NovelToon NovelToon
Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Tiba-tiba Jadi Istri Rival

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romantis / Time Travel / Enemy to Lovers / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: zwilight

Saat membuka mata, Anala tiba-tiba menjadi seorang ibu dan istri dari Elliot—rivalnya semasa sekolah. Yang lebih mengejutkan, ia dikenal sebagai istri yang bengis, dingin, dan penuh amarah.

"Apa yang terjadi? bukannya aku baru saja lulus sekolah? kenapa tiba-tiba sudah menjadi seorang ibu?"

Ingatannya berhenti disaat ia masih berusia 18 tahun. Namun kenyataannya, saat ini ia sudah berusia 28 tahun. Artinya 10 tahun berlalu tanpa ia ingat satupun momennya.

Haruskah Anala hidup dengan melanjutkan peran lamanya sebagai istri yang dingin dan ibu yang tidak peduli pada anaknya?
atau justru memilih hidup baru dengan menjadi istri yang penyayang dan ibu yang hangat untuk Nathael?

ikuti kisah Anala, Elliot dan anak mereka Nathael dalam kisah selengkapnya!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zwilight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB. 16 | the Storm Comin?

"Elliott jadi datang kan, La?" suara lembut Mama mengalihkan mata Anala dari jamuan yang sedang ia persiapkan. Beberapa kali ruangan itu dipenuhi bunyi gesekan piring, sendok dan gelas yang tak sengaja bersinggungan.

Anala menatap Mama sambil menggeleng ringan, tangannya dibuat sibuk oleh tatanan meja makan. "Belum tau Ma, tadi Elli bilang kerjaannya lagi banyak."

"Oh ya udah, semoga aja kerjaan menantu Mama itu cepat kelar ya. Udah lama sejak terakhir kali kita makan bareng." ucapan Mama tulus, begitupun dengan segala effortnya demi mewujudkan makan malam yang berkualitas untuk anak cucunya.

Anala hanya tersenyum dan sekali lagi mengangguk setuju. Dia juga mengharapkan hal yang sama, tapi tetap tak akan marah jika Elliot memilih tidak pergi.

Sementara itu, Nathael tidak betah duduk tanpa melakukan apa-apa. Dia menghampiri Omanya lalu sedikit menarik ujung celemek yang digunakan wanita paruh baya itu. "Oma. Oma... Nael juga mau bantu."

Oma yang sebelumnya sibuk dengan cucian di wastafel sedikit menundukkan pandangan, menatap cucunya yang menatap penuh harap. Seketika senyumnya muncul. "Ya ampun cucu Oma mau bantu, tolong ambilin gelas yang diujung sana ya."

"Siap Oma!" jawabnya sambil memasang posisi hormat layaknya seorang jendral kecil. Sikap manisnya sukses bikin Mama dan Omanya tersenyum senang.

Bau harum makanan sudah memenuhi ruang makan keluarga. Berbagai hidangan tersaji dengan tampilan yang menggoda selera. Anala tersenyum, merasa bangga pada hasil kesibukannya demi makan malam ini. "Akhirnya selesai juga..."

Tepat setelah makanan tersaji, suara mobil datang dari arah depan. Anala langsung mengarahkan pandangannya ke depan, lalu buru-buru melepas celemek di tubuhnya dan bergegas keluar menghampiri dengan mata yang melebar penuh senyuman.

Langkahnya tergesa hingga nyaris seperti larian ringan. "Elli—" ia sudah yakin bahwa yang datang adalah suaminya.

Namun belum selesai dengan satu kata itu, suara yang menyambutnya di depan justru berbeda. "Hai sayang..."

Anala membelalak, langkahnya membeku seketika. Didepannya bukan sosok yang ia tunggu, melainkan sosok yang sangat ingin dia jauhi.

"Yo–yohane?" ia menelan ludah dengan kasar, matanya mengerjap tak percaya, sementara pria itu malah memaksa mendekat dan semakin dekat.

"Aku kangen, Sayang!" Yohane melebarkan tangannya lalu membawa Anala yang sedang mematung ke dalam pelukannya.

