Alistair, seorang pemuda desa yang sederhana, mendapati dirinya dihantui oleh mimpi-mimpi aneh tentang pertempuran dan pengkhianatan. Tanpa disadarinya, ia adalah reinkarnasi dari seorang ksatria terhebat yang pernah ada, namun dikutuk karena dosa-dosa masa lalunya. Ketika kekuatan jahat bangkit kembali, Alistair harus menerima takdirnya dan menghadapi masa lalunya yang kelam. Dengan pedang di tangan dan jiwa yang terkoyak, ia akan berjuang untuk menebus dosa-dosa masa lalu dan menyelamatkan dunia dari kegelapan abadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhimas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Bayangan Mordath Merayap
Alistair, Lyra, dan Merlin kembali ke Silverwood dengan membawa Air Mata Dewa dan buku kuno yang penuh petunjuk penting. Baruk, yang setia menunggu di pinggiran Hutan Terlarang, menyambut mereka dengan senyum lega. Keempatnya tahu, waktu mereka semakin sempit.
"Kita harus segera menemui pemimpin Ordo Cahaya," kata Alistair, nadanya mendesak. "Kita perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi Mordath."
Mereka bergegas menuju kuil Ordo Cahaya, tempat Elara dan para penyihir lainnya sedang menunggu dengan cemas. Kedatangan mereka disambut dengan sukacita dan kelegaan.
"Kalian kembali!" seru Elara, matanya berbinar. "Kami khawatir kalian tidak akan selamat dari Hutan Terlarang."
"Kami berhasil," jawab Alistair, menunjukkan Air Mata Dewa dan buku kuno. "Kami memiliki apa yang kami butuhkan untuk menemukan Lightbringer dan mengalahkan Mordath."
Elara dan para penyihir lainnya mengamati buku kuno itu dengan penuh minat. Mereka membuka halaman-halamannya dan mulai membaca mantra dan petunjuk yang tertulis di dalamnya.
"Buku ini mengatakan bahwa Lightbringer tidak hanya sekadar pedang," kata Elara, suaranya penuh kekaguman. "Ia adalah kunci untuk membuka kekuatan cahaya yang tersembunyi di dalam diri kita masing-masing. Hanya orang yang memiliki hati yang murni dan tekad yang kuat yang dapat menggunakan kekuatan penuhnya."
"Bagaimana cara kita membuka kekuatan itu?" tanya Lyra.
"Buku ini mengatakan bahwa kita harus melakukan ritual kuno di tempat yang memiliki energi sihir yang kuat," jawab Elara. "Tempat itu adalah Mata Air Kehidupan, yang terletak di jantung Hutan Elven."
"Hutan Elven?" tanya Merlin, mengerutkan kening. "Itu adalah tempat yang berbahaya. Hutan itu dijaga oleh para elf yang sangat protektif."
"Kita tidak punya pilihan lain," kata Alistair. "Kita harus pergi ke Hutan Elven dan melakukan ritual itu. Jika kita ingin mengalahkan Mordath, kita harus membuka kekuatan penuh Lightbringer."
Para penyihir Ordo Cahaya setuju dengan Alistair. Mereka memutuskan untuk mempersiapkan perjalanan ke Hutan Elven. Mereka mengumpulkan perbekalan dan senjata mereka, dan mereka mempelajari mantra-mantra perlindungan untuk melindungi diri dari bahaya.
Sementara para penyihir sedang mempersiapkan diri, Alistair menyempatkan diri untuk berlatih dengan Lightbringer. Ia ingin menguasai pedang itu dan membuka potensi penuhnya.
Saat ia berlatih, ia merasakan kekuatan aneh mengalir melalui tubuhnya. Ia merasa seolah-olah ia terhubung dengan pedang itu pada tingkat yang lebih dalam.
"Lightbringer," bisik Alistair, membelai bilah pedang itu. "Aku akan menggunakanmu untuk mengalahkan Mordath dan menyelamatkan dunia."
Malam itu, Alistair bermimpi aneh. Dalam mimpinya, ia melihat seorang ksatria kuno yang mengenakan baju zirah yang bersinar. Ksatria itu memegang Lightbringer di tangannya dan bertempur melawan pasukan kegelapan.
"Siapa kamu?" tanya Alistair dalam mimpinya.
"Aku adalah ksatria cahaya," jawab ksatria itu. "Aku adalah orang yang menciptakan Lightbringer. Aku memberikannya kepadamu agar kamu dapat mengalahkan kegelapan."
"Bagaimana cara aku menggunakan Lightbringer dengan benar?" tanya Alistair.
"Kamu harus percaya pada dirimu sendiri," jawab ksatria itu. "Kamu harus memiliki hati yang murni dan tekad yang kuat. Jika kamu memiliki itu, kamu akan dapat membuka kekuatan penuh Lightbringer."
Ksatria itu menghilang, dan Alistair terbangun dari mimpinya. Ia merasa terinspirasi dan termotivasi. Ia tahu bahwa ia memiliki apa yang diperlukan untuk mengalahkan Mordath.
Keesokan harinya, Alistair, Lyra, Merlin, Baruk, dan para penyihir Ordo Cahaya memulai perjalanan mereka ke Hutan Elven. Mereka berjalan selama berhari-hari, melewati hutan-hutan dan pegunungan-pegunungan.
