak ada bau aneh.
Akhh!
"Gatel tenan, Gusti!” Triani berlari, tapi karena tidak memperhatikan jalan, keningnya terantuk pintu kamar yang masih tertutup.
“Jioh, ngaleho (minggir)!” Telapak tangannya terasa pedas setelah memukul pintu.
Derap langkah kaki Triani terdengar menghentak lantai, dia hempas daun pintu kamar mandi, menutupnya kembali sampai bunyi berdentum, dirinya langsung bercermin.
"Muka ku kenapa jelek banget! Akhh!” Triani histeris, kulit wajahnya bengkak, terdapat luka lecet goresan kuku, lengket dikarenakan air buah Tomat, dan terasa gatal, panas, perih.
“Aku ndak mau seperti ini!” Kepalanya pun terasa gatal, digaruk-garuk layaknya Monyet.
Tanpa peduli suhu dingin, Triani melucuti pakaiannya, lalu masuk ke area shower, menekan air keran ke suhu hangat.
Tangan Triani tidak bisa diam, terus menggaruk kepala, menepuk-nepuk wajah yang seperti habis dihisap Nyamuk. “Iki sakjane lapo toh (Ini sebenarnya kenapa)?!”
Hiks hiks … akhh.
Triani menangis, berdiri dibawah guyuran air hangat. Luka cakaran bertambah perih sampai rasanya menembus ubun-ubun.
Suhu air panas pun dinaikan, kulit wajah dan tubuh Triani memerah tapi empunya seperti tidak merasakannya.
Beberapa saat kemudian, kala rasa perih mulai berkurang, Triani keluar dari area shower, menyambar jubah yang digantungkan pada belakang pintu. Dia tidak peduli air menetes membasahi lantai, ada Sriana yang bisa disuruh membereskan.
Jubah berlengan sesiku, panjang selutut itu sudah dia pakai, saat mau mengikat tali pada pinggang – mata sipit Triani berusaha keras untuk melotot.
Ah ah ah. Ahkkh!
Triani berjingkat-jingkat, putingnya terasa panas, dan belahan selangkangan seperti terbakar. Dia buka lagi jubahnya, lalu masuk ke dalam area shower – menyala air keran tanpa mengatur suhunya.
“Mas Agung! Agung Gung!” Dirinya seperti orang kerasukan, menggesek punggung pada dinding, memukul-mukul buah dada, kedua paha menjepit area bawah demi mengurangi rasa perih, pedas, panas.
Dinginnya air, ditambah suhu musim dingin, membuat tubuh Triani seketika menggigil.
Ibu dari seorang putri itu menangis, berteriak, melompat-lompat, berakhir kepalanya menyundul alat pemanas air.
Arghh!
Bugh!
Triani terpeleset, bokongnya menghantam lantai, kepalanya mulai benjol, wajah bengkak, area sensitif seperti diolesi cabai.
“Sriana! Sri! Budek koen yo?! Aku hampir semaput Iki! Tulongo!” rintihnya, berbaring miring, berteriak meminta tolong kepada sepupunya, berbalik ke samping kanan-kiri.
Di luar dinding kamar mandi, Sriana terpingkal-pingkal sambil menggigit bibir. Dia sudah ada disana sejak Triani menjerit kepanasan. “Mampus kowe!”
Lima belas menit kemudian, baru Sriana masuk ke dalam kamar mandi. Meskipun keinginannya membiarkan sampai Triani mati kedinginan, tapi dia harus tahu batasan.
Seandainya terjadi apa-apa, urusannya jadi panjang, berbuntut dia juga akan kena imbasnya.
“Yungalah, mbak Tria!” Wajahnya menampilkan ekspresi terkejut, batinnya terbahak-bahak saat melihat Triani seperti seekor ikan terdampar di daratan.
Wanita basah kuyup itu kehabisan daya, untuk mengumpat saja dia tidak sanggup, cuma bisa merintih.
‘Udah mirip kue lemper dirimu, Tri!’ batinnya terus tertawa.
Dimatikannya keran air, lalu membantu sang kakak sepupu bangkit, kulit Triani sangat dingin, bibirnya sudah membiru, serta badan menggigil. Wajah pucat, darah segar tidak lagi keluar, ikut beku.
Tanpa Triani tahu, karena matanya terpejam – Sriana menatap puas pada bekas luka goresan hampir memenuhi wajah sepupunya. Belum lagi timbul ruam cukup parah dan hal itu membuat hatinya berbunga-bunga.
Tubuh Triani dipapah, bajunya sendiri pun ikut basah. Sengaja tidak dipakaikan apa-apa sampai masuk ke dalam kamar mereka, lalu dibaringkan pada busa kasur.
Sriana mengambil baju tidur hangat, fresh care, dan kaos kaki.