Anala membeku ketika pelukan Yohane merangkulnya dengan erat dan penuh percaya diri. Wanita itu bahkan tak bisa mengatur nafasnya untuk sesaat—terlalu tegang. Seperti ada sesuatu yang menahan geraknya dari dalam.

Pria itu memeluk Anala tanpa permisi, merangkulnya erat sambil terus mengutarakan rasa rindunya. "Kamu kemana aja sampai nggak pernah bisa dihubungi lagi?"

Pelukan Yohane makin erat dan bahkan kini pipinya ditempelkan di puncak kepala Anala. "Aku kangen denger suara kamu."

Ucapan Yohane berhasil menyadarkan Anala dari tubuhnya yang tiba-tiba membeku. Tangannya mengepal kuat, lalu segera mendorong Yohane untuk menjauh dari dirinya.

"Yohane stop bicara menjijikkan!" tuturnya tegas sambil terus berusaha menjauh meski tubuh Yohane begitu kuat menahannya.

Pria itu menggeleng dan enggan melepaskan pelukannya. Tangannya dengan mudah menangkup kedua sisi wajah Anala dan bicara dengan tatapan lekat. "Sayang aku minta maaf. Jangan kayak gini, aku nggak mau kehilangan kamu."

Ia menggelengkan kepala sambil menatap Yohane dengan tajam penuh tekanan. "Kamu gila ya, berapa kali udah ku bilang kalau semua ini salah!"

Yohane menahan bahu Anala dan mencengkramnya cukup kuat. Tatapannya seperti seorang psycopath yang terobsesi pada seorang wanita. "Nggak Anala, aku nggak mau kamu pergi."

Tatapan itu berhasil membuat Anala merinding. Ia terus meronta. "Lepas, Yohane!" namun pria itu selalu menggeleng tidak mau. Sikapnya berubah lembut lalu kembali membawa Anala bersandar di dadanya. "Sayang, tolong jangan marah. Aku mohon!"

Tepat saat Yohane memaksa untuk memeluk dan membawa Anala mendekap di dadanya. Elliot datang dan menyaksikan momen itu dari jarak yang cukup jauh. Jarak yang berhasil menangkap sudut pandang bahwa itu adalah pelukan yang sama-sama diinginkan, bukan paksaan seperti kenyataannya.

Matanya langsung berubah sendu, lagi-lagi kecewa dengan harapan semu. Ia memegang ponselnya lalu mengetikkan pesan untuk dikirim pada istri yang kini berdiri didepan matanya sambil berpelukan dengan kakaknya.

|Aku masih ada rapat penting jadi nggak bisa ikut. titip salam buat Mama.| ketikan penuh kebohongan yang ia gunakan untuk mengelak. Mengelak dari sesuatu yang tak ingin dia saksikan secara langsung.

Setelah pesan itu terkirim, rahangnya mengeras begitupun dengan kepalan tangan yang semakin digenggam kuat Ia meninju stir sambil menatap lurus pada Anala dan Yohane yang sedang bicara. "Mau seberapa banyak lagi kamu nyakitin aku, Anala?"

Elliot memaksa mobilnya untuk mundur dan berbalik arah meninggalkan rumah itu. Setidaknya berusaha mengelak dari sesuatu yang melukainya.

Sementara di depan sana, kondisi semakin panas. Anala sudah berhasil lepas dari pelukan Yohane Ia membuka sendalnya dan siap sedia mengayunkan benda itu didepan pria itu. "Kalau kamu meluk aku lagi, aku nggak segan buat pukul kamu pakai heels ini!"

Yohane mengerutkan kening, menatap Anala penuh kebingungan. "Anala, kamu kenapa sih?"

Reaksi Anala sama brutalnya, dia mengayunkan heels itu dan memaksa Yohane untuk mundur meski pria itu tetap keras kepala. "Pergi Yohane! aku nggak mau ketemu kamu lagi!"

"Sayang... tenang dulu!" suara Yohane tetap lembut, dia berusaha menghindar dari heels yang ada ditangan Anala, namun tetap berusaha menenangkan.

