Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.
Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.
Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.
Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16
Terlihat Marco sedang mengintai area sekitar dari atas bukit.
"Area ini benar-benar sudah menjadi kawasan hewan iblis. Apa semua hewan iblis berkembang biak di area sini.?" kata Marco.
Ia menghela napas pelan. "Sebaiknya aku kembali dulu," gumamnya sambil berjalan menjauh dari tempatnya.
Di tempat Lilia berada, ia tengah berjalan kembali menuju lokasi Rudy. Sesekali pandangannya berkeliling, memperhatikan lingkungan sekitar.
"Apa memang di luar benteng kondisinya seperti ini.?" katanya sambil berjalan santai.
"Tempat ini seperti dungeon yang tidak ada ujungnya," lanjutnya.
Sementara itu, di tempat Rudy berada, ia duduk santai di atas tumpukan mayat hewan iblis yang baru saja ia bunuh.
"Mereka berdua membuatku menunggu lama. Hem," ucapnya pelan.
"Rudyy.?" teriak Lilia yang tiba-tiba datang.
"Kau sudah kembali, Lilia. Kemana saja kau.?" tanya Rudy.
"Ah, aku sedang mencari kayu untuk membangun sebuah gubuk. Tapi hewan iblis di sana datang terus tanpa henti," jawab Lilia sambil menurunkan balok kayu yang ia terbangkan.
"Apa kau melihat Marco.?" tanya Rudy sambil turun dari tumpukan mayat.
"Aku belum melihatnya," jawab Lilia.
"Apa kau merasa aneh dengan tempat ini, Lilia.?" tanya Rudy lagi.
"Aku tidak tau kondisi yang sebenarnya dari tempat ini. Hanya saja, tempat ini seperti dungeon," jawab Lilia.
"Kau benar, Lilia. Hewan iblis di sini jauh lebih banyak dibandingkan 7 tahun yang lalu, bahkan kekuatan mereka di tingkat yang lebih tinggi," kata Rudy.
"Ehm. Menurutmu, apa yang sudah terjadi.?" tanya Lilia.
"Aku sendiri tidak tau. Mungkin mereka tidak punya tempat untuk ditinggali, atau mungkin aku lupa sesuatu," jawab Rudy.
Tiba-tiba, Marco pun datang.
"Hai, maaf menunggu lama," katanya sambil berjalan ke arah Rudy.
"Lama sekali kau," ujar Rudy.
"Maaf Rudy, hewan iblis di sini terus datang menghampiriku. Mau tidak mau, aku harus menjaga diriku sendiri," saut Marco.
"Lalu, di mana kayu yang kau kumpulkan, Marco.?" tanya Lilia.
"Eh.?" saut Marco yang baru sadar ia lupa tugasnya.
"Huh, sudahlah, kita pakai kayu yang dibawa Lilia. Tapi kau sendiri yang harus membangunnya, Marco," kata Rudy.
"Eh.? Kenapa harus aku.?" tanya Marco.
"Kau sendiri kenapa tidak membawa balok kayu.?" saut Rudy.
"Hahaha, itu hukumanmu Marco," kata Lilia sambil tertawa.
"Hem," saut Marco dengan cemberut.
Beberapa jam kemudian, gubuk yang dibangun Marco hampir selesai.
"Rudy, mayat hewan iblis yang kau bunuh itu sangat mengganggu," kata Marco.
"Ah, aku lupa membuangnya," saut Rudy.
"Hem, kalian para laki-laki selalu merepotkan perempuan," kata Lilia sambil mengeluarkan sihir angin.
SWOSSH — mayat-mayat itu pun terbang dan terpental jauh dari tempatnya.
"Hehe, maaf Lilia," saut Rudy.
"Tidak perlu minta maaf," saut Lilia.
"Apa perempuan itu belum sadar, Rudy.?" tanya Marco.
"Dia masih terbaring di sana sejak keluar dari dungeon," jawab Rudy.
"Hem, baiklah, ini bagian terakhir," kata Marco sambil menaruh balok kayu terakhir.
"Gubuk sudah dibuat," kata Marco.
"Lumayan dengan arsitektur kuno, bahkan tidak ada teras di sana," kata Rudy sambil melihat gubuk berbentuk persegi.
"Apa kau sedang memujiku.?" tanya Marco.
"Hem, kalian istirahatlah. Aku sudah memasang sihir di sekitar sini, setidaknya tempat ini aman dari serangan hewan iblis beberapa saat," saut Rudy sambil menggendong perempuan itu masuk ke dalam gubuk.
"Marco, bahkan kau tidak membuat kamar di sini," saut Lilia.
"Hehe, aku sudah berusaha semaksimal mungkin, Lilia," kata Marco sambil menggaruk kepalanya.
"Hem, sudahlah. Aku mau tidur dulu, badanku butuh istirahat," kata Lilia sambil masuk ke dalam gubuk.
Di dalam gubuk yang cukup luas, kira-kira 7×7 meter, Marco tidak membuat sekat sama sekali, hanya ruang kosong tanpa pembatas.
"Temani dia di sebelah sini, Lilia," kata Rudy yang membaringkan tubuh perempuan itu di pojok kiri.
