NovelToon NovelToon
Menuju Tenggara

Menuju Tenggara

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Karir / Persahabatan / Cinta Murni / Bad Boy
Popularitas:20.5k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Ganesha percaya Tenggara adalah takdir hidupnya. Meski teman-temannya kerap kali mengatakan kepada dirinya untuk sebaiknya menyerah saja, si gadis bersurai legam itu masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan cintanya kepada Tenggara. Meski sebetulnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa dia hanya jatuh cinta sendirian.

"Sembilan tahun mah belum apa-apa, gue bisa menunggu dia bahkan seribu tahun lagi." Sebuah statement yang pada akhirnya membuat Ganesha diberikan nama panjang 'Ganesha Tolol Mirella' oleh sang sahabat tercinta.

Kemudian di penghujung hari ketika lelah perlahan singgah di hati, Ganesha mulai ikut bertanya-tanya. Benarkah Tenggara adalah takdir hidupnya? Atau dia hanya sedang menyia-nyiakan masa muda untuk seseorang yang bahkan tidak akan pernah menjadi miliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 16

Klakson dibunyikan sebanyak tiga kali, pengganti kata sapaan yang tak dapat diucapkan langsung melalui lisan sebab terhalang situasi dan kondisi. Tenggara mengintip dari rear-view mirror untuk tahu bahwa sapaan itu datang dari mobil di belakangnya. Sebuah SUV yang kerap membuntut ke mana saja dia pergi ketika sedang bersama dengan Ganesha; milik Kafka.

Faktanya, Tenggara tidak secuek itu. Dia tahu Kafka dan Selena adalah guard yang selalu berada di belakang punggung Ganesha. Dia hanya tidak ingin menunjukkan bahwa dia tahu. Tidak ingin membuat anak-anak itu merasa usaha pengintaian mereka sia-sia dan berakhir menyerah menjaga Ganesha dari jarak aman.

Kafka turun dari mobilnya lebih dulu, disusul Tenggara dua detik setelahnya dan mereka saling berjalan menuju titik tengah. Tidak pernah ada aura baik yang melingkupi mereka pada setiap pertemuan, tetapi malam ini, aura permusuhan yang ada terasa semakin gelap dan pekat.

"Mau ngobrolin soal apa?" todong Tenggara tanpa niat untuk berbasa-basi.

"Ganesha." Kafka pun sama, tak ingin buang-buang banyak tenaga.

"Oke, silakan mulai." Tenggara mempersilakan Kafka mengutarakan niatnya. Tidak keberatan meski mereka harus mengobrol di pelataran kafe bertemankan embusan angin dingin sisa-sisa badai.

"Ngobrol di dalam aja. Gue rasa ini nggak akan selesai cuma dalam setengah jam." Tanpa gestur mempersilakan seperti sebagaimana mestinya, Kafka berjalan melewati Tenggara. Menuju pintu kafe yang sudah dipasangi tanda close dari dalam.

Lampu-lampu di dalam kafe mulai dinyalakan satu per satu, menyusul satu lampu kekuningan yang semula hanya menerangi bagian tengah. Dua kursi diturunkan dari atas meja dekat jendela yang mengarah ke jalanan, satunya digeser cukup kasar sampai kakinya menyentuh ujung sepatu Tenggara dan satu lagi dia posisikan untuk dia duduki kemudian.

"Mau minum apa?" tawarnya ketus. Lagi pula, untuk apa beramah-tamah kepada seseorang yang sudah membuat sahabatnya tekanan batin selama bertahun-tahun?

"Apa pun yang lo kasihnya ikhlas," sahut Tenggara. Nadanya pun tidak ramah, tetapi tidak ngegas seperti milik Kafka.

Kafka mendecih, melirik remeh dan meledek, "Kalau gitu nggak usah minum, soalnya gue nggak akan ikhlas kasih apa pun."

Tak ambil pusing, Tenggara menyeret kursi dan duduk anteng. Bersedekap dengan kaki menyilang, memandang jauh ke luar jendela.

Respons Tenggara yang adem ayem tanpa bumbu keributan anehnya justru membuat Kafka kesal. Sambil mengentak-entak seperti bocah tantrum, lelaki itu berjalan menuju counter. Serabutan membuat dua cangkir Hot Vanilla Latte less sugar dengan bibir yang tak henti-hentinya mengomel. Apa saja dia omelkan. Dari yang betul-betul berkaitan dengan Tenggara, sampai hal remeh seperti kuas pembersih mesin penggiling kopi yang diletakkan tidak pada tempatnya.

"Bocah-bocah sompret! Belum aja ngerasain potong gaji ya lo semua!" keluhnya seraya melempar kuas tadi ke area rak di belakang counter.

Dari tempatnya duduk, Tenggara mendengar semua omelan Kafka dengan jelas. Namun, dia tidak memberikan reaksi apa pun. Pura-pura tuli dan tetap memandang lurus ke jalanan dengan pikiran yang mulai melayang-layang.

Kepala Tenggara baru menoleh ketika meja di depannya bergetar. Hasil dari gerakan tantrum Kafka yang meletakkan dua cangkir Hot Vanilla Latte dengan tenaga dalam. Beberapa tetes cairan pekat tumpah, menimbulkan noda bercorak acak.

"Jangan lupa baca doa, siapa tahu gue udah masukin santet ke dalamnya," cetus Kafka sebelum menenggak Hot Vanilla Latte miliknya.

Tenggara masih stay calm. Diraihnya cangkir miliknya, dihirup aroma kopi perlahan-lahan lalu diseruput sedikit di bagian permukaan. Ketika cairan pekat itu menyentuh ujung lidahnya, barulah ia menampakkan reaksi. Rasa gurih dari susu, manis sirup Vanilla dan pahit alami kopi anehnya bisa menyatu dengan sempurna. Tipikal minuman yang dia sukai dan akan selalu diorder ulang setiap datang ke kafe langganannya.

Malas memuji, tetapi perlu dia akui bahwa Kafka cukup ahli meracik minuman. Tadinya dia pikir lelaki itu membuka kafe hanya karena fomo saja melihat banyaknya coffe shop kekinian yang menjamur di banyak spot ramai Kota Jakarta. Rupanya, dia salah besar.

Menyeruput minumannya sekali lagi, lalu Tenggara meletakkan cangkir dan kembali bersedekap seperti yang Kafka lakukan. Sekarang, saatnya berbicara serius selayaknya pria dewasa.

"Gue udah dengar apa yang terjadi sama lo dan Ganesha." Kafka memulai. Rahang tegasnya terlihat mengeras, pertanda ada begitu banyak emosi yang bercokol di tenggorokan.

"Apa memangnya yang terjadi di antara kami?" tanya Tenggara. Dia hanya ingin tahu sebatas mana Ganesha bercerita, dan apakah gadis itu benar-benar mengingat semua kejadian kemarin malam dengan jelas.

"Lo nolak dia."

Tenggara mengangguk, tak berusaha membantah. "Itu hak gue, right?"

Diam-diam, Kafka mengepalkan kedua tangannya yang bersembunyi di bawah ketiak. "Memang," timpalnya.

"Terus, masalahnya di mana? Lo nggak mungkin ajak gue ke sini buat maksa gue nerima perasaannya Ganesha, kan?"

"Nope," sosor Kafka disertai gelengan kepala. Memaksa Tenggara menerima perasaan Ganesha? Itu adalah kalimat paling lucu yang pernah dia dengar selama hidupnya.

"Terus?"

"Sebaliknya, gue mau lo jaga jarak dari dia. Stop bersikap baik yang berlebihan seolah-olah lo menyambut perasaannya, stop bikin gimmick percintaan buat nyenengin fans kecintaan lo itu, dan yang paling penting stop merepotkan Ganesha untuk nemenin lo bepergian jauh di saat lo nggak bisa taking care of her dengan benar." Kafka menumpahkan seluruh isi di kepalanya dalam satu kali tarikan napas.

Sementara Tenggara, lelaki itu berusaha untuk tetap tenang meski dadanya kembali terasa bergejolak. Dia tidak mau melakukan semua yang Kafka minta, tidak bisa. Semuanya sudah menjadi rutinitas yang tidak akan semudah itu untuk dihilangkan begitu saja.

Katakanlah dia egois, tetapi memutus hal-hal tersebut pasti akan berdampak banyak pada berjalannya Zaloria. Tenggara tidak ingin ada yang lebih rusak. Cukup status pertemanan dengan Ganesha yang sekarang sudah tidak bisa dilihat dengan kaca mata yang sama seperti sembilan tahun silam, dia tidak ingin hubungan profesional mereka juga menjadi kacau karena masalah ini.

"Kami masih tergabung di Zaloria, kalau lo lupa," kata Tenggara. Dia menegakkan badan, menautkan kedua tangannya di atas kaki yang masih menyilang. "Hal-hal yang lo sebutkan tadi adalah upaya gue untuk membangun chemistry, nggak masuk akal kalau lo tiba-tiba minta gue untuk stop lakuin itu semua."

Kafka mendecih, "Egois."

"Gue cuma mau bersikap profesional terhadap apa yang udah kami sepakati bersama," sanggah Tenggara. "Sedari awal, gue juga udah bilang sama Ganesha untuk nggak melewati batas yang ada. Gue udah bilang sama dia untuk nggak suka sama gue supaya Zaloria bisa berjalan dengan baik dan lancar."

Kafka menyergah, "But she has loved you since nine years ago! A fucking nine years!"

"Kalau gitu, dia seharusnya bilang ke gue sedari awal," ucap Tenggara enteng.

Hasilnya, Kafka tidak lagi bisa membendung emosi. Dia bangkit dari duduknya, secepat kilat menyambar kerah jaket Tenggara, menarik lelaki itu mendekat hingga wajah mereka berjarak kurang dari lima senti.

"Gue tahu lo bajingan, tapi seenggaknya tolong jangan terlalu kelihatan jelas," desisnya. Gigi-giginya merapat, rahangnya semakin keras.

Berbanding terbalik dengan Kafka, Tenggara masih tetap tenang menguasai emosinya. Tak dilawannya cengkeraman Kafka di kerah jaket, dia biarkan lelaki itu memanfaatkan otot besarnya untuk melampiaskan emosi. Mungkin dengan itu, Kafka bisa merasa cukup berhasil mengintimidasi.

Padahal tidak. Tenggara bahkan tidak keberatan kalau bogem mentah Kafka mendarat di wajahnya. Untuk beberapa alasan, dia dengan penuh kesadaran mengamini bahwa dirinya memang pantas untuk dipukul. Seperti yang Kafka bilang, dia adalah bajingan. Sudah terlalu terlambat untuk mengubah fakta itu menjadi sesuatu yang lebih baik.

"Persetan sama profesionalitas yang lo bilang itu, gue tetap mau lo jaga jarak dari Ganesha dan perhatikan tindakan lo atau--"

"Atau?" tantangnya.

"Atau gue akan pastikan lo menyesal udah pernah ketemu sama gue." Kasar, Kafka melepaskan cengkeramannya, mendorong tubuh Tenggara hingga kembali terduduk di kursinya dan nyaris tersungkur ke belakang.

Tenggara meringis sebentar karena punggungnya menabrak sandaran kursi besi cukup keras, lalu buru-buru menetralkan ekspresi dan kembali mendongakkan kepala. Di momen itu, dia menemukan Kafka benar-benar sudah menjelma menjadi sosok monster yang mengamuk. Terlihat siap untuk mencabik-cabik tubuhnya hingga menjadi potongan-potongan daging cincang untuk pakan ternak.

"Ganesha penting buat gue, jadi siapa pun yang berani nyakitin dia, akan gue buat hidupnya menderita."

Kata penting yang Kafka ucapkan entah kenapa terasa menggelitik di telinga Tenggara. Dia pikir, lelaki itu rupanya tak jauh berbeda dengan dirinya. Terlalu pengecut untuk mengakui perasaannya sendiri dan memilih berlindung di balik kata peduli. Tanpa sadar, Tenggara terkekeh.

Melihat itu, Kafka jelas kebingungan. Apa yang lucu dari ucapannya sampai membuat lelaki di depannya itu tertawa menyebalkan?

"Apa yang lucu?"

"Lo," tembak Tenggara. Tatapannya berubah serius, cenderung menajam. "Ngamuk-ngamuk ke gue seolah gue adalah manusia paling bajingan, padahal itu adalah ungkapan kekecewaan lo kepada diri sendiri karena terlalu takut buat mengakui perasaan lo, kan?"

Awalnya, Kafka tidak menangkap ke arah mana ucapan Tenggara akan digiring. Sampai kemudian, ketika dia menemukan percikan mengilat di kedua mata Tenggara yang menggambarkan ketidaksukaan, Kafka balik menyeringai.

"Lo pikir gue nggak berani nembak Ganesha karena takut ditolak dan pertemanan kami rusak?" ejeknya, lantas menggeleng dengan yakin. "Gue sama sekali nggak takut buat nyatain cinta ke dia. Selama ini gue pendam semuanya karena menghargai usahanya buat menyampaikan rasa sukanya ke lo. Dan sekarang, dengan penolakan yang lo kasih ke dia, apa lo berpikir itu bukanlah kesempatan yang bagus buat gue untuk memanfaatkan keadaan?"

Sekarang, giliran rahang Tenggara yang mengeras. Matanya berkilat marah, tak lagi bisa disembunyikan. Usahanya untuk tetap tenang akhirnya runtuh juga. Ada sesuatu yang mendorong dirinya untuk balik menerjang Kafka, mengajak lelaki itu adu otot sampai salah satu di antara mereka jatuh tersungkur tak berdaya.

Namun, dia tidak melakukannya. Sebab tiba-tiba saja, dia merasa ketakutan. Bukan pada Kafka, melainkan pada kemungkinan bahwa di hari esok kelak, dia harus menemukan Ganesha bersanding dengan orang lain, dan dia kehilangan gadis itu sepenuhnya.

"Jauhin Ganesha, lo nggak punya pilihan buat menolak." Kafka mengakhiri pembicaraan. Meninggalkan Tenggara, berjalan ke counter membawa cangkir miliknya dan menyeruputnya santai di tengah-tengah perjalanan.

Se-care itukah gue sama Ganesha, sampai Tenggara pun berpikir kalau gue suka sama dia? Batinnya. Setengah tersenyum mengingat kembali bagaimana Tenggara akhirnya mengeluarkan semua emosi yang semula ditutup rapat di dalam jiwa.

Well, itu adalah sebuah kesalahpahaman. Tetapi kalau dengan adanya kesalahpahaman itu bisa menyelamatkan Ganesha dari jeratan playboy busuk macam Tenggara, Kafka tidak akan keberatan untuk tidak meluruskannya sampai kapan pun juga.

Bersambung....

1
Dewi Payang
Para memang kesalnya si Kafka ke Tenggara😂
nowitsrain: Dendam kesumat dia 😂
total 1 replies
Dewi Payang
Ga senggol donk si Kafka, apa dia masih punya tenaga buat marahi lo😅
nowitsrain: Lelahh menghadapi para gadis
total 1 replies
Dewi Payang
Biarin lecet, tar beli lagi ya Ga, yang pening bisa ikut nginap😂
Weh, Kafka jengkel setengah mampus inu😅
nowitsrain: Wkwk iyaa..

Dikit lagi makan orok tuh si Kafka
total 1 replies
Dewi Payang
Ampun dijay😂
nowitsrain: 😂😂 marah-marah mulu si Kafka yak
total 1 replies
Dewi Payang
Ini maah Kafka cari ribut😅
nowitsrain: Emang pecinta keributan kan
total 1 replies
Dewi Payang
Kafka dilawan😅
nowitsrain: /Joyful//Joyful/
total 1 replies
Zenun
mamam tuh Tengg. Puas banget dibalikin begitu
nowitsrain: /Joyful//Joyful/
total 1 replies
Zenun
ngapa emang? suka-suka dia atuh😁
nowitsrain: Aga: ih kan aku cemburu
total 1 replies
Zenun
Nanti kalo lo balik lagi ke tengg, tu laki bakal ngulur lagi. Caya dah
nowitsrain: Yee khan
total 1 replies
Zenun
dengerin tuh baik-baik ya
nowitsrain: Au deh kupingnya kebuka apa enggak tu
total 1 replies
Zenun
kenapa kafka gak ditengah aja
nowitsrain: Mabok dia kalau di tengah
total 1 replies
Dewi Payang
Gwe suke gaya lo Kaf😅
Dewi Payang: Ya ampyun, tapi kali ini lo memang keren👍🏻👍🏻
nowitsrain: Kafka: Harus suka, lah, kan gue keren 😎
total 2 replies
Dewi Payang
Wih... kaya bapaknya Nesha aja🤭
Dewi Payang: Kaya begitu😅😅
nowitsrain: Iya ya, bapak kandungnya aja au deh tuh ke mana wkwk mungkin Tuhan kirim Kafka emang biar jadi sosok yang menggantikan peran bapaknya
total 2 replies
Dewi Payang
Lasaiiiinnnn......
Dewi Payang: 😂😂😂😂😂
nowitsrain: Kasian kasian kasiann
total 2 replies
Dewi Payang
Cakiiiiiit ya Ga.....
nowitsrain: Biar tau rasaaaaa. Itu mah belum seberapa
total 1 replies
Dewi Payang
Tak lama, fans gak lagi segalanya....
nowitsrain: Betulllll
total 1 replies
Dewi Payang
Wkwk😄
Dewi Payang
Bagus lo nyadar
Dewi Payang: Rasanya pengen hajar si Tenggara klo kumat² lagi🤭
nowitsrain: Kalau lagi sadar ya sadar, kalau kumat ya bikin orang lain naik darah
total 2 replies
Dewi Payang
Luar biasa carenya Kafka sama Selenna👍🏻
nowitsrain: Rill sahabat sejati
total 1 replies
Dewi Payang
Entah kenapa, aku berharap Ganesha jual mahal kali ini🙈
Dewi Payang: Harus ya Nes😔
nowitsrain: Ihhh harusnya yaaa.
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!