'Apa dia bilang? Dia ingin aku jadi Sugar Baby?.' Gumam Sheilla Allenna Arexa
"Maaf?!." Sheilla mengernyitkan dahinya, bingung sekaligus tak mengerti. "Mengapa aku harus menjadi Sugar Baby mu?." Tanyanya dengan nada bicaranya yang sedikit keras.
Sean memijat rahang tegasnya sembari tetap menatap ke arah Sheilla dengan seringain kecil di bibir pria itu.
"Bagaimana menurutmu?." Tanya Sean pada Sheilla. "Apa kamu tidak tau apa kegunaan Sugar Baby dalam konteks ini? Sudah ku jelaskan dan bukankah kamu sudah dewasa?."
Kemarahan melonjak dalam diri Sheilla dan wajahnya memerah karena begitu marah.
"Sudah ku bilang, AKU BUKAN P--"
**
Sheilla Allenna Arexa adalah gadis biasa yang mendapati jika dirinya tiba-tiba terjerat dengan seorang bos mafia yang kejam karena hutang dari sepupunya sebesar 5 juta Dollar. Untuk menyelamatkan keluarganya dan juga membalas budi mereka karena telah merawatnya, Sheilla terpaksa menyetujui kontrak menjadi budak dengan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Violetta Gloretha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
Sheilla tampak santai, mengembuskan napas yang bahkan tidak ia sadari sedang ditahannya. "Hanya itu?." Tanyanya pada Sean, mengamati pria tampan itu dengan tatapan curiga.
Sheilla terkejut karena Sean memilih makan malam dengannya setelah semua hal yang bisa pria itu tuntut darinya.
'Mungkinkah Sean sedang merencanakan sesuatu?.' Sheilla bertanya pada dirinya sendiri.
"Ya, makan malam dengan ku dan anggap saja seperti sebuah kencan." Jawab Sean pelan, tatapan matanya tak lepas dari wajah cantik Sheilla. Karena ia ingin melihat semua ekspresi gadis itu.
Sudut alis Sheilla sedikit berkerut, tidak mengerti mengapa Sean mengajukan permintaan seperti itu.
Sheilla menggigit bibir bawahnya dan tersipu, "Baiklah. Tapi aku tidak punya pakaian untuk makan malam."
Sean tidak mengatakan apa pun dan setelah beberapa detik kemudian, Sheilla mengalihkan perhatiannya ke arah pria yang terlihat sudah babak belur yang sedang bangkit dari lantai dengan susah payah. Sheilla dengan polosnya berjalan mendekati pria tak berdaya itu dan membantunya berdiri.
"Pak, saya tidak tahu apa yang kamu lakukan, tetapi Sean sudah memberimu kesempatan kedua. Jangan sia-siakan kesempatan itu." Kata Sheilla berniat menyemangati pria itu sembari menuntunnya keluar ruangan dengan raut wajah khawatir.
Melihat pria tak berdaya itu berdarah dan wajahnya bengkak seperti babi, ada sesuatu yang mengganjal di hati Sheilla. Orang-orang Sean telah memukulinya dengan sangat parah. Bagaimana mereka bisa begitu kejam?
"Aku tahu.. Terima kasih telah menyelamatkanku." Pria itu bergumam. "Aku tidak melakukan hal-hal buruk dengan sengaja. Itu bukan pilihanku, kau tahu. Tapi aku sudah mendengar dan aku bersyukur atas kesempatan kedua. Kamu benar-benar malaikat yang cantik dan kamulah satu-satunya yang bersedia mempercayaiku." Pria itu berkata sembari tertatih-tatih ke depan sementara Sheilla secara sukarela menopang lengan pria itu.
"Tidak perlu berterima kasih padaku. Aku hanya berharap kamu bisa menghargai kesempatan ini. Kamu mungkin tidak akan seberuntung ini lain kali."
"Kamu baik sekali. Orang sepertimu tidak cocok berada di tempat seperti ini." Pria itu berkata pada Sheilla sembari menghela napas lega.
Jika Sheilla tidak campur tangan, pria tak berdaya itu pasti akan langsung terbunuh di tempat. Namun, tidak mungkin dia akan memberikan informasinya pada orang-orang Sean.
Pria tak berdaya itu diam-diam melirik Sheilla, mengamatinya. Sean telah setuju untuk melepaskannya saat Sheilla memintanya.
'Apakah ada sesuatu yang terjadi di antara Sean dan gadis cantik ini? Apakah dia seseorang yang spesial bagi Sean?.' Tanya pria itu dalam hatinya, lalu menyeringai tipis.