Anala makin menggila, dia tidak sekedar mengancam lagi, tapi beneran mau memukul Yohane dengan heels lima centi nya. "Ku bilang pergi, bangsat! pergi!!"

Keributan demi keributan yang terjadi didepan sana berhasil memanggil Nathael untuk keluar membantu. "Mama..." teriaknya sambil berlari dari dalam rumah. Ia langsung bergegas memeluk Anala dan jadi garda terdepan yang melindungi sang Mama. "Jangan sentuh Mama!"

Yohane menghela napas lalu berkacak pinggan dengan tatapan remeh. "Duh, anak kecil masuk aja sana."

"Om yang pergi, ngapain ganggu Mama orang. Udah tua tapi kok nggak ngerti penolakan!" bicaranya tegas tanpa gemetar. Ia menatap pria dewasa itu dengan tatapan tajam, tak kalah dengan tatapan ayahnya.

Rahang Yohane mengeras, ia tiba-tiba melihat bayangan Elliot dari tatapan keponakannya itu. "Anak kurang ajar, kamu mirip ya dengan pria sialan itu!" ia sudah mengambil ancang-ancang untuk mendekat.

Namun Anala tidak membiarkan pria itu mendekat. ia memeluk Nathael dan membawanya lebih dekat. Tatapannya seperti siap menghancurkan dunia. "Jangan dekati anakku, bajingan!"

Yohane melotot hingga memaksanya untuk mundur dan menahan diri. "Ya udah maaf, aku juga nggak akan nyakitin dia kok."

Nathael tetap agresif, dia memandang om jahatnya itu dengan tatapan tak suka. Tangannya memegang tangan Anala, enggan untuk melepaskan. "Pergi Om! jangan ganggu Mama aku!"

Kebetulan seorang petugas keamanan lewat. Tanpa melewatkan kesempatan emas itu, Nathael berteriak sekuat tenaga. "Pak satpam! Pak satpam! tolong ada orang jahat yang mau culik Mama!"

Yohane melotot, pandangannya beralih pada seorang sekuriti yang sedang patroli. Ia mendengus kesal sambil menatap keponakannya itu dengan tajam. Anak sialan!

Satpam itu bergegas menuju sumber suara. Berdiri didepan tiga orang yang terbagi menjadi dua kubu. "Pak, Buk. Ada keributan apa ini?" tanyanya sambil memandang kedua orang dewasa itu bergantian.

Anala mendekat pada pak satpam sambil menggenggam tangan Nathael dengan erat. "Usir aja pak, dia mau mencelakai saya dan anak saya."

"Itu nggak benar!" bantah Yohane cepat. Namun semakin membuat satpam itu yakin bahwa terjadi perundungan ibu dan anak. Ia menepuk bahu Yohane dan bicara tegas. "Silahkan meninggalkan tempat ini!"

"Ck, iya iya!" Yohane telah kalah. Ia memilih mundur dan meninggalkan tempat itu secepatnya. Sebelum pergi ia memastikan untuk bicara sambil tersenyum pada Anala. "Sayang, aku harap hal ini nggak ke ulang lagi."

Anala tak peduli pada ucapannya. Dia bahkan tak berniat mendengar ucapan itu. "Terimakasih atas bantuannya Pak" ungkapnya tulus pada sekuriti itu.

"Sama-sama buk." Kemudian ia melanjutkan patrolinya.

Anala mulai menyamakan tingginya dengan Nathael. Menangkup wajah mungil itu dengan mata berbinar. "Makasih ya sayang udah bantu Mama"

"Iya, Nael nggak mau Mama digangguin sama orang jahat itu!" Anala mengangguk dan membawa putranya kedalam dekapan hangat.

"Yuk masuk" lanjutnya setelah obrolan hangat itu. Ia masih setia menggenggam tangan Nathael dan berjalan beriringan memasuki rumah.

