Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.
Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
XVI
Gia masih berada ditempatnya dari sejam yang lalu. Masih menatap pintu yang membawa sosok masa lalu pergi. Tadi Gia benar-benar menjauhi sang mantan suami, bahkan untuk sekedar beranjak mengantar pria itu untuk meninggalkan rumahnya.
Tangan Gia gemetar.
Perlahan Gia mengangkat tangannya, menatapnya dalam. Lalu ia arahkan pada dadanya. Merasa nyeri teramat sangat didalam sana.
Nyatanya Gia tak pernah ikhlas menjalani kehidupan seperti ini. Jika boleh meminta, Gia masih ingin menagih janji-janji manis dari pria itu. mengingat apa saja luka yang pria itu torehkan padanya.
Paling tidak, luka dari masa lalu harus ditebus pria itu. Tetapi pria itu malah semakin memupuk luka batin dan jiwanya.
Gia kembali hancur.
Lagi dan lagi.
Gia mengangkat tangannya membawa kepalanya semakin merunduk. " Arghh.. " menggeram lirih, kala bayang-bayang tak mengenakan pada masa lalu terbayang seperti kaset rusak didalam pikirannya.
" Tidak-tidak-tidak. Jangan seperti ini Gia.. Nanti anak-anak mengkhawatirkan mu. " Racau Gia, menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
Namun bukannya merasa tenang, kepanikan semakin melanda pikirannya. Entah bagaimana caranya semua hal buruk yang telah ia alami berputar tiada henti dalam pikirannya. Membuat Gia bergetar ditempatnya. Kepalanya berdentum, tubuhnya melemas, jiwanya kembali hilang.
" Arghhh.. " Menggeram lirih, suaranya kembali bergetar kuat.
Gia menatap lengannya yang bergetar, mengusap-usapnya kasar, berharap agar tak bergetar.
Gia takut. Gia juga ingin pulang, istirahat. Tertidur nyenyak.
~|~
" Mama.. " Panggil Ara pada sang mama.
Keysha tersadar dari lamunan panjangnya, menoleh pada anak gadisnya itu. " Yes honey, What happen? Do you want something? "
Ara bersandar manja pada lengan mamanya. " Kapan Yanda pulang, ma? Ara ngantuk. Ara mau tidur. Tapi Ara really Miss her. " Ucap Ara sendu.
Untuk beberapa saat Keysha tak menjawab. Nyatanya ia tak tahu kapan suaminya akan kembali. Tak biasanya suaminya itu pulang larut malam. Sesibuk apapun pria itu, suaminya akan lebih memilih pulang terlebih dahulu menemani anak-anaknya dan kembali pergi bekerja setelah anaknya itu terlelap. Tapi akhir-akhir ini pria itu pulang sangat larut dan pergi saat pagi tiba, seolah-olah tengah menjauhi diri dari keluarganya.
" Bentar lagi Yanda pasti pulang. Ara ketemu Yandanya besok aja yah. Sekarang Ara tidur dulu. Besok kan Ara sekolah. " Ucap Keysha lembut, sembari mengusap surai rambut anak tirinya sayang.
" Tapi besok pagi pasti Tanda udah berangkat duluan. Like kemarin-kemarin. Ada mau ketemu Yanda, ma. " Ucap Ara merengek mengguncang lengan mamanya.
" Nanana, Honey.. " Keysha menggelengkan kepalanya dengan jari telunjuknya bergoyang-goyang didepan Ara, memperingati. " Mama janji, besok Yanda bakalan makan bareng-bareng sama kita. "
Ara menatap mamanya dengan mata berkaca-kaca, menjulurkan jari kelingkingnya kedepan Keysha. " Promise? "
" Trust me. " Ucap Keysha dengan senyuman lembutnya, menautkan jari kelingkingnya dengan kelingking Ara.
Ara tersenyum bahagia.
" Aa, i love u, ma. " Ucap Ara mencium pipi mamanya penuh semangat.
Keysha tersenyum hangat sebagai responnya. " Love u too, my baby. Sekarang tidur. Lihat Kara aja udah tidur dari tadi. Masa Ara kalah sama Kara. Sekarang Ara tidur yah. "
Ara mengangguk semangat. " Tapi mama makan dulu yah, Ara temanin. Mama dari tadi siang belum makan. "
Mendapati perhatian itu Keysha tersenyum lembut, mengusap pipi tembam Ara. Keysha baru ingat, dia melupakan jadwal makannya tadi. " Mama tunggu Yanda aja, nanti biar mama makan bareng Yanda. Ara langsung tidur aja gak papa kok. "
" Yasudah kalau gitu, Ara mau ke kamar dulu. Mau tidur. Mama jangan lupa makan yah. " Ara kembali mencium pipi mamanya, lalu pergi berlalu dari hadapan mamanya itu.
