Miskin , dihina wajar. Diam di bully, biasa. Yang luar biasa adalah, Aqmal seorang remaja miskin yatim piatu, menolak menyerah pada nasib malang, penderitaan, hinaan dan perundungan, justru membuat nya tumbuh menjadi semakin tegar dan kuat.
Hingga alam berpihak kepada nya, memberikan sebutir gundu ajaib kepada nya.
setelah mendapatkan gundu ajaib itu, perlahan hidup nya mulai berubah, setapak demi setapak, dia mulai meniti takdir nya menjadi seorang kultivator utama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamu dari Luar Angkasa
Aqmal menyerahkan uang minum lima ratus ribu untuk membeli gula, kopi, dan rokok pekerja.
Satu Minggu sudah berlalu, ujian semester pun sudah selesai dilakukan, kini pengumuman hasil semesteran.
Dari pengumuman diketahui jika Aqmal mendapat predikat sebagai juara umum, yaitu rangking pertama dari kelas A hingga kelas E di rangking kembali, hasil nya Aqmal menduduki rangking pertama dengan nilai murni yang sangat sempurna.
Kini Aqmal jadi perhatian, sampah yang ternyata adalah si jenius yang tersembunyi. Aqmal menyembunyikan diri nya dengan berbuat seolah olah dia adalah orang yang tolol. Setiap mendapat pe-er, dia berpura pura tidak mengerjakan semua nya, padahal dia mampu, jika saja dia mau.
Gejolak baru saja dimulai, jika dahulu tidak ada siapapun yang menghiraukan nya, karena dia bukan siapa siapa, kini banyak mata yang menatap setiap jejak langkah nya, tentu saja tidak semua nya dengan tatapan senang, akan banyak juga yang menatap dengan tatapan dengki.
Liburan akhir semester ini selama dua Minggu. Sekolah akan sepi selama waktu libur ini.
Di pondok nya, Aqmal segera mempersiapkan bekal nya berupa lima belas liter beras, gula, teh, kopi dan semua perlengkapan dapur, karena Aqmal berencana, selama liburan ini, akan tinggal di rumah pohon nya.
Tidak lupa Aqmal membeli papan, balok, seng dan semua perlengkapan nya berupa alat pertukangan yang semua nya dimasukan kedalam cincin ruang penyimpanan nya. Dia berencana selama liburan ini akan memperbaiki rumah pohon nya di telaga larangan.
Setelah semua persiapan nya selesai, dengan sepeda tua nya, Aqmal pergi ke hutan larangan.
Aqmal merehab rumah pohon nya menjadi semi permanen dengan bahan berkualitas dari kayu terbaik, selama dua hari.
Kini pondok itu sudah benar benar menjadi rumah pohon, dengan lantai dan dinding dari papan berkualitas, serta atap nya dari genteng metal.
Rumah pohon dengan ukuran dua kali tiga meter serta dapur seukuran satu setengah kali tiga meter, cukup lega untuk Aqmal sendirian beristirahat.
Dengan penerangan lampu tenaga Surya, Aqmal tidak khawatir kehabisan minyak tanah lagi.
Aqmal benar benar merasa tenang di tempat ini, tanpa beban apa pun.
Masih untung, ditempat ini masih ada sinyal,meskipun hanya dua garis, lumayan untuk wa an.
Beberapa malam ini bulan sudah lumayan besar, sehingga hampir setiap malam, Aqmal duduk di teras belakang dapur nya yang menghadap ke tengah telaga.
Dia senang menatap bintang yang bertaburan diatas angkasa raya sana, menatap nya berlama lama.
Blue Paradise (Sorga biru), ya itulah yang ada di dalam pikiran Aqmal, di otak nya Dunia Blue paradise itu terasa begitu nyata, tetapi dia tidak tahu dimana letak nya, atau bintang yang mana yang Blue paradise itu.
Setiap malam dia berangan angan sambil menatap bintang yang bertaburan itu, mengira ngira dimana letak Blue paradise itu berada.
