Seorang wanita bernama Tania dijodohkan dengan teman masa kecilnya bernama Ikrar Abraham. Mereka berdua sama - sama saling mencintai. Namun, mereka mulai terpisah saat Ikrar melanjutkan pendidikannya di luar negri.
Saudara tiri Tania yang menginginkan semua milik Tania termasuk Ikrar, lelaki yang dijodohkan Tania, berusaha memisahkan mereka berdua. Bahkan demi melancarkan niat jahatnya itu. Ia dan ibunya mengusir Tania dari Rumah besarnya.
Saat Ikrar kembali untuk menikahi Tania, ia sudah tidak mendapatkan Tania di rumah besar keluarga Tania. Demi perjodohan antar keluarga, Ikrar harus bertunangan dengan Belinda, saudara tiri Tania.
Sementara Tania kini hidup sebagai wanita miskin yang tidak punya apa - apa.
Untuk mendapatkan uang biaya hidupnya, ia harus bekerja apa saja bahkan ia rela mengubah penampilannya menjadi wanita culun saat mulai bekerja sebagai asisten Ikrar. Tidak sampai disitu saja, Ikrar bahkan sering menghina dirinya sebagai wanita bodoh, pengganggu dan wanita penggoda.
Apa yang sebenarnya terjadi pada Tania sampai ia harus menyembunyikan jati dirinya dari semua orang?
Apa yang akan dilakukan Ikrar saat ia tahu kalau wanita yang sering ia hina adalah wanita yang sangat ia cintai?
Simak yuk.
IG: @dewimutiawitular922
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Mutia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 16 Kau benar Tania?
Axel berjalan mendekati Tania yang tak pernah mengalihkan pandangannya dari Tania. Ia begitu terkejut melihat Tania yang ia anggap meninggal telah berdiri di hadapannya. Bagaimana bisa teman masa kecilnya yang pernah ia lihat makamnya bisa hidup kembali? Apa mereka berdua hanya mirip? Tidak mungkin mereka bisa sangat mirip.
Axel terus berjalan dengan langkah pelan menghampiri Tania, sedangkan Tania yang juga kaget melihat Axel yang tiba – tiba berdiri di hadapannya, hanya bisa diam kaku. Apa yang harus ia jelaskan pada teman masa kecilnya itu? Ia sudah membohongi Axel selama beberapa hari ini.
“Kau Tania, kan?” tanya Axel heran.
Tania terdiam sejenak, kemudian menjawab: “Iya.”
Ia tidak bisa lagi menyembunyikan identitasnya dari Axel. Dengan terpaksa ia harus mengatakan siapa dia sebenarnya pada Axel?
"Kau benar - benar Tania?" tanya Axel kembali yang masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Iya, aku Tania, Axel!" jawab Tania.
“Tania ... kau benar Tania?” tanya Axel dengan wajahnya yang sangat bahagia. Ia tersenyum lebar melihat Tania dihadapan matanya. Teman masa kecilnya ternyata masih hidup.
Seketika ia memeluk Tania disana dengan rasa bahagianya yang ia tunjukkan lewat senyum lebarnya.
“Ternyata kau masih hidup. Tania ... aku sangat merindukanmu. Aku pikir, aku tidak akan bisa melihatmu selamanya. Ternyata hari ini aku melihatmu sendiri berdiri di depanku!” kata Axel antusias yang terus memeluk tubuh Tania dengan erat.
Saat itu, Tania membalas pelukan Axel sambil tersenyum.
“Axel, aku juga senang saat aku tahu kalau kau adalah temanku. Waktu kita di kantor, aku senang bertemu denganmu. Aku minta maaf karena tidak memberitahumu kalau aku adalah Tania, temanmu dulu. Aku hanya ingin bekerja di Perusahaan Abraham dengan damai. Aku menghindari Tante Maya. Aku sungguh minta maaf!” jelas Tania panjang lebar di pelukan Axel.
Axel melepaskan pelukannya saat mendengar semua ucapan Tania. Sebenarnya, ia masih belum tahu kalau Tania yang bekerja di Perusahaan Abraham adalah Tania teman masa kecilnya. Ia datang ke Toko Bunga itu, karena mengikuti Tania yang tadi ia antar. Entah kenapa ia sangat penasaran dengan Tania sampai ia tidak bisa mengendalikan dirinya untuk mengikuti Tania? Hal itulah yang membawanya pada sebuah kebenaran tentang Tania.
Axel menatap Tania dengan heran, kemudian berkata: “Jadi, wanita berambut pendek, pakai kacamata tebal, yang aku antar tadi adalah kau?”