Keysha hanya tersenyum hangat mendapatkan itu. Entahlah, Keysha sangat menyayangi anak-anak dari istri pertama suaminya itu. Merasa telah lama menunggu momongan yang tak kunjung hadir, membuat rasa sayang Keysha pada anak-anak suaminya itu semakin membuncah.
Keysha mengusap perutnya perlahan, tersenyum kecil menatap perutnya yang masih rata.
Ah, rasanya Keysha sangat menunggu kehadiran bayi didalam kandungannya ini. Sudah lama dia merindukan sosok momongan datang, menjadi adek dari anak-anak suaminya itu. Pasti rumahnya akan bertambah ramai dan hangat.
Satu menit, dua menit, hingga 1 jam sudah Keysha menunggu sang suami yang tak kunjung datang itu. Keysha melirik ke arah jam rumahnya yang telah menunjukkan pukul 11 malam. Mendung seketika terpampang nyata diwajah teduh itu. Terdapat perasaan khawatir terpupuk didalam hati.
Keysha disini hanya dapat berdoa tentang keselamatan sang suami, agar suaminya tak mendapatkan hal buruk.
Ceklek
Suara pintu terbuka membuat semua mendung didalam hati Keysha sirna seketika. Senyum hangatnya tak lupa ia tunjukkan untuk sang suami. Dapat Keysha lihat keadaan suaminya yang sangat kacau, baju Morat Marit, rambut dibiarkan berantakan, wajah tampak kusam. Membuat Keysha berjalan mendekat pada sang suami.
" Mas.. " Panggil Keysha, tak kuasa menahan rasa khawatir pada sang suami.
Jordan menatap istrinya lamat-lamat. Sebuah senyum kecut muncul diwajahnya. Ini salah, tak seharusnya dia berada disini sekarang. Jordan benar-benar telah berkhianat pada wanita yang telah ia hancurkan itu. Membuat rasa pahit menjalar ke seluruh lubuk hatinya.
" Are you oke? " Tanya Keysha penuh kekhawatiran.
Jordan menangkup pipi istrinya, mengusap lembut pipi itu.
Tak mungkin juga Jordan meninggalkan wanita yang berada dihadapannya hanya untuk kembali kepada masa lalu. Tak mungkin Jordan menyakiti wanita yang bahkan secuil pun tak ada kesalahan didalam perbuatan wanita itu.
" Ada yang mau mas omongin sama kamu. " Ucap Jordan melirih.
Setelah 5 tahun menjalin rumah tangga dengan wanita itu, kunci rumah tangga mereka tetap bertahan hingga detik ini adalah kejujuran. Itulah kuncinya. Biarkan Jordan mengatakan sejujur-jujurnya tentang kehidupannya. Jordan kali ini hidup dengan wanita itu, tak sepatutnya ia tak melibatkan keberadaan wanita itu dikeadaannya saat ini. Jordan tak menuntut mendapat solusinya saat ini, hanya ingin membagi pikiran dengan wanita yang telah menemani hidupnya dimasa sulit dan dimasa bahagia itu.
Dunia memang tak adil, kala diri telah mencoba mensyukuri, tetap saja ujian demi ujian selalu datang menyergap. Jordan bingung harus merasa bahagia atau miris mendapatkan sosok bidadari seperti wanita yang berada dihadapannya itu. Seandainya saja ada sedikit kesalahan dari wanita itu, pasti Jordan akan merasa lebih baik. Tak seperti saat ini, ketika perasaan serba salah menghantamnya tiada henti.
Sekarang bukanlah tentang masalah perasaan. Tetapi tentang masalah benar atau tidak. Patut atau tidak. Layak atau tidak.
Jordan malu, sangat malu. Dirinya seorang yang bergelimang akan dosa disatukan dengan sosok wanita bak malaikat hidup. Menerima dirinya baik kurang maupun rapuhnya.
Jordan menghargai wanita itu, sangat..
Biarlah tiap langkah akan ia pikirkan sehabis ini.