Siapa yang tahu bahwa seorang mafia kejam seperti Sean ternyata bisa memiliki kelemahan?
Kilatan jahat melintas di mata pria tak berdaya itu saat memikirkan itu. 'Ini kesalahan besar mu, Sean. Hari-hari kekalahan mu sudah dihitung dari sekarang.' Batin pria itu.
Sheilla tersenyum getir mendengar perkataan pria itu. Memang, tempat ini tidak cocok untuknya. Namun, ia tidak punya pilihan selain tinggal sampai dirinya bisa melunasi utangnya dan membebaskan dirinya dari Sean.
Sementara itu, Sean menyipitkan matanya ke arah pintu, bertanya-tanya mengapa Sheilla begitu kekanak-kanakan dan naif.
"Beraninya Sheilla datang ke sini dengan penampilannya seperti anak kucing yang menyedihkan? Dan karena itu akhirnya aku mengizinkan penjahat itu dibebaskan karena aku tidak tega melihat kucing ku itu menangis!."
Sean mengira apa yang baru saja dilakukannya telah menempatkan Sheilla dalam posisi berbahaya. Jika penjahat itu menganggap Sheilla istimewa baginya, mereka akan berakhir menyakiti gadisnya.
Sean memberi isyarat kepada salah satu orang kepercayaannya untuk mendekat dan berbisik, "Ikuti mereka. Lindungi gadis ku jika itu perlu, tapi jangan biarkan dia melihatmu." Perintahnya.
"Ya, bos."
"Jika kau begitu khawatir, mengapa kau membiarkan gadis mu pergi bersama penjahat itu?." Tanya Diego, mengangkat alisnya ke atas.
Sean mendesah, menyisir rambutnya yang ditata dengan sempurna, sedikit mengacak-acaknya. "Aku hanya ingin menuruti permintaannya. Setidaknya selama aku bisa."
"Ya... tapi kita masih perlu mencari tahu apa yang diketahui pria itu tentang Zach."
"Kau pikir aku tidak tahu itu?." Sean melotot ke arah Diego. "Suruh seseorang menangkapnya lagi setelah Sheilla berpisah dengannya dan bawa pria itu ke markas lain agar Sheilla tidak melihatnya lagi."
Di luar klub, Sheilla merasa kasihan kepada pria itu. Dia telah dipukuli sampai babak belur, wajahnya bahkan seperti tidak dapat dikenali lagi.
Mengambil sepuluh ribu dolar yang diperolehnya hari itu, Sheilla mengambil setengahnya dan memberikannya kepada pria itu. "Ini... ambil ini dan mulailah hidup baru."
Pria itu tampak bersyukur, hampir membungkuk ke tanah, "terima kasih banyak, Nona. Aku berjanji akan mengubah kebiasaan buruk ku."
Sheilla tersenyum hangat sebagai tanggapan, tatapan matanya dipenuhi simpati, "Bagus... itu akan membuatku sangat bahagia." Kata Sheilla dan kemudian memanggil taksi untuk pria itu, melambaikan tangan padanya dengan gembira saat mobil itu melaju pergi.
Merasa puas karena telah melakukan perbuatan baik, Sheilla bergegas masuk ke klub dan kembali menjadi bartender.
Sheilla senang karena Sean telah melepaskan pria itu atas permintaannya sehingga dia akan bekerja lebih keras dan berbuat lebih baik untuk menyenangkannya.
**
Di kantornya, Sean mengerutkan alisnya ketika bawahannya melaporkan apa yang disaksikannya di luar.
"Apa katamu? Sheilla memberinya uang?"
"Ya, Bos." Pria itu menjawab dengan tenang. "Dia memberinya setengah dari uang yang dimilikinya."
Rasa jengkel menyerbu perasaan Sean dan pria itu mengepalkan tangannya. 'Bagaimana gadis ku bisa sebodoh itu?'
"Lacak dia dan periksa apa yang sedang dia lakukan sebelum menangkapnya lagi." Perintah Sean dengan segera.
Memikirkan tindakan Sheilla, Sean mendesah sembari memijat pangkal hidungnya.
Sheilla tidak tahu bahwa memberi uang kepada pecandu narkoba sama saja dengan membantu dan mendukung penyalahgunaan narkoba. Jika pria sialan itu tidak ingin berubah, dia akan menggunakan uang itu untuk membeli narkoba dan akhirnya melakukan lebih banyak kejahatan.