“Iya, itu aku. Aku minta maaf karena tidak bisa mengatakannya padamu!” jawab Tania.
“Astaga Tania. Pantas saja saat aku dekat denganmu aku selalu merasa kita sudah kenal sejak lama sampai aku nekat mengikutimu tadi. Aku tidak menyangka kalau wanita itu, kamu!” kata Axel.
“Sekali lagi aku minta maaf!” balas Tania.
“Lalu ... kenapa kau menyembunyikan identitasmu selama ini? Aku pikir kalau kau sudah meninggal. Apa alasanmu sebenarnya, Tania?” tanya Axel sambil mengerutkan keningnya menatap Tania.
Tania langsung memegang tangan Axel, kemudian menariknya ke arah sofa yang memang disediakan untuk tamu yang datang ke tokonya itu.
“Duduklah dulu. Aku ceritakan semuanya!” pinta Tania menyuruh Axel duduk di sana.
Axel pun duduk di sofa diikuti Tania yang duduk di depan Axel. Saat itu, wajah Axel masih bingung dan linglung. Ia terlihat bingung tentang apa yang mau di ceritakan Tania padanya.
Setelah mereka duduk, Tania mulai menceritakan semuanya pada Axel tentang Nyonya Maya yang mengusirnya dari Rumahnya sendiri, bahkan Tania mengatakan pada Axel kalau Nyonya Maya berusaha mengancamnya untuk tidak muncul dihadapan mereka.
“Jadi, kau begini karena bersembunyi dari mereka. Kejam sekali mereka!” kata Axel yang terlihat menundukkan kepalanya dengan marah mendengar semua cerita Tania. Axel kembali menatap Tania. “Tania, apa kau tidak bisa melawan mereka?”
Tania menghela nafasnya sambil menundukkan kepalanya sejenak, dan kembali menatap Axel.
“Seandainya aku punya kekuatan, aku pasti bisa merebut rumah peninggalan orang tuaku. Dan aku tidak tahu kenapa ayah bisa menyerahkan semua harta warisan pada istrinya. Semua warisan milik ayah dan ibuku atas nama Tante Maya. Aku tidak bisa apa – apa selain diam seperti orang bodoh, bahkan aku tidak bisa melanjutkan pendidikanku ke Universitas yang aku inginkan. Aku hanya bisa mengandalkan kemampuanku seadanya! Kau lihat sendiri, kan, aku bahkan tidak berani muncul di hadapan semua orang. Kalau aku muncul, keluarga yang merawatku selama ini akan kehilangan tempat tinggal dan juga Toko Bunga ini. Axel, aku hanya ingin hidup tenang. Itu saja. Aku tidak menginginkan apapun. Aku sudah bersyukur bisa memliki mereka yang menyayangiku,” ucap Tania yang seketika meneteskan air matanya di depan Axel.
Saat air matanya menetes, seketika juga ia menghapusnya agar tidak jatuh. Axel yang melihat Tania sedih dan menangis, langsung memegang tangan Tania, menenangkan perasaan sedih wanita yang ada di depannya itu.
“Kau pasti sudah sangat menderita selama ini, Tania. Seharusnya kau kembali dan menunjukkan dirimu di depan semua orang. Termasuk Kak Ikrar. Dia adalah orang yang dijodohkan denganmu sejak kecil. Kenapa kau menyembunyikan dirimu darinya?” kata Axel menatap Tania serius.
“Tidak Axel. Aku sudah bahagia seperti ini. Kalau aku menangis, itu karena aku mengingat perlakuan mereka. Dan kalau aku disuruh kembali lagi ke sana, ke rumah itu, aku tidak akan pernah mau. Aku lebih memilih hidup dengan orang asing yang menganggapku seperti keluarganya dari pada hidup menderita dengan orang yang menganggap dirinya ibu, tapi memperlakukanku seperti sampah. Aku sudah bahagia sekarang. Kau lihat, kan. Orang yang tadi adalah orang asing yang menganggap diriku sebagai adiknya sendiri. Aku tidak bisa menukarnya dengan cinta yang tidak jelas arahnya!” jelas Tania menatap Axel dengan serius.
“Apa maksudmu? Ikrar adalah tunanganmu, Tania. Kau harus muncul di hadapannya. Dia akan membantumu untuk mengambil kembali hakmu itu!” kata Axel.
“Aku tidak bisa merendahkan harga diriku, Axel!”
“Apa maksudmu?” tanya Axel bingung.