Setelah puas menatap bintang gemintang itu, barulah Aqmal masuk ke pondok nya, duduk bersila diatas tilam tipis nya untuk memulai berkultivasi lagi. Hal yang dia lakukan secara rutin hingga pagi tiba. Rasa nyaman saat aliran Qi murni bergerak menyusuri Meridien nya menuju pemurnian di Piramida jiwa sebelum di simpan ke dalam Dantian, Qi murni itu kembali dipilih, energi panas (Yang), disimpan ke Dantian kanan sedangkan energi dingin (im), disimpan ke Dantian kiri.
Biasa nya Aqmal berkultivasi hingga pagi hari nya, namun malam ini, baru beberapa jam berkultivasi, tiba tiba dia mendengar suara dentuman yang nyaring dari arah telaga. Saking besar nya ledakan itu, sehingga air yang memercik terdengar menghantam rumah pohon nya hingga berguncang.
Buru buru Aqmal melihat ke arah telaga lewat teras dapur nya, di tengah telaga, nampak sebuah benda aneh mirip bubu (perangkap ikan) mengambang di permukaan telaga, bergoyang goyang terkena gelombang.
Besar nya benda itu mungkin sebesar Bis antar provinsi, dan panjang nya sekitar empat meter, berbentuk silinder, dengan ujung nya mengerucut serta di sekeliling nya memancarkan cahaya biru dari lampu lampu yang tertanam di dinding nya.
Ragu ragu, Aqmal turun ke pinggir telaga, mengamati benda aneh itu beberapa saat, sebelum melepaskan pakaian nya, dan bercebur ke tengah telaga.
Dengan susah payah, Aqmal menarik benda itu ke tepi telaga, kearah yang lebih landai yaitu daerah yang berpasir.
Setelah benda itu berhasil dia tarik keatas pasir, Aqmal segera mengenakan pakaian nya kembali, sambil menatap kearah benda aneh itu.
Untuk beberapa saat, benda itu masih bercahaya, lampu di sekeliling benda itu menyala berkedip kedip. Lalu padam, bersamaan dengan sisi benda itu bergerak.
Sebuah pintu setinggi dua meter tiba tiba terbuka, daun pintu itu membuka dari atas kebawah, menjadi sebuah tangga.
Didalam terlihat lampu lampu masih menyala di atap benda itu, tidak terlalu terang, namun cukup jelas untuk melihat sekeliling.
Ragu ragu, Aqmal memasuki benda itu, sebuah ruangan yang lumayan besar, dengan sisi kanan dan kiri nya ada dua buah jendela kecil.
Di bagian depan, terdapat banyak panel monitor dan ratusan tombol serta lampu lampu berwarna warni.
Tiga buah kursi nampak menghadap kearah tiga buah monitor utama, dengan panel kontrol yang berisi ratusan tombol di depan nya.
Namun kursi kursi itu tidak terisi semua, hanya kursi yang paling tengah yang terisi seseorang, atau mungkin juga mahluk mengenakan baju zirah serba hitam, tidak terbuat dari besi, tetapi seperti kain dengan bahan benang yang aneh.
Mahluk yang mengenakan baju zirah serba hitam itu nampak bergerak perlahan, memutar kepala nya kearah Aqmal, lalu berbicara dengan bahasa yang bukan dari bahasa manusia Bumi, tetapi bahasa itu sudah dipahami Aqmal beberapa waktu yang lalu saat otak nya dimasuki oleh jiwa pengetahuan empat Dewa.
"Tooloonglaah saayaa!" ....
Suara seorang laki laki, lebih mirip sebuah desahan lirih.
"Tuan siapa?" tanya Aqmal mencoba berkomunikasi dengan bahasa yang sama.
"Saya Artemius dari Armesia" jawab sosok itu dengan suara nya yang lemah.
Sosok itu seperti memencet sesuatu di pergelangan tangannya, mendadak baju zirah nya tadi seperti tertarik dan masuk kedalam alat di pergelangan tangan nya.
Ternyata sosok itu seorang manusia berusia sekitar empat puluh tahun, dengan wajah yang tampan dan berwibawa.
Pria itu memencet satu tombol di depan nya, dan mendadak sabuk aneh yang mengikat tubuh nya ke kursi terbuka secara otomatis, dan tubuh pria itupun melorot ke lantai.
Buru buru Aqmal menangkap tubuh pria itu dan membaringkan nya di lantai.