Sean menggelengkan kepalanya, berpikir bahwa Sheilla masih harus belajar banyak tentang dunia dan betapa kejamnya dunia ini. Namun, Sean tetap menyukai Sheilla yang seperti itu.
Sheilla perlahan-lahan menjadi cahaya di dunia Sean yang gelap.
Membayangkan Sheilla membuat senyum kecil mengembang di sudut bibir Sean. Melihat ke arah jam, Sean memutuskan untuk mengajak Sheilla pulang. Lagipula, ia tidak ingin menahan gadis itu di klub terlalu lama.
**
Berjalan menuruni tangga, Sheilla menuju ke konter dan memanggil Sheilla.
"Ayo pulang!."
Sheilla yang tengah asyik dengan pekerjaannya mendengar suara Sean dan mendongakkan kepalanya.
"Baiklah." Jawab Sheilla pelan dan mengikuti langkah Sean dari belakang.
***
Kembali ke mansion megah milik Sean Vincent Smilt, Sheilla dan Sean baru saja masuk ke kamar tidur utama ketika Sheilla mendengar suara Sean.
"Aku ingin hadiah lain, selain makan malam." Sean merendahkan suaranya, membuat jantung Sheilla berdebar kencang. "Bagaimana kamu akan berterima kasih padaku?"
Saat Sheilla menatap tatapan mata Sean yang gelap dan penuh nafsu, Sheilla tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa gugup. Meskipun begitu, Sheilla berusaha sebisa mungkin untuk tetap tenang.
Sheilla menelan salivanya, menjilat bibir bawahnya, dan dia tidak melewatkan melihat cara tatapan mata Sean saat menelusuri bibirnya, warna matanya berubah sedikit lebih gelap.
"Eh..." Sheilla terlalu malu untuk mengatakannya, jadi dia melangkah maju, menarik kemeja Sean dan menempelkan bibirnya ke tubuh pria itu dengan sukarela.
Bibir mereka tetap menempel satu sama lain untuk beberapa saat sampai Sheilla mulai menarik diri, tetapi Sean meraih bagian belakang kepala Sheilla, memperdalam ciuman, membuka paksa bibirnya dengan lidahnya dan mendorongnya ke dalam mulut.
Sheilla mencengkeram kemeja pria itu erat-erat dan berusaha membalasnya sebaik yang ia bisa.
Sean menariknya lebih dekat ke dirinya. Ia mengisap dan menggigit bibir manis Sheilla, mencicipinya. Bibir itu membuat Sheilla ketagihan, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menginginkannya lebih dalam.
Sekarang Sean sudah merasakan bibir manis Sheilla. Membuat Sean menginginkan lebih dari sekarang. Hasratnya meningkat saat dia merasakan hal itu meleleh dalam pelukannya dan bereaksi terhadap sentuhannya dengan getaran.
Sesuatu menyembul dari dalam celananya, seperti ingin meledak. Sean merasakan dorongan kuat untuk mengklaim Sheilla menjadi miliknya saat itu juga.
Pikiran jahat terlintas di benaknya. Mungkinkah Sean harus menghancurkan kepolosan Sheilla sekarang juga? Mengotori kepolosan gadis itu untuk selamanya.
Pada saat itu, Sean benar-benar berpikir untuk menyeret Sheilla ke dalam dunianya dan akan menjaga gadis itu di sisinya. Dia ingin menjadikan Sheilla miliknya. Tubuh dan jiwanya. Dan Sean menunjukkannya dengan cara saat dia mencium gadis polos itu.
Ganas dan dalam, namun penuh gairah.
Saat Sheilla hampir kehabisan napas, Sean berhenti, menjilati bibirnya, menikmati rasa manis dari mulut Sheilla. "Aku akan mengajakmu berbelanja gaun besok." Kata Sean dengan suara baritonnya yang dalam.
Dicium dengan penuh gairah untuk pertama kalinya, Sheilla merasa pusing dan terharu. Jantungnya berdebar kencang.
Sheilla bahkan tidak mendengar apa yang dikatakan Sean dan hanya memikirkan ciuman itu. Rasanya sangat nikmat dan sekarang dirinya merasa panas dan terganggu. Dia menginginkan hal yang lebih dari ciuman itu.
Menganggukkan kepalanya pada apa pun yang Sean katakan, tanpa sadar Sheilla mendorong dirinya lebih dalam ke pelukan Sean. "Cium aku lagi.."
Sebelum Sheilla menyadari apa yang baru saja dikatakan, Sean kembali melumat bibir gadis itu, melahap seluruh isi mulutnya.