NovelToon NovelToon
Buku Nabi

Buku Nabi

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Persahabatan
Popularitas:674
Nilai: 5
Nama Author: Equinox_

Sebagai pembaca novel akut, Aksa tahu semua tentang alur cerita, kecuali alur ceritanya sendiri. Hidupnya yang biasa hancur saat sebuah buku ungu usang yang ia beli mengungkap rahasia paling berbahaya di dunia (para dewa yang dipuja semua orang adalah palsu).

Pengetahuan itu datang dengan harga darah. Sebuah pembantaian mengerikan menjadi peringatan pertama, dan kini Aksa diburu tanpa henti oleh organisasi rahasia yang menginginkan buku,atau nyawanya. Ia terpaksa masuk ke dalam konspirasi yang jauh lebih besar dari cerita mana pun yang pernah ia baca.

Terjebak dalam plot yang tidak ia pilih, Aksa harus menggunakan wawasannya sebagai pembaca untuk bertahan hidup. Ketika dunia yang ia kenal ternyata fiksi, siapa yang bisa ia percaya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Equinox_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sang Kaisar

Aksa yang kini hanya berdua di rumah karena ibunya dirawat di Rumah Sakit Kekaisaran, mengharuskan ia untuk mandiri dalam bertahan hidup.

Ia mencoba memasak dengan kompor bara api. “Huh, ini bagaimana cara menyalakannya, ya, Hannah?”

Mereka berdua berjongkok, berbincang untuk memasak. Sudah tujuh jam mereka belum makan apa-apa karena biasanya yang memasak adalah ibunya ketika mereka lapar.

Dan kini, mereka berdua tidak tahu sama sekali caranya memasak. “Mungkin harus menyalakannya dahulu, Kak. Lalu, biasanya Ibu menuangkan minyak tanah.”

Aksa menuruti perintah adiknya, akan tetapi yang terjadi adalah serbuan dari semburan api yang mengarah kepada mereka. “Hannah, saranmu ini kacau sekali,” ucap Aksa dengan wajah hitam gosong, melihat adiknya dengan kondisi serupa.

Mereka berdua tertawa saat saling memandang satu sama lain.

“Mungkin saranmu terbalik. Coba tuangkan dahulu, baru nyalakan apinya.” Ia mencoba menyalakan api dan akhirnya, setelah sekian lama, api muncul dalam keadaan stabil.

“Kini, bagaimana cara memasak, Kakak?”

Aksa mengeluarkan semua bahan-bahan yang ada pada lemari, seperti sayuran, bumbu, secuil daging, dan air ke dalam satu tungku sekaligus. Ia mengaduk tungku itu layaknya seorang penyihir yang sedang meramu ramuan.

'Apakah itu bisa dimakan?' pikir Hannah yang melihat tampilan isi tungku itu tak meyakinkan.

Ketika masakan telah siap dengan tampilan yang menyedihkan dan diselimuti oleh aroma yang menyengat, mereka berdua seolah tak yakin saat duduk di depan piringnya masing-masing.

“Hannah, ini pasti enak, 'kan?”

“Sepertinya tidak, Kak,” jawab Hannah sambil mencoba menyentuh makanan itu dengan garpunya.

Saat makanan itu memasuki lidah mereka masing-masing, ekspektasi mereka hancur seketika. Tak disangka, makanan dengan tampilan menyedihkan dan bau menyengat yang mereka bikin ternyata rasanya tak begitu buruk.

Mereka melahapnya seolah belum makan selama berbulan-bulan. “Makan... lah... yang... banyak, Hannah,” ucap Aksa terbata-bata, mulutnya dipenuhi makanan itu.

Perut mereka sudah kenyang dan kini mereka berbaring di lantai ruang keluarga. Mereka berbincang-bincang hingga Hannah mulai tertidur.

“Hannah, tenang saja. Kakak tidak akan meninggalkan kamu dan Ibu seperti Ayah,” bisiknya pelan sembari mengelus rambut adiknya.