"Tuan Artemius!, saya Aqmal, apa yang bisa saya lakukan untuk tuan?" tanya Aqmal dalam bahasa Armesia yang dengan tiba tiba saja dikuasai nya dengan sangat fasih sekali.
"Saya mengungsi dari Dunia Globus yang hancur akibat perang, semua binasa tak ada yang tersisa, bahkan hewan sekalipun, dalam perjalanan, kami terjebak dalam badai kosmik yang menghancurkan seisi dalam tubuh saya, sebentar lagi saya akan mati, tolong selamatkan putri Eleona didalam tabung penyelamat, ambilah ini!" ucap pria itu menyerahkan semacam jam tangan dan sebuah cincin.
Aqmal mencoba memeriksa tubuh pria ini dengan pemindaian jiwa, ternyata bagian dalam tubuh nya terluka sangat parah, sebagian sudah hancur, dan sebagian nya lagi korosi dari dalam.
Setelah menyerahkan dua benda tadi, pria itu langsung terkulai, tewas saat itu juga.
Lama Aqmal termenung memikirkan nasib pria yang terlihat seperti pejabat tinggi satu Negara.
Aqmal menggotong tubuh pria itu keluar, membawa nya ke daerah yang lebih tinggi, tidak jauh dari rumah pohon nya. Disitulah Aqmal menggali lobang untuk menguburkan pria itu.
Setelah melakukan upacara sederhana sebisa yang dilakukan Aqmal untuk penghormatan terakhir kepada pria asing itu. Sebuah batu sebesar betis, di tancapkan sebagai penanda nya.
"Tuan Artemius!, semoga tuan tenang di alam sana!" kata Aqmal, membungkukan badan nya tiga kali, penghormatan seperti yang terlintas di otak nya.
Setelah berdoa beberapa saat, barulah Aqmal kembali ke dalam kapal apa pesawat aneh tadi.
Ternyata di ruang tengah, tepat nya di belakang kursi tempat pria itu duduk tadi, ada sebuah peti terbuat dari besi khusus, dengan tutup nya terbuat dari kaca.
Didalam peti itu terlihat sebuah tabung kaca, yang terendam didalam cairan khusus. Dan didalam tabung kaca itu terlihat tubuh seorang wanita muda yang tidak terlalu jelas, karena terendam cairan berwarna biru. Sedangkan di sisi luar peti itu ada sebuah panel sentuh bergambar telapak tangan, yang mungkin berfungsi untuk membuka peti itu.
Saat Aqmal meletakan telapak tangan nya di panel sentuh itu, kaca penutup peti itu bergerak kesamping, sehingga kini peti itu tanpa kaca penutup.
Sesat kemudian, air yang merendam tabung itu lenyap terhisap, menyisakan tabung berisi wanita itu saja lagi. Bahkan tidak seberapa lama, cairan yang merendam wanita itu pun lenyap terhisap pula, lalu tabung kaca bagian atas nya terbuka seperti sebuah bambu besar di belah dua.
Lalu lampu di sekeliling peti itu menyala bergerak memutari tubuh wanita itu.
Hanya sekitar lima menit saja, cahaya itupun berhenti.
Tidak ada reaksi apa apa, wanita itu masih tidak bergerak, setelah sekitar dua menit, barulah terlihat mata wanita itu mulai bergerak gerak, lalu perlahan mulai terbuka.
Wanita itu menatap kearah langit langit untuk beberapa saat, lalu menoleh ke kiri, dan saat menoleh kearah kanan, wanita itu seperti terkejut melihat Aqmal berdiri menatap kearah nya.
Cukup lama wanita itu bertukar tatapan dengan Aqmal, sebelum dua duduk.
"Aku Dimana?" tanya wanita itu dengan bahasa Armesia seperti bahasa pria tadi.
"Kau di Bumi!" jawab Aqmal.
"Bumi?, dimana?" tanya wanita itu lagi.
"Bumi!, Bima sakti!" jawab Aqmal singkat.
Wanita itu memegang kepala nya beberapa saat, seperti pusing yang tiba-tiba menyerang.
Wanita itu bangkit lalu turun dari peti tempat dia terendam tadi.
Setelah dia turun, barulah Aqmal sadar jika wanita ini bertubuh tinggi sekitar seratus delapan puluh lima centimeter, lebih tinggi dari diri nya.
...****************...