Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 Pupus
Sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan rumah Erina yang sebentar lagi akan Erina tinggalkan.
Seorang lelaki tampan rupawan keluar dari pintu kemudi mobil tersebut, lalu menutupnya dengan perlahan. Kacamata hitamnya dilepas setelah menarik nafas dalam-dalam, berusaha bisa menenangkan diri sendiri. Dia berharap keputusannya tidak akan salah.
Lelaki itu mengetuk pintu cukup keras. Karena tidak ada yang menyahut dari dalam, ia membuka pintu tersebut secara perlahan. Sepi. Matanya mengedar ke seluruh ruangan, masih sepi. Dia kemudian melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Terlihat istrinya yang pernah ia cintai duduk menunduk sambil memandang foto pernikahan mereka.
"Assalamualaikum...." ucap lelaki itu lembut.
"Waalaikumussalam...." jawab Erina dengan lirih hampir tidak terdengar.
Erina mendongak, mengangkat kepalanya dengan pelan. wajahnya yang sendu berubah ceria manakala melihat suaminya tengah berdiri di tengah pintu kamarnya.
"Bang Arsyad?" Erina bergeming, menatap suaminya dengan senyuman bahagia. Seraya langsung menghampiri, memeluk suaminya.
Walaupun ada yang ganjil dengan penampilan suaminya saat ini namun ia sangat mengenali suaminya. Penampilan sederhana yang dimiliki suaminya berubah sempurna menjadi sosok yang kharismatik dan bergaya pengusaha ternama.
Tangis Erina langsung pecah. Hanya suaminya yang bisa menjadi sandaran dalam hidupnya saat ini. Pengusiran yang dilakukan ayahnya tadi pagi membuatnya merasa sangat terpukul.
Arsyad hanya mematung. Tidak membalas pelukan istrinya. Hatinya mencelos melihat istrinya menangis. Ada ragu yang menyelinap dalam hatinya. Dilematis antara melanjutkan atau mengakhiri pernikahan karena kebohongan yang dilakukan istrinya selama ini.
Setelah puas meluapkan emosi kesedihan, Erina melepaskan pelukannya. Seraya menatap suaminya yang hanya diam.
"Bang kita harus segera pindah dari rumah ini," jelasnya memberi informasi terkini pada suami tercintanya.
Arsyad membalas tatapan itu. Hambar, tidak ada keinginan untuk memeluk istri yang ia tinggalkan selama 1 hari itu.
"Kenapa?" tanyanya datar.
Aneh. Itulah yang dirasakan Erina saat ini. Suami yang biasa penuh kelembutan, kini tampak dingin dan tidak bersahabat. Ada apa?
"Bapak sudah mengusir kita. Karena marah, aku mempertahankan rumah tangga kita,"
"Kenapa kamu begitu? Sudah seharusnya kamu nurut kata orang tua. Ga usah sok-sokan membela suamimu di depan orang tua," ujarnya sinis.
Erina terhenyak dengan ucapan suaminya. Biasanya Arsyad akan menenangkan hatinya, memeluknya dari belakang sambil memberi semangat dan dukungan moral kepada Erina yang setiap hari ditekan orang tuanya.
"Apa maksud kamu, Bang?"
Arsyad menatap tajam Erina yang matanya mengembun.
"Orang tuamu menginginkan kita pisahkan?" tanyanya dengan raut wajah memerah.
"Tapi aku ga mau, kita sepakat untuk bertahan," Erina menggelengkan kepalanya takut kehilangan kebahagiaannya.
"Walaupun dengan kebohongan?"
Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Arsyad yang hatinya penuh luka karena istrinya tidak mau jujur sampai dengan sekarang.
"Kebohongan? Kebohongan apa maksud Abang, beneran aku ga paham,"
Erina menggelengkan kepalanya, menatap suaminya tidak mengerti. Seraya mengerutkan keningnya.
Arsyad tertawa remeh. Istrinya masih menyembunyikan kebohongannya. Selama lima tahun tanpa kehadiran buah hati. Dia sangat menerima manakala vonis itu ditujukan pada dirinya. Namun ketika vonis mandul itu ternyata dimiliki Erina, ini lumayan membuatnya sakit hati. Dia mencoba untuk bertahan karena Erina mau menerima kekurangannya. Tapi jika kondisinya berbalik seperti ini jelas Arsyad tidak bisa terima. Arsyad menginginkan anak darah dagingnya sendiri. Bukan memungut anak orang lain, apalagi memungut anak dari tempat sampah. Sungguh menjijikan. Arsyad dengan keyakinannya sendiri akan memutuskan sesuatu yang sangat penting untuk masa depannya.
"Sebentar lagi orang tuamu akan datang!" ucapnya masih datar.
"Untuk apa?" tanyanya penasaran.
Erina sudah jengah dengan kehadiran mereka yang hanya bisa mengolok-olok suaminya itu.
Belum sempat Arsyad menjawab, Wangsa dan Surmi sudah datang tepat pada waktunya.
"Bapak, Ibu, kalian ke sini?" tanya Erina heran dengan kedatangan
"Katanya suamimu ini mau memberi kejutan pada bapak dan ibu. Ibu jadi penasaran, kejutan apa yang akan suamimu berikan pada kita?" ujar Surmi remeh.
Arsyad tersenyum sinis, penuh arti,
"Erina, aku sudah tidak bisa mempertahankan rumah tangga ini lagi. Aku capek sudah diremehkan oleh orang tuamu karena aku mandul itu karena ulah kamu yang selama ini sudah melakukan kebohongan besar dengan menukar hasil lab bahwa akulah yang mandul tapi faktanya kamu sendiri yang mandul, iya kan?"