"Ah, baiklah. Aku temani dia di sini," kata Lilia yang langsung tertidur di sebelah perempuan itu.
"Kita di sebelah sana, Marco," saut Rudy.
"Tubuhku butuh istirahat Rudy, jangan bangunkan aku sebelum aku sendiri yang ingin bangun," saut Marco.
"Tidurlah, tubuhmu tidak seperti tubuhku," kata Rudy sambil duduk di sebelah Marco.
GROK GROK — suara Marco yang langsung tertidur.
"Bahkan dia langsung tertidur," saut Rudy.
‘Dunia ini… sudah berapa lama aku di sini? Bahkan aku sudah melupakan kehidupanku yang sebelumnya,’ pikir Rudy.
‘Tempat ini benar-benar sangat cocok untukku. Hem, tapi kenapa aku merasa kehilangan sesuatu…’
‘Apa karena Emma sudah tidak ada lagi di dalam tubuhku?’
‘Mungkin besok aku harus mencari tahunya.’
Rudy pun merebahkan tubuhnya. Tak lama kemudian, ia pun tertidur dengan perasaan gelisah.
Di sisi lain, perempuan yang dibawa Rudy dari dalam dungeon mulai membuka matanya.
"Di mana ini.?" katanya pelan.
Pagi datang. Cahaya dari luar menembus masuk melalui celah gubuk dan menyinari wajah Lilia.
"Hoaam," gumam Lilia yang baru bangun.
"Hem, nyaman sekali tidur di tempat ini dari pada di dalam dungeon."
Pandangan Lilia lalu tertuju pada Marco dan Rudy yang saling tendang saat tidur.
"Mereka berdua tidak berubah kalau sedang tidur," pikirnya.
Ketika ia menoleh ke samping
"HEEEE.?" teriaknya kaget.
"HAAA." teriak Marco yang juga tiba-tiba terbangun.
"Sudah aku katakan sebelumnya Rudy, jangan bangunkan aku," teriak Marco.
"Kau berisik sekali," saut Rudy yang terbangun.
"Rudy.?" kata Lilia sambil menunjuk ke samping.
"Ada apa Lilia.?" saut Rudy sambil ikut melihat.
"HEE.?" teriak Rudy sama terkejutnya.
"Perempuan semalam hilang Rudy. Kemana dia.?" kata Lilia.
"Apa dia kabur.?" kata Rudy.
"Aku tidak tau. Sepertinya begitu," saut Lilia.
"Rudy.?" kata Marco dengan wajah terkejut sambil melihat keluar gubuk.
"Apa Marco? Aku lagi pusing," saut Rudy.
"Perempuan itu tidak hilang, lihatlah di luar sana," kata Marco.
"Hmm.?" saut Rudy dan Lilia sambil ikut menoleh keluar.
"Dia bahkan tidak takut di luar sendirian," kata Lilia.
"Dia seperti bukan manusia. Terlalu cantik," kata Rudy yang melihat perempuan itu sedang memasak.
"Ah, aku setuju denganmu Rudy," saut Marco sambil menelan ludah.
"Hei kalian, berhentilah melihatnya seperti itu. Apa kalian tidak ingin keluar.?" kata Lilia sambil melangkah keluar gubuk.
Perempuan itu menoleh melihat Lilia.
"Ah, hallo. Apa aku membangunkan kalian? Aku mendengar kalian berteriak di dalam sana.?" tanya perempuan itu.
"Ah, hehe. Tidak, hanya saja kami terkejut kau menghilang begitu saja," jawab Lilia.
"Aku sudah terbangun dari semalam. Aku melihat kalian sangat lelah, jadi aku keluar mencari daging untuk dimasak," saut perempuan itu.
"Ini harum sekali, berbeda dengan masakannya Rudy," saut Lilia.
"Hehe, terima kasih," saut perempuan itu.
"Ekhm. Selamat pagi semua," kata Rudy yang berjalan menghampiri Lilia bersama Marco.
"Kau sudah bangun, Rudy.?" tanya perempuan itu.
"He.? Apa kau tau namaku.?" saut Rudy terkejut.
"Tentu saja aku tau. Yang ada di belakangmu itu adalah Marco, dan wanita cantik ini adalah Lilia," kata perempuan itu.
"Ini tidak mungkin. Bahkan kita belum mengenalkan diri padanya, Rudy.?" kata Marco.
"Tunggu, siapa kau sebenarnya? Kenapa kau tau nama kami? Bahkan kau sendiri pingsan sejak di dalam dungeon," kata Rudy.
"Aku tau semua tentangmu, Rudy. Bahkan aku juga tau saat kau mandi, kencing, buang air besar, telanjang, dan masih banyak lagi," kata perempuan itu sambil tersenyum.
"Haa.? Ini sangat memalukan," kata Rudy sambil menelan ludah.
"Apa itu benar, Rudy.?" tanya Lilia.
"Oe, aku sendiri baru pertama kali bertemu dengannya, Lilia. Itu mustahil," kata Rudy.
"Apa kau tidak ingat saat pertama kali kau memburu kelinci yang lucu, Rudy Hosten.?" kata perempuan itu dengan tersenyum.
"Ha.? Tidak mungkin… Emma kah.?" saut Rudy terkejut.
....