.

.

Hari ini adalah akhir pekan. Setiap masyarakat pergi keluar dengan rencananya masing-masing. Di distrik utama, banyak sekali taman hiburan dan kios-kios makanan para pedagang.

Seseorang sedang mengantre di antrean es krim yang hanya sekitar belasan orang. “Claire, apa kau tahu sudah dua kuil diserang? Mungkin ini bukan sebuah kebetulan, lho,” ucap seorang pria dengan rambut hijau.

Lawan bicaranya, seorang perempuan dengan penampilan culun, rambut dikepang, dan berkacamata itu hanya mengacuhkannya. ”Hentikan itu, Lucas. Kau terlalu banyak melantur. Mungkin ini hanya pertarungan antarkuil.”

“Eh, tak mungkin. Setelah 20 tahun, para kuil saling menghormati satu sama lain.”

“Sudahlah, tak ada gunanya kita memikirkan hal itu. Kita saja tak pernah berdoa pada kuil,” ucap Claire.

Di tengah perbincangan mereka berdua, seorang pria tampan berambut pirang dengan penampilan rapi dan gaya rambut yang cocok dengannya melewati mereka berdua.

Aromanya sangat wangi hingga Claire memandangnya dengan tatapan kagum. “Eh, itu Brian!” bisik Claire kepada Lucas.

“Kau ini sangat menyukai Brian, ya? Asal kau tahu, dia itu seorang pria genit yang tebar pesona. Semua murid lelaki di akademi mengetahuinya.”

Tangan Claire memegangi wajahnya seolah dunia hanya terpusat pada Brian. ”Walaupun begitu, ia tetap tampan. Toh, dibandingkan temannya yang berambut hitam, yang kudengar ia pemarah dan pembuat masalah, Brian tetap saja seperti malaikat.”

“Ya, ya, ya... ternyata kau yang melantur.”

“Ah, aku tak peduli,” jawab Claire sambil melihat Brian pergi menjauh dari mereka.

Di samping itu, Brian yang tak mendengar ucapan gosip dari dua orang itu hanya berjalan memantapkan tujuannya. Karena ini adalah hari libur, maka ia akan pergi kembali ke Galeri Artefak Kekaisaran.

Alasan ia mengunjungi Galeri Artefak Kekaisaran tak perlu diragukan lagi karena ia adalah maniak artefak.

Ketika ia sudah sampai di depan pintu Galeri Artefak Kekaisaran, ia terpaku membisu di antara kerumunan.

'Kenapa banyak orang sekali? Apakah aku melewatkan sebuah info terkait acara hari ini?'

Ia menghampiri salah satu petugas untuk menanyakan mengapa banyak kerumunan, tidak seperti akhir pekan biasanya.

“Ah, karena ini ada pengumuman dadakan dari Tuan Ox tadi malam. Ia ingin memublikasikan sebuah artefak baru yang ia buat.”

“Apa?! Artefak baru dari Tuan Ox?!”

Petugas itu mengangguk dan memandang lawan bicaranya dengan aneh. Baru kali ini ia berbicara dengan seseorang yang sangat antusias dengan artefak.

Brian mencoba bersikap elegan, mengangkat tangannya untuk menutupi mulutnya. “Ehem... jadi begini, aku kenal dengan Tuan Ox. Apakah kau bisa membiarkanku masuk dan duduk di tempat VIP?”

“Hah? Apa-apaan kau ini? Bocah sepertimu mana mungkin mengenal Tuan Ox. Dan juga, VIP itu harus ada kartu undangan. Apakah kau punya itu? Tentu tidak, 'kan?”

“Haish, begini saja, Tuan Penjaga. Aku ini orang yang terlibat dengan penyelidikan kasus pembantaian Kuil Klinx bersama Ms. Jenna. Kau pasti tahu, 'kan, Ms. Jenna?”

