(WARNING! banyak **** ***** dan tindakan yang buruk. Harap bijak dalam memilih bacaan dan abaikan buku ini jika membuat pembaca tidak nyaman.) Akira Kei, seorang bocah SMA yang yatim-piatu yang awalnya hidup dengan tenang dan normal. Dia hidup sendirian di apartemen setelah ibunya meninggal saat dirinya baru masuk SMA. Dan impiannya? Dia hanya ingin hidup damai dan tenang, meksipun itu artinya hidup sendirian. Tapi sepertinya takdir berkata lain, sehingga kehidupan Akira Kei berubah 180°. Apa Akira Kei bisa mewujudkan impiannya itu? Atau tidak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amigo Santos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ㅤ
“Haduhhh… capek eouy…!” teriak Ellen, seorang murid perempuan dari Akademi Syntexia.
“Kau capek ngapain dah? Bukannya tadi nembak monster pake panah cuma 5 kali ya?” tanya Dion yang ikut duduk di samping Ellen.
Ya, Ellen adalah orang yang memiliki Solus Seed, tapi tidak meiliki Elym. Jadi dia menggunakan senjata sebagai alat untuk menyalurkan energi Solus Seed nya. Dan senjata yang dia pilih adalah panah.
“Emang sih, cuma 5 monster yang kena, soalnya monsternya gesit banget. Jadinya susah bidiknya.” Keluh Ellen sambil menghela nafas panjang, “beda sama kau, cuma buat dinding doang, habis itu nyantai di belakang lagi.” Imbuhnya sambil menatap sebal Dion.
“Ohh sudah jelas dong~ Dion gitu loh! Ahahaha…!”
Dengan itu, Dion beranjak dari duduknya dan berjalan menghampiri temannya yang lain, meninggalkan Ellen yang sudah merutuki dirinya itu.
“Dasar…! Sombongnya kelewatan bet dah. Ku timbuk pake busur baru tau rasa kau.” Gerutu Ellen sambil memeluk lututnya.
“Apa kau terluka, Ellen?” ujar seorang murid perempuan, yang membuat atensi Ellen teralih pada orang itu.
“Amy…!” ujar Ellen dengan penuh semangat dan langsung beranjak menghampiri Amy sebelum memeluknya erat, “ngak ada yang luka kok, cuma capek dikit ga ngaruh.” Lanjutnya.
Amy, murid perempuan dari Akademi LuminoCore. Murid yang berfokus pada sihir penyembuhan dan sihir support lainnya seperti menambah stamina, kekuatan, dan kemampuan mereka untuk sementara.
“Syukur deh kalau ga ada yang luka.” Balas Amy sambil menepuk punggung Ellen.
Kita abaikan dulu dua orang ini, dan mari kita beralih ke Edric yang sedang berbincang dengan Kei dan Yuna.
“Kapasitasnya terlalu sedikit ya…” gumam Edric sambil mengamati pistol yang dia berikan kepada Kei.
“Aku tidak begitu mengerti, tapi sepertinya memang benar kalau kapasitasnya terlalu kecil.” Ujar Yuna sambil ikut memandangi pistol di tangan Edric.
Edric mengangguk sebelum menyerahkan kembali pistol yang sekarang sudah menjadi milik Kei itu dari tangannya.
“Untuk sementara gunakan saja itu, Kei. Aku akan kembali membawakanmu yang lain, tentunya dengan kapasitas yang lebih besar.” Ucap Edric sambil menyilangkan kedua tangannya, “apa ada barang yang kau inginkan selain pistol ini?” lanjut tanya Edric.
“Mungkin katana saja, mengingat aku cukup ahli menggunakan senjata itu.” Jawab Kei sambil memperhatikan pistol yang sekarang sudah mejadi miliknya itu.
“Baiklah, kalau begitu aku akan membawakanmu pistol yang baru dan katana yang-”
“Katana-nya dua biji ya, biar keren gitu pake dua katana sekaligus.”
Edric menatap datar Kei yang baru saja memotong ucapannya dengan permintaannya yang lain, “ngelunjak nih anak…” gumamnya di benaknya.
Edric kemudian berbalik dan berjalan menjauh dari Kei dan Yuna sebelum menyuruh anggotanya untuk berkumpul, “Kemari, anak anak…!”
Mendengar itu, semua anggotanya langsung berjalan mendekati Edric dan mengelilinginya, membentuk lingkaran sama seperti saat diluar portal tadi.
“Pertama, mari kita bertepuk tangan bersama karena kalian berhasil bertahan sampai sejauh ini.” Ujar Edric sambil menepuk tangannya dan diikuti oleh anggota lainnya.
“Lalu, sekarang apa?” tanya Rian setelah selesai bertepuk tangan.
Pertanyaan itu sukses membuat semua anggota kembali menatap Edric dengan tatapan penuh dengan pertanyaan yang sama. Dan Edric yang mendapatkan tatapan itu pun hanya menghela nafas.