Setelah masuk ke dalam rumah, Anala mengambil ponselnya dan membaca satu pesan yang masuk dari Elliot. Wajahnya yang semula berbinar mendadak suram, pesan Elliot tak seperti yang dia harapkan. "Kita mulai aja makannya, Elliot nggak bisa datang."

Mama bisa melihat raut kecewa yang terpancar jelas lewat mata Anala. Awalnya ia mengira hubungan Anala dan Elliot mungkin benar sudah membaik, tapi ternyata tidak semulus itu.

***

Anala bangun lebih lambat dari Elliot. Saat membuka mata, suaminya sudah selesai mandi dan memakai pakaian tanpa sekalipun mengalihkan pandangan meski sadar bahwa istrinya baru saja bangun.

Anala duduk bersandar di headbed, mengamati Elliot dengan seksama. "Semalam kamu pulang jam berapa?" suaranya membuka pembicaraan meski yang diajak bicara seperti tidak niat menanggapi.

"Nggak inget." jawabnya ala kadar. Tangannya tetap fokus mengancingi satu persatu kancing kemejanya.

Anala mendelik sambil sengaja manyun menatap Elliot yang bahkan tidak menatapnya. "Padahal aku udah nungguin kamu sampai ketiduran di sofa."

Elliot melangkah menuju laci wardrobe, mengambil dasi dan berdiri didepan kaca. "Lain kali nggak usah ditungguin." ekspresinya tidak berubah meski sudah bicara sedingin itu pada Anala.

Anala berdecak kesal lalu bangkit dari ranjang dan mengambil dasi Elliot secara paksa. "Sini dasinya aku pasangin." namun Elliot malah melempar pandangan sambil menjawab judes. "Nggak perlu."

Tapi—jangan panggil dia Anala kalau tidak bisa melakukan sesuatu sesuai kemauannya. "Ck, diem ah!" ia berjinjit dan mengalungkan dasi itu di kerah baju suaminya.

Elliot dibuat membelalak. Anala berdiri didepannya sambil berjinjit kaki dengan gaun tidur putih berbahan sutra. Jarak mereka sangat dekat hingga yang tersisa hanya jarak diantara pakaian yang digunakan.

Elliot berdecak pelan. Ia tidak sanggup harus lama-lama diposisi itu. Apalagi dengan pakaian Anala yang seperti memintanya untuk bertindak gegabah. Sungguh, otaknya mulai memikirkan hal-hal gila hanya karena gaun tipis itu.

Pria itu menghela napas lega begitu dasinya selesai dipasang. Ia menuju lemari dan mengambil jasnya yang tergantung dengan rapi. "Nanti malam Mami ngundang dinner ke rumah."

"Oh, ada acara apa?"

Elliot menoleh sesaat sebelum kembali fokus pada kegiatannya. "Hari ini ulang tahun Mami."

"Aku nggak maksa kamu buat datang, cuma mau ngabarin aja." ia melanjutkan ucapannya setelah selesai memasang jam tangan.

Anala mengernyit, merasa lucu dengan ucapan Elliot. "Hey, mana ada menantu yang nggak datang ke acara ulang tahun mertuanya?"

"Ada."

"Siapa?"

"Kamu!" jawab Elliot cepat. "Udah empat tahun kamu nggak pernah mau datang." ia meneruskan ucapannya setelah selesai memasang jas dengan rapi, sebelum akhirnya membuka pintu dan berangkat dengan suasana dingin.

Sementara itu, Anala masih mematung ditempat. Ia menelan ludah kasar, nafasnya seperti tercekat sesuatu. Rupanya hubungan dengan mertua pun sudah terlanjur buruk, entah bisa diperbaiki atau tidak.

Ia menyeringai, berusaha menyemangati putus asanya diri. "Rupanya beberapa tahun ini aku benar-benar jadi ratu iblis."

1
Mayuza🍊
semoga nanti author dan readers dapat suami kayak Elliot yaa😭
__NathalyLg
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
Mayuza🍊: mana bener lg 😔
total 1 replies
Ahmad Fahri
Terpana😍
Mayuza🍊: haii kaa makasih banyak supportnya ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!