Erina terhenyak, kakinya mundur 2 langkah. Mulutnya menganga, tak kuasa ia berucap. Ucapan Arsyad sangat menusuk jiwanya.
"Mulai hari ini di hadapan Bapak dan Ibu, Erina bukan istriku lagi. Erina, aku talak tiga!"
"Bang? Kamu..." Suara Erina tercekat. Dadanya terasa sakit.
Suami yang ditunggu-tunggu kedatangannya ternyata membuat keputusan di luar dugaan. Kata talak terucap begitu ringan dari bibirnya.
Yang lebih menyakitkan lagi, manakala adik sepupunya datang tiba -tiba dengan senyuman mengejek.
"Ternyata kamu tidak selamanya menang, Teh Erin," ucapnya penuh kemenangan tepat di telinga kanan Erina.
Ada rasa bingung menyelinap dalam hatinya. Ia menduga situasi ini adalah rekayasa yang dibuat oleh sepupunya yang berambisi merebut suaminya selama ini.
"Bang tolong cabut perkataanmu barusan! Jangan gegabah dengan kata talak,"
Erina memohon Arsyad untuk menarik ucapannya. Seraya meraih tangan Arsyad, mencium punggungnya namun cepat ditepisnya.
Deg!
Arsyad benar-benar marah. Dia tidak mau mendengar ucapan Erina.
"Bukankah ini yang orang tuamu mau? Sehingga kamu bisa bebas menikah lagi dengan lelaki kaya itu. Kamu tidak miskin lagi hidup denganku. Kamu tidak perlu bekerja lagi," ujarnya penuh emosi.
"Tidak aku tidak mau, Bang. Aku sudah bahagia hidup bersamamu. Bang kumohon kembalilah. Jangan sampai kau menyesal telah berpisah denganku! Kita bisa selesaikan masalah ini dengan kepala dingin. Lagi pula apa yang kau katakan itu tidak benar. Ini pasti ada salah paham," jelas Erina benar adanya.
"Apa kamu bilang, menyesal, salah paham? Aku tidak akan menyesal Rin. Kamu tahu kan, aku tidak suka dibohongi,"
"Bohong apa? Aku selalu berusaha jujur sama kamu, Bang." protes Erina masih menahan emosinya.
"Ini, ini bukti kalau sebenarnya kamu yang mandul, hah!" Arsyad membanting sebuah amplop besar hasil lab rumah sakit.
"Tidak. Ini semua tidak benar. Ini palsu, Bang. Bukankah dokter itu yang menyatakan bahwa kamu memang yang man..." Erina menggantungkan kalimatnya karena langsung dipotong Arsyad.
"Aaah sudahlah. Kamu memang pintar bersilat lidah. Kalau aku tidak mendengar pengakuanmu pada keluarga Rasti, aku juga tidak akan percaya hal ini. Ini. Ini kamu yang mengatakan sendiri kalau kamu lah yang punya kelemahan itu!" Arsyad memperlihatkan video yang berdurasi 1 menit saat Erina mengucapkan hasil lab pada ibunya Rasti.
Erina terhenyak, ia tidak percaya ucapannya saat itu disalah gunakan oleh Rasti untuk memanipulasi dan memfitnah dirinya.
"Akan ku urus surat perceraian kita secepatnya!"
"Bang aku mohon, aku tidak mau jadi janda!"
Erina memegang lengan Arsyad berusaha mencegahnya pergi namun ditepis dengan rahang mengeras.
Sudah cukup membuat Arsyad sakit hati dengan drama yang diciptakan Erina selama ini. Dia langsung meninggalkan Erina yang masih berharap keutuhan rumah tangganya.
"Bang jangan tinggalkan Erina dan Alana dengan cara seperti ini!" teriak Erina, mengejar Arsyad sampai ke tengah pintu depan.
Erina hanya menatap nanar kepergian suaminya bersama sepupunya.
"Dasar anak bodoh! Suami kamu itu sudah tidak mau lagi sama kamu. Sekarang saatnya kamu berbakti sama orang tua. Setelah 3 bulan masa Iddah kamu harus siap-siap menikah dengan Tuan Berry!" ujar Wangsa tanpa mau mendengar ucapan Erina lagi.
Orang tua yang selalu dihormati Erina selama ini pergi meninggalkan Erina sendirian, mereka tersenyum puas dengan keputusan Arsyad. Hati mereka berbunga-bunga.
Erina terduduk lemas di sofa. Ujiannya bertubi menampar dirinya. Entah apa yang sedang dipersiapkan Allah padanya. Namun ini terasa lebih menyakitkan hatinya. Seraya memejamkan matanya. Kini tidak ada lagi orang yang bisa dipercaya. Bahkan suaminya sendiri kini lebih mendengar perkataan orang lain dari pada istrinya sendiri.
Erina harus bertahan demi Alana yang masih kecil. Walaupun bukan anak kandungnya, Alana adalah segalanya baginya.
"Alana...kini kita hanya hidup berdua sayang..." lirihnya dengan hati yang remuk.
Erina meremas dadanya yang sesak dengan menahan tangis. Kini harapan hidup hanya dengan Alana. Semangatnya bangkit untuk bisa bertahan membesarkan Alana dengan cinta dan kasih sayang.
nahh lohh Bu Emmi ... bersiap lahh
Tenang Bu gurumu ngk kan biarkan mu pergii
gimana dia bisa di atur kalau papanya aja ngk ngertii
Byk yg gk suka ma razan apalg guru” pdhl mereka bs aja dipecat dan dikluarkan sm papa razan