NovelToon NovelToon
Mengandung Benih Presdir Dingin

Mengandung Benih Presdir Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Seiring Waktu / Romansa / Office Romance
Popularitas:28.9k
Nilai: 5
Nama Author: Senja

Alika tak pernah membayangkan hidupnya bisa berubah secepat ini. Semua berawal dari satu permintaan sepele saudari tirinya, yang menyuruh Alika pergi ke sebuah hotel.


Karena sebuah kekeliruan, Alika justru masuk ke kamar hotel yang salah dan menghabiskan malam dengan Sagara, sang CEO dingin dan arogan yang selama ini hanya dikenalnya dari jauh.


Apa yang terjadi malam itu seharusnya dilupakan. Tapi takdir berkata lain.



Saat Alika mengetahui dirinya hamil. Ia dihadapkan pada pilihan yang sulit, menyembunyikan semuanya demi harga diri, atau menghadapi kenyataan dengan kepala tegak.


Namun, yang paling mengejutkan, justru adalah keputusan Sagara. Pria yang katanya selama ini tak tersentuh, datang kembali ke dalam hidupnya, menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar tanggung jawab.


Cinta perlahan tumbuh di antara keduanya. Tapi mampukah cinta bertahan saat masa lalu terus menghantui dan realita kehidupan tak berpihak?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 16 Disuapi Oleh Sagara

Sagara berdiri di rooftop gedung rumah sakit, menatap kosong ke cakrawala sambil menghisap rokok. Ponselnya bergetar di dalam saku celana. Ia menghela napas malas sebelum akhirnya mengangkatnya.

“Ada apa, Kek?” tanya Sagara datar tanpa basa-basi.

“Kamu di mana?” suara tua itu terdengar dingin.

“Merokok.”

“Kenapa belum ke ruangan Alika?” tanya Kakek Hermawan, nadanya mulai meninggi. “Alika belum makan sejak pagi. Kamu tahu itu?”

Sagara mendengus. “Itu bukan urusanku. Dia yang keras kepala.”

“Kamu pikir kakek akan duduk diam melihat calon ibu dari cicitku kelaparan?!” bentak sang kakek. “Turun sekarang juga dan suapi dia makan. Kalau dia sampai kenapa-kenapa, kakek pastikan kamu akan melihat kakek masuk peti mati besok!”

Sagara menggertakkan gigi. “Kek, aku sibuk!”

“Sibuk? Bagus. Kalau begitu kakek akan pastikan seluruh saham Aditama Corp pindah tangan sore ini.”

Ancaman itu membuat Sagara diam seketika. Ia menatap rokok di tangannya, lalu melemparkannya ke lantai dan menginjaknya keras-keras.

“Baiklah. Aku kesana sekarang.”

“Bawakan makanan hangat. Dan jangan pakai wajah galak mu itu. Sekali lagi kamu membuat dia menangis, kakek buat kamu menyesal lahir ke dunia!”

Klik.

Telepon ditutup sepihak. Sagara menghela nafas panjang. Ia tahu, jika sudah begini, tak ada pilihan lain.

**

**

Tak lama setelah itu, pintu ruangan Alika kembali terbuka. Sosok yang paling tidak ingin Alika lihat saat ini, masuk dengan wajah dingin dan tatapan tajam yang menyiratkan amarah tertahan. Sagara, seperti biasa, membawa serta aura mencekam yang seolah bisa membuat udara di sekitarnya membeku.

Alika menelan ludah pelan. Jantungnya berdetak tak karuan melihat ekspresi pria itu.

Sagara berjalan masuk tanpa sepatah kata pun. Tubuh tegapnya melangkah dengan mantap, tapi jelas terlihat bahwa ia sedang berusaha keras menahan ledakan emosi.

Tadi, saat sedang bersantai di rooftop sambil menikmati rokok kesayangannya, telepon dari kakek Hermawan masuk. Suara tua itu terdengar biasa, tapi ancamannya?

Tetap saja bernada sama–kematian. Ancaman yang sudah seperti kalimat sehari-hari dan cukup membuat Sagara enggan membantah. Maka dari itu, ia berada di sini sekarang, meski hatinya tidak benar-benar ingin.

“Tuan,” lirih Alika pelan, nyaris tak terdengar.

Namun, bukannya membalas dengan sapaan hangat, Sagara malah menatap sinis dan menyeringai tipis.

“Apa tanganmu juga lumpuh setelah masuk rumah sakit?” tanyanya dengan nada menyindir yang tajam.

Alika mengerutkan kening, bingung dengan maksud ucapannya.

“Jangan pura-pura tidak tahu!” lanjut Sagara. “Apa kamu memang berniat tinggal di sini lebih lama dan sengaja ingin membuatku kerepotan? Kamu betah, hah?”