Perut, dada, leher, lengan, paha – diolesi minyak hangat, tidak ketinggalan bagian wajah.
Belum apa-apa, Triani mengerang. Bagian bekas luka garukan, dan ruam kembali terasa panas serta perih.
“Sabar nggeh Mbak, bentar lagi juga sembuh,” hiburnya dengan nada palsu. Dia tersenyum miring kala melihat bagian bawah yang bulunya dicukur habis memerah, serta bentol-bentol.
“Ambilno obat alergi. Cepat!” titahnya pelan tanpa menggunakan kata tolong.
“Kenakan dulu pakaian hangatmu ini, biar ndak kayak Ayam kenak penyakit ayan.” Dia lempar kaos, dan celana panjang tebal, lalu pura-pura keluar. Padahal cuma bersandar di tembok kamar bagian luar. Obat gatal itu sudah dikantongi sejak semalam, karena telah memperkirakan hal ini.
Untuk pertama kalinya, semenjak Sriana tinggal satu rumah dengan kakak sepupunya – Triani benar-benar merasakan sakit luar biasa.
Bagian sensitif Triani lecet, wajah luka-luka meskipun tidak dalam, area perut dan dada merah-merah, dia langsung mengalami tanda-tanda mau demam.
Sedikitpun Sriana tidak merasa kasihan melainkan menatap puas. ‘Ini masih sekian nol persen dari rasa sakit yang dirimu taburkan ke hidupku Tria!’
***
Kamu tunggu disini saja, ya? Ndak usah ikut Mas naik sampai puncak, nanti kakimu nginjek pampers ada tai nya lagi, nangis.” Anak laki-laki itu melepaskan sepatu yang bagian depan sudah bolong, dia lakban menggunakan isolasi hitam.
Septian menurunkan tas ransel yang resletingnya sudah rusak, dan membuka topi sekolahnya. Anak laki-laki mengenakan seragam pramuka itu bersiap menanjak gunung tumpukan sampah, mencari bekas botol plastik maupun kardus.
Ambar Ratih menurunkan tas selempang yang warnanya sudah pudar, terlalu sering disikat oleh kakaknya dikarenakan terdapat noda kotor. “Aku mau ikut, kali ini ndak bakalan nangis. Soalnya sambil membayangkan selusin pensil warna.”
Ya, uang hasil memulung kali ini mau dibelikan pensil warna buat Ambar, gadis kecil nan manis itu ingin mengikuti lomba menggambar dan mewarnai di sekolahnya, tapi pensil warnanya sudah tidak bisa dipakai, tinggal sepanjang kuku jari saja.
“Ya sudah, pakai topi Mas ini. Biar ndak kepanasan,” topi yang tadi mau disimpan kedalam tas pun dikeluarkan – topi bersama, memakainya secara bergantian.
Sepasang anak Sriana, melangkah menanjak ke tumpukan sampah basah, bau busuk, mereka mengais, memilah barang tak layak itu demi mencari apa saja yang dapat diuangkan.
Teriknya matahari disiang hari tak dirasa. Sesekali mereka menelan air ludah demi membasahi kerongkongan yang kering, sebab air dalam botol minum sudah habis.
“Alhamdulillah. Mas, aku dapat botol besar dua!” Ambar melompat-lompat diatas sampah, wajah berkeringat nya terlihat sumringah. Kedua tangan berkuku hitam menggenggam botol bekas.
Septian pun memamerkan apa yang dia temukan, kardus bekas.
Tanpa mereka sadari, seseorang tengah merekam aksi memulung itu seraya membekap mulut agar suara tangisnya tidak lolos.
“Sriana, kamu harus lihat ini!” Di kliknya tombol kirim.
.
.
Bersambung.
semoga berhasil ambil Semua yg berharga,🤲🤲🤲
ada paparazi
lek Dimas?
naaaaaa kaaannnn
sudah lama hubungan mereka
🤬🤬🤬🤬🤬
part Iki misuh troooosss kak cublikkkkk 😆😆😆
astagfirullah astagfirullah astagfirullah astagfirullah
haduuuwww seketika ngakak
🤣🤣🤣🤣maaf zaaa✌️✌️✌️
Treek Treeekkkk
sekarang mulai menata dr awal
pelan tpi pasti keluar dari jeratan laki2 gak guna!
sampai mau nikah dgn laki2 mokondo?
apa ada campur tangan Ita mbokne Tri?
akan ada kegemparan apa?🤔
bener kui Sri 👍👍👍
langsung muntah ke mukamu gooooonggggg
ngarang kentang 🥔
opo mau lewat hape
emange Trisundel, muaaaaaaakkkkk 🤢🤢🤢
tensi meroket huasy* Kowe guuunggg!!!!
astagfirullah astagfirullah astagfirullah
yg ngitung gaji siapa!