Tuan Penjaga itu mengangguk. Ekspresinya yang tadi meremehkan kini berubah sedikit agak tegang. Tatapan matanya melirik curiga pada wajah Brian.“Tapi ini tak ada hubungannya dengan acara sekarang, 'kan?”

“Sejujurnya, aku ke sini itu untuk bertemu Tuan Ox secara pribadi, dan kau menghalangiku bertemu dengannya. Apakah kau ingin ditangkap karena menghalangi kemajuan suatu kasus?”

Mata penjaga itu melotot panik dan mencoba bersikap sedikit ramah. “Baik, baik, kau bisa masuk ruang VIP. Akan tetapi, kau tidak bisa menemuinya sebelum acara selesai.”

“Yah, itu sudah cukup,” ucap Brian tersenyum tipis, berhasil menipu sang Tuan Penjaga.

'Dasar bodoh. Tentu saja aku kemari hanya ingin melihat artefak. Kemajuan suatu kasus? Ms. Jenna? Masa bodoh dengan itu sekarang.'

Saat ia pergi menuju tempat VIP, pikirannya benar-benar liar, meledek sang penjaga yang tertipu.

Tampilan ruangan VIP yang telah ia tempati hanya terlihat di lantai atas, seperti pelelangan, dan tidak ada sekat antarruangan VIP lainnya sehingga ia bisa melihat tamu undangan VIP yang lain.

Semua tamu undangan VIP yang melihat Brian menundukkan kepalanya, menyapa dengan hangat. Mereka pikir bahwa orang yang diundang dalam acara ini adalah para orang penting, seperti bangsawan, anggota kekaisaran, dan para pedagang yang berpengaruh.

Tapi mereka tidak akan menyangka bahwa orang yang mereka sapa hanyalah seorang siswa akademi biasa. Jika bukan karena parasnya yang mendukung, maka ia bukan siapa-siapa.

Dan tentu, parasnya menolong Brian karena ia terlihat seperti seorang bangsawan yang sedang berlibur.

“Cek... cek...” Suara dari mikrofon menggelegar, membelah keributan di ruangan itu.

Seorang pria memakai pakaian berjas dengan topeng pada matanya, layaknya dalam pesta, berdiri di atas panggung.

“Hadirin sekalian, sekarang kita mulai acaranya. Tapi sebelum itu, salam penghormatan pada sang Kaisar yang telah hadir untuk secara langsung menyaksikan acara ini.” Tangannya mengarahkan penghormatan pada salah satu tamu VIP.

Semua yang melihat itu mengarahkan badannya dan memberi salam penghormatan pada sang Kaisar.

Ironisnya adalah saat ini Brian tepat di sebelah sang Kaisar yang dijaga oleh dua ksatria berzirah besi.

Jantung Brian berdegup dengan sangat kencang, tak menyangka hal ini akan terjadi. 'Apa?! Kaisar?! Sialan, aku terlalu terpaku menunggu artefak apa yang keluar hingga tak menyadari orang yang sangat penting duduk di sebelahku.' Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. 'Sialan, aku menyelinap dan duduk di sebelah orang yang paling berkuasa di negeri ini? Mampus! Mampus! Mampus!'

Ia sekuat tenaga mencoba untuk tetap tenang dan mengosongkan pikirannya. Perlahan, tubuhnya menghadap ke samping dan memberikan salam penghormatan.

“Salam, Yang Mulia Kaisar,” ucapnya sambil menganggukkan badannya dengan penuh hormat.

1
Osmond Silalahi
mantap ini kelasnya
Osmond Silalahi
author, "misteri 112" mampir ya
indah 110
Nggak sia-sia baca ini. 💪
Taufik: Terimakasih atas feedbacknya
terus tunggu update selanjutnya ^^
total 1 replies
Phedra
Masa sih, update aja nggak susah 😒
Taufik: hehehe tunggu kelanjutannya ya ^^
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!