Nada bicara Sagara terdengar sangat menyebalkan di telinga Alika.

“Tentu saja saya tidak betah di sini! Kalau bukan karena paksaan kakek, saya sudah pergi sejak tadi!” jawab Alika dengan nada ketus.

Ia muak terus-terusan jadi sasaran kemarahan Sagara. Tak ada alasan baginya untuk terus diam dan menerima perlakuan semena-mena seperti ini.

Sagara menyipitkan mata, namun tidak membalas kata-kata Alika. Ia hanya mengembuskan napas keras, menahan emosi.

“Kalau begitu kenapa tidak mau makan? Apa kamu menunggu seseorang menyuapi kamu dulu baru bisa makan? Dasar merepotkan!” gerutu Sagara sambil meletakkan nampan berisi makanan di atas meja kecil dekat ranjang.

Kata-kata itu membuat Alika menunduk.

"Belum jadi suami aja udah galak begini. Apalagi kalau kami sampai menikah. Bisa-bisa aku mati karena serangan jantung,” batin Alika.

Sagara tak tahu harus berkata apa. Ia sadar ucapannya kasar, tapi itu satu-satunya cara yang ia tahu untuk menunjukkan kepedulian.

Emosinya terlalu rumit untuk diungkapkan dengan kata-kata lembut. Ia tahu Alika sedang melalui masa sulit, tapi ia sendiri belum siap menghadapinya.

Tanpa banyak bicara lagi, Sagara membuka penutup mangkuk bubur dan menyodorkan sendok ke arah Alika.

“Buka mulutmu,” perintahnya tegas.

Alika mengerucutkan bibir, menolak.

“Rasanya pahit,” rengeknya pelan.

“Aku bilang buka mulutmu, Alika!” bentak Sagara tak sabar.

Alika mendengus. Hatinya mendidih karena lagi-lagi Sagara membentaknya. Ia menepis tangan Sagara dan mengambil sendok dari genggamannya.

“Berikan sendoknya. Saya bisa makan sendiri!” sahutnya ketus.

Sagara menghela napas panjang, lalu menunduk sedikit, berusaha bersabar. Tapi ucapannya yang berikutnya malah seperti menancap tajam ke dalam dada Alika.

“Berhenti bersikap keras kepala! Karena bagaimanapun juga, bayi yang kamu kandung adalah bayiku. Kalau sampai terjadi sesuatu padanya, aku tidak akan memaafkan kamu!”

Alika terdiam. Kata-kata itu membuat hatinya tercekat. Matanya mulai memanas, tapi ia menunduk, menyembunyikan air yang mulai menggenang di pelupuk.

Jadi, hanya bayi itu yang berarti. Hanya itu alasan pria ini peduli padanya.

“Dan satu lagi,” lanjut Sagara tajam. “Pernikahan kita ini hanya karena bayi. Jadi jangan besar kepala. Jangan berharap lebih.”

Alika tersenyum kecut. Ia sudah menduga. Tapi tetap saja, mendengarnya langsung dari mulut Sagara membuat hatinya remuk. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan sesak di dada.

“Tidak apa-apa, Alika,” batinnya lirih. “Kamu cuma perlu melahirkan bayi ini. Setelah itu kamu bisa pergi jauh. Hidupmu akan kembali milikmu sendiri. Dia tidak akan mencarimu lagi. Bukankah begitu lebih baik?”

Alika menyuapkan sesendok bubur ke mulutnya dengan gerakan lambat. Rasanya tetap pahit, bukan karena makanannya, tapi karena semua ini terasa begitu hampa.

Sejak dulu, tidak pernah ada yang benar-benar tulus mencintainya. Sekalinya ada, keluarganya tidak menyetujui hubungan mereka.

1
Sari Mut
lee keren
Sari Mut
bagus Alika..km hrus tegas dan kuat
Sari Mut
nah tuan saga cemburu😆
Sari Mut
anakmu tuan saga.pingin dielus😂
Sari Mut
yaelah 100 rb😂🤣
Sari Mut
wah tuan sagara mulai bucin y😆
Sari Mut
wah.keren
Sari Mut
nah lho
Sari Mut
waduh ini gimana sih
Sari Mut
yaelah kakek mana nih
Sari Mut
saga jd kesel sama dia
Sari Mut
kakek pintar
Sari Mut
ah aku padamu kek..good job😍😍
Sari Mut
yaelah sagara
Sari Mut
ah lee keren.garcep
Sari Mut
moga awal kebahagian alika
Sari Mut
nah Alika hamil
Sari Mut
ealah mak lampir
Sari Mut
keisha jahat
Sari Mut
kasian Alika
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!