“Kak Ikrar sama sekali tidak peduli aku ada atau tidak. Dia sudah menganggap aku mati. Dia sudah sangat berubah. Bukan lagi pria yang kukenal selalu tersenyum, tapi pria yang bersikap dingin dan sombong. Apa kau tidak bisa melihat? Dia itu sudah bertunangan dengan Belinda. Kak Ikrar dan aku tidak punya hubungan apa – apa. Dia lebih memilih Bell. Kalau aku muncul, aku hanya membuat diriku semakin menderita. Aku tidak menginginkan itu!” jelas Tania.
Selama ini Tania memang berpikir kalau Ikrar sudah tidak menyukainya. Dan kenangan masa lalunya hanya dianggap sebagai sebuah masa lalu yang tidak penting bagi Ikrar. Pikiran itu mulai ada semenjak Ikrar pergi ke luar negri. Saat itu, komunikasi di antara mereka terputus, namun Tania masih menunggu kedatangan Ikrar. Semuanya itu adalah campur tangan dari Nyonya Maya.
Dan pikirannya tentang Ikrar yang sudah melupakannya semakin bertambah ketika Ikrar bertunangan dengan Belinda. Itu membuat Tania enggan menunjukkan dirinya pada Ikrar. Ia tidak mau mempermalukan harga dirinya.
Axel yang mendengar semua ucapan Tania membuat ia terdiam dengan banyak kata – kata yang tidak bisa ia ucapkan pada Tania.
“Jadi, Tania pikir kalau Kak Ikrar bertunangan dengan Belinda karena Kak Ikrar suka. Tidak bisa, aku tidak bisa mengatakan pada Tania kalau Kak Ikrar di tipu Tante Maya, apalagi aku tidak tahu perasaan Ikrar. Apa dia masih menyukai Tania atau tidak? Itu hanya akan membuat Tania semakin menderita! Akan lebih baik kalau Tania menganggap pikirannya benar tentang Ikrar!” dalam hati Axel.
Axel dan Ikrar memang tidak terlalu dekat, sedekat mereka bisa saling curhat, dan mengetahui isi hati masing – masing. Hal itu membuat Axel tidak berniat mengatakan kebenaran pada Ikrar dan Tania, apalagi sebenarnya ia juga sangat menyukai Tania sejak kecil.
Tania yang melihat Axel diam, melambaikan tangannya di depan Axel.
“Hai ... apa yang kau pikirkan?” tanya Tania.
“Apa?” Axel terlihat keget ketika Tania bertanya padanya.
“Aku bilang, apa yang kau pikirkan sampai kau diam sejak tadi? Aku bicara padamu tapi kau diam tidak menjawab?” tanya Tania kembali sambil mengerutkan keningnya menatap Axel.
“Ah ... tidak ada. Aku Cuma tidak tahu harus bilang apa kalau kau mengatakan semua itu. Kalau kau tidak mau muncul di depan Ikrar, itu terserah padamu. Aku menghargai keputusanmu itu, dan aku tidak akan katakan pada siapapun,” jawab Axel sambil tersenyum.
“Terima kasih, karena kau mengerti perasaanku. Setelah satu bulan, aku akan berhenti dan mencari pekerjaan lain!” jelas Tania dengan serius.
“Baiklah. Aku janji padamu, aku akan berusaha mencarikanmu pekerjaan baru nanti!”
“Terima kasih, tapi itu tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri kok!” balas Tania.
Axel menghela nafasnya menatap Tania, kemudian berkata: “Oke. Sesuai keinginanmu!”
Tania tiba - tiba teringat jika sejak tadi ia dan Axel ngobrol, namun ia tidak memberikan minuman pada Axel. Ia langsung berdiri dari sana, kemudian berkata: “Kau mau minum apa? Aku buatkan yang kau suka!”
“Tidak usah. Aku sebaiknya pulang. Nenek dan kakek pasti sudah mencariku sejak tadi. Mereka mau ke rumah bibi. Aku harus mengantar mereka ke sana!” kata Axel sambil berdiri dari tempat duduknya.
Sebenarnya Axel masih mau tinggal disana, masih mau melepas rindunya pada Tania, namun ia merasa tidak enak hati pada Tania kalau ia masih disana, apalagi kalau sampai ia bertemu dengan Galang yang terlihat tidak suka padanya.
Tania mengangguk. “Baiklah!”
“Aku pergi ya!” pamit Axel sambil tersenyum pada Tania.
“Iya, hati – hati dijalan. Sampai bertemu besok di kantor!” balas Tania.
Axel mengangguk membalas ucapan Tania, kemudian berjalan keluar meninggalkan Tania yang berdiri menatap kepergiannya itu.
.
.
Bersambung.
.