Saat mereka semakin dekat dengan Hutan Elven, mereka merasakan aura sihir yang kuat memancar dari tempat itu. Pepohonan di sekitar mereka menjadi lebih tinggi dan lebih lebat, dan udara dipenuhi dengan aroma bunga-bunga yang harum.
"Kita sudah dekat," kata Elara, matanya berbinar. "Kita bisa merasakan energi sihir Hutan Elven."
Mereka terus berjalan, hingga akhirnya mereka tiba di gerbang Hutan Elven. Gerbang itu dijaga oleh dua elf bersenjata lengkap. Para elf itu memiliki wajah yang tegas dan mata yang tajam.
"Siapa kalian?" tanya salah satu elf, nadanya dingin. "Kenapa kalian datang ke Hutan Elven?"
"Kami adalah para penyihir dari Ordo Cahaya," jawab Elara. "Kami datang untuk mencari bantuan para elf. Kami membutuhkan bantuan kalian untuk mengalahkan Mordath."
Para elf itu saling bertukar pandang. Mereka tampak ragu-ragu.
"Mordath adalah musuh yang berbahaya," kata salah satu elf. "Kami tidak ingin terlibat dalam pertempuran dengannya."
"Kami tahu Mordath berbahaya," kata Alistair. "Tapi, jika kita tidak menghentikannya, dia akan menghancurkan seluruh dunia. Kami membutuhkan bantuan kalian untuk mengalahkannya."
Para elf itu terdiam sejenak. Mereka tampak mempertimbangkan kata-kata Alistair.
"Baiklah," kata salah satu elf. "Kami akan membantu kalian. Tapi, kalian harus berjanji untuk tidak menyakiti siapa pun di Hutan Elven."
"Kami berjanji," kata Alistair.
Para elf itu membuka gerbang Hutan Elven. Alistair, Lyra, Merlin, Baruk, dan para penyihir Ordo Cahaya memasuki hutan itu.
Hutan Elven adalah tempat yang indah dan ajaib. Pepohonan di hutan itu sangat tinggi dan besar, dan dedaunannya berwarna hijau zamrud. Sungai-sungai yang mengalir di hutan itu sangat jernih dan bersih, dan airnya berkilauan seperti permata.
Para elf yang tinggal di hutan itu sangat ramah dan menyambut. Mereka menyambut Alistair dan teman-temannya dengan tangan terbuka.
"Selamat datang di Hutan Elven," kata seorang elf tua yang bijaksana. "Kami telah lama menunggu kedatangan kalian. Kami tahu bahwa kalian akan datang untuk meminta bantuan kami."
"Kami membutuhkan bantuan kalian untuk mengalahkan Mordath," kata Alistair. "Kami tahu bahwa kalian memiliki kekuatan yang dapat membantu kami."
"Kami akan membantu kalian," kata elf tua itu. "Tapi, kalian harus membuktikan diri terlebih dahulu. Kalian harus menunjukkan kepada kami bahwa kalian layak untuk mendapatkan bantuan kami."
"Apa yang harus kami lakukan?" tanya Lyra.
"Kalian harus melewati ujian kami," jawab elf tua itu. "Ujian itu akan menguji keberanian, kebijaksanaan, dan kekuatan kalian. Jika kalian berhasil melewati ujian itu, kami akan membantu kalian mengalahkan Mordath."
Alistair, Lyra, Merlin, Baruk, dan para penyihir Ordo Cahaya setuju untuk mengikuti ujian para elf. Mereka tahu bahwa ujian itu akan sulit, tetapi mereka siap untuk menghadapi apa pun.
Para elf membawa mereka ke sebuah tempat yang disebut Hutan Ujian. Hutan itu adalah tempat yang penuh dengan bahaya dan rintangan.
"Di hutan ini, kalian akan menghadapi ujian yang akan menguji keberanian, kebijaksanaan, dan kekuatan kalian," kata elf tua itu. "Jika kalian berhasil melewati ujian ini, kalian akan layak untuk mendapatkan bantuan kami."
Alistair, Lyra, Merlin, Baruk, dan para penyihir Ordo Cahaya memasuki Hutan Ujian. Mereka tahu bahwa mereka harus berhati-hati dan waspada. Mereka tidak tahu apa yang menanti mereka di dalam hutan itu.
Sementara itu, di tempat yang jauh, Mordath merasakan kedatangan Alistair dan teman-temannya di Hutan Elven. Ia marah dan geram.
"Mereka semakin dekat," gerutu Mordath. "Aku harus menghentikan mereka sebelum mereka mendapatkan kekuatan Lightbringer."
Mordath memanggil para pengikutnya dan memerintahkan mereka untuk menyerang Hutan Elven. Ia ingin menghancurkan hutan itu dan membunuh Alistair dan teman-temannya.
"Pergilah," perintah Mordath. "Hancurkan Hutan Elven dan bunuh semua orang yang ada di sana. Aku tidak ingin ada yang selamat."
Para pengikut Mordath pergi dan memulai perjalanan mereka menuju Hutan Elven. Mereka bertekad untuk memenuhi perintah Mordath dan menghancurkan semua yang ada di jalan mereka.
Bayangan Mordath merayap di atas dunia, mengancam untuk menelan segalanya dalam kegelapan abadi. Alistair dan teman-temannya harus bergegas. Waktu terus berjalan, dan nasib dunia tergantung pada keberhasilan mereka.