“Tentu saja kita akan masuk lebih dalam untuk mencari ruangan dimana bos monster berada, ayo.” Ujar Edric sambil berbalik dan berjalan lebih dahulu menyusuri goa.
Mereka pun segera iku berjalan mengekori Edric menyusuri goa untuk mencari ruangan bos yang harus mereka kalahkan.
“Emm… aku penasaran, apa ruang yang ada di dalam portal selalu goa? Seperti yang kita masuki sekarang. Atau berbeda sesuai warnanya?” celetuk Natasha yang sukses membuat yang lainnya ikut penasaran.
“benar, tapi juga salah. Kita ambil contoh portal berwarna merah alias portal dengan level atas. Biasanya tempatnya itu seperti arena pertarungan dimana kita bertarung melawan seekor monster yang sangat kuat, tapi pernah ditemukan kalau dalamnya itu seperti hutan yang sangat besar dan luas. Dan hal itulah yang membuat waktu penaklukkan menjadi lebih lama dari yang diharapkan.” Jelas Edric yang juga mendengar pertanyaan dari Natasha.
“Ohh…! Jadi tergantung warna juga ya.” Ujar Ellen sambil menganggukkan kepalanya.
Kemudian hening.
Sama sekali tidak ada yang berbicara setelahnya. Hanya ada suara derap langkah kaki yang berjalan bersamaan diatas tanah yang bercampur dengan batuan hitam yang mengeluarkan bunyi karena bergesekan saat diinjak.
“Wehh! Jauhnyeee…! Kapan sampeknya nih, Pak Edric?” celetuk seorang murid dari Akademi Mechatralis, yang bernama Antonio.
Edric hanya menghela nafas kasar dan menoleh ke arah Antonio sambil terus berjalan, “Bentar lagi, mungkin…”
“Mungkin?!” ulang Antonio sambil menatap Edric dengan curiga. Maklum saja, mereka sudah berjalan sedari tadi tanpa berhenti untuk beristirahat sedikitpun. Jadilah mereka banyak yang kelelahan, seperti Antonio.
Hingga beberapa saat kemudian, mereka bertemu dengan beberapa orang yang sudah menunggu disebuah pintu yang terbuat dari bebatuan berwarna hitam dan memiliki ukuran yang cukup besar. Di pintu itu juga ada sebuah ukiran rumit yang meliuk liuk, dan di tengah ada sebuah ukiran tengkorak yang bentuknya mirip seperti tengkorak manusia.
“Siapa itu?” tanya Natasha saat melihat sudah ada orang yang berada di depan pintu besar itu.
Ya, di depan mereka ada cukup banyak orang yang berkumpul dengan kebanyakan menggunakan pelindung tangan, kaki, dan kepala saja. Sementara dada dan perut mereka hanya dilindungi oleh kain tebal.
“Mereka sama seperti kalian, hanya saja mereka itu lebih berpengalaman dari kalian dan tentunya lebih kuat dari kalian.” Ucap Edric sebelum berjalan mendekati salah satu dari mereka dan berbincang singkat sebelum kembali keanggotanya yang menunggu.
“Nah, sekarang kita sudah sampai di ruangan bos-nya. Atau lebih tepatnya di depan ruangannya.” Ujar Edric sambil menoleh ke arah pintu besar itu sebelum kembali menatap anggotanya, “kita hanya akan sampai sini saja untuk penjelajahannya, karena kalian sangat minim pengalaman untuk masuk ke ruang bos. Sekarang ayo kita cari tempat yang nyaman untuk istirahat.” Lanjutnya sambil berjalan melewati anggotanya.
Para anggota squad The Shatter saling menatap satu sama lain sebelum ikut berjalan mengekori Edric untuk mencari tempat yang nyaman untuk istirahat. Karena mereka tidak bisa keluar dari dalam portal kalau bos-nya belum dikalahkan, begitu bos-nya dikalahkan maka akan ada sebuah portal berwarna putih yang membawa mereka kembali ke dunia asal mereka.
Kini mereka sekarang sedang… uhh… entahlah. Semuanya sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing masing, seperti Rian dan Natasha yang sedang mengadu seberapa lama mereka dapat mempertahankan bentuk sihir mereka sementara Andra dan Kei menjadi juri sekaligus wasit dalam pertandingan dadakan ini. ada juga Sebastian dan Yuna yang sibuk berbincang bincang sambil sesekali tertawa, entah apa yang mereka bicarakan itu.
Hingga akhirnya yang ditunggu tunggu pun datang juga, yaitu portal putih, yang akan membawa mereka kembali kedunia asal mereka.
Semua orang masuk ke dalam portal putih tersebut satu persatu, termasuk para anggota The Shatter. Dan akhirnya mereka semua sudah keluar dari portal itu dan kembali menghirup udara segar dari dunia asal mereka.
“Akhirnya… sekarang waktunya turu.”