Elsheva selalu percaya keluarga adalah tempat paling aman.
Sampai malam itu, ketika ia menjadi saksi perselingkuhