Rahmad Ajie, seorang mekanik body & paint di Jakarta, tak pernah mengira hidupnya berubah drastis karena ledakan cat radioaktif. Tubuhnya kini mampu mengeluarkan cat dengan kekuatan luar biasa—tiap warna punya efek mematikan atau menyembuhkan. Untuk mengendalikannya, ia menciptakan Spectrum Core Suit, armor canggih yang menyalurkan kekuatan warna dengan presisi.
Namun ketika kota diserang oleh Junkcore, mantan jenius teknik yang berubah menjadi simbol kehancuran lewat armor besi rongsoknya, Ajie dipaksa keluar dari bayang-bayang masa lalu dan bertarung dalam perang yang tak hanya soal kekuatan… tapi juga keadilan, trauma, dan pilihan moral.
Di dunia yang kelabu, hanya warna yang bisa menyelamatkan… atau menghancurkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Warna vs Besi
Hutan Lembang kini bukan lagi hening.
Suara derap kaki logam, pelat baja saling bergesekan, dan desingan peluru karet memenuhi udara. Burung-burung beterbangan liar dari pepohonan tinggi, kabut mulai pecah oleh panas dari mesin jet mini dan drone militer. Di tengahnya, seorang wanita berbaju zirah hitam dengan sorot merah menyala di mata helmnya, berdiri bagai ratu di medan perang.
Junkcore.
Tangannya membuka, dan dari dalam sarung tangan mekaniknya, keluar sejenis senapan obeng otomatis—prototipe yang ia desain untuk pertempuran jarak dekat.
“Ajie...” katanya dengan nada datar dari dalam helm. “Kau tak tahu seberapa berharganya tubuhmu bagi mereka. Tapi aku tahu.”
Dari balik bunker yang tersembunyi di bawah tanah, Ajie dan Melly memperhatikan pergerakan pasukan dari monitor. Suara helikopter terdengar menggema di udara, dan sensor markas mendeteksi dua puluh lebih tentara bayaran bersenjata lengkap, lengkap dengan exo-suit ringan dan perisai elektromagnetik buatan Altheron.
“Ini bukan sekadar penyergapan,” gumam Melly. “Ini eksekusi.”
Ajie berdiri, memasang helm Spectrum Core Suit. Wajahnya tegang, namun matanya tak gentar.
“Kita gak bisa kabur. Biar gue tahan mereka. Lo dan Faisal cari jalan keluar lewat terowongan selatan.”
Melly mencengkeram lengannya. “Gue gak bakal ninggalin lo, Ajie.”
Ajie hanya mengangguk. “Tapi kalau semua tetap di sini... kita mati bareng.”
Melly terdiam. Sebuah rasa sakit tak terlihat menyelinap di balik matanya. Tapi ia tahu Ajie benar. Ini bukan tentang jadi pahlawan—ini tentang bertahan hidup agar bisa melawan balik nanti.
“Kalau lo mati,” katanya pelan, “gue akan hidup cukup lama buat ngebunuh mereka semua.”
Ajie tersenyum samar.
“Deal.”
Ajie muncul dari bunker seperti kilatan cahaya.
Cat merah menyembur dari telapak tangannya, membentuk tameng pelindung yang menahan tembakan pertama dari pasukan Altheron. Lalu biru meluncur dari bahunya, menyebar ke tanah dan membentuk lapisan es licin yang membuat tentara tergelincir dan kehilangan formasi.
Junkcore hanya mengamati dari kejauhan. Ia belum turun tangan.
Ajie meluncur dengan dorongan cat kuning di kakinya, lalu menyemburkan warna hijau—menciptakan selubung asap tebal dengan aroma tajam. Beberapa tentara roboh batuk-batuk, tersedak. Cat hijau itu bereaksi seperti gas CS, tapi lebih kuat.
Namun, keunggulan itu hanya bertahan sebentar.
Junkcore mengaktifkan dua pelontar granat dari punggungnya dan melepaskan proyektil khusus—bom EMP mikro.
Ledakan DDZT! memutus aliran komunikasi dan merusak sebagian sistem kendali pada armor Ajie.
Ajie goyah. Cat di tubuhnya mengalir tak stabil, dan warna-warna mulai saling bercampur tanpa arah. Helmnya berkedip. Sistem pendingin dalam suit-nya gagal.
Dari balik asap, Junkcore muncul perlahan, berjalan dengan langkah berat, namun pasti.
“Warna bisa menciptakan keindahan,” katanya pelan. “Tapi juga kekacauan.”
Ajie meninju ke depan, cat ungu menyembur bertenaga besar—namun Junkcore menepisnya dengan pelat tangan magnetiknya, memantulkan energi itu ke arah tanah, menciptakan kawah kecil.
Kemudian, ia menghantam Ajie dengan tinju besi di dada.
CRAAAK!
Ajie terhempas ke pohon, armor-nya retak di bagian dada. Nafasnya sesak. Ia berusaha bangkit, tapi cat di tubuhnya menyembur tak terkendali, menciprat ke tanah dan menodai semak-semak dengan warna acak.
Junkcore menatapnya dari balik helm.
“Kau masih manusia, Ajie?”
Ajie tak menjawab. Matanya mulai kabur. Tubuhnya panas dan menggigil, cat seperti mendidih di balik kulitnya.
Sementara itu, Melly telah mengenakan GearSpine—armor Torque Queen.
Ia muncul dari terowongan belakang dengan dua senjata bengkel termodifikasi di tangan: satu bor listrik yang dipasang peluncur paku, satu lagi dongkrak hidrolik berfungsi seperti palu Thor versi mekanik.
Dengan teriakan keras, ia melompat ke kerumunan tentara.
Serangan brutal pun dimulai.
Melly menghantam perisai, menendang armor ringan, dan menembakkan baut tajam ke arah kepala pasukan. Namun jumlah musuh terlalu banyak.
Dua peluru menghantam bahunya. Salah satu motor penggerak di armor-nya rusak.
Junkcore menoleh. “Kau datang juga... Torque Queen.”
“Dan gue bakal pergi bawa Ajie!” teriak Melly.
Mereka saling beradu tinju, armor lawan armor. Bunyi logam saling memukul menggema di hutan. Pohon tumbang. Tanah bergetar.
Tapi Junkcore lebih siap.
Ia menyuntikkan arus listrik dari pelat tangannya ke armor Melly. Sistem GearSpine terguncang. Melly terhempas ke semak, tubuhnya terbakar sebagian.
Faisal yang melihat dari kejauhan menekan detonator kecil. Ledakan dari sisi utara menarik perhatian pasukan.
Saat semua mata menoleh, Faisal menyeret Melly ke terowongan evakuasi rahasia—terakhir.
“Ajie...!” jerit Melly, setengah sadar.
Faisal menggertakkan gigi. “Kita akan kembali untuknya. Sekarang kita hidup dulu!”
Ajie tersungkur di tanah, napasnya berat. Helmnya sudah retak. Cat di tubuhnya mengalir pelan seperti darah berwarna-warni.
Langkah berat Junkcore mendekat.
“Kau terlalu baru untuk dunia ini. Terlalu lambat. Terlalu... manusiawi.”
Ia menunduk, meletakkan tangan di leher Ajie dan menyuntikkan semacam alat pemindai.
“Denyut jantung tak stabil. Komposisi biologis 63% non-manusia. Cat dalam tubuhnya telah bermutasi sempurna. Ini dia.”
Ia menatap langit.
“Cain, ini Junkcore. Target ditangkap. Kirim evakuasi udara ke zona hijau. Saya ulangi—WN-13 dalam kendali.”
Ajie mencoba berkata sesuatu... tapi suaranya hanya keluar dalam bisikan:
“…Melly…”
Lalu gelap.
Dari kejauhan, helikopter militer Altheron mulai mendarat. Lampu sorot menyapu hutan.
Melly dan Faisal, yang bersembunyi jauh di terowongan bawah tanah, hanya bisa menyaksikan dari monitor kecil di tangan Melly.
Ajie diborgol dengan rantai magnetik, diseret ke dalam helikopter, tubuhnya tak bergerak.
Air mata Melly jatuh, bercampur darah dari pelipisnya.
“Gue janji... lo gak bakal jadi eksperimen,” bisiknya.
“Lo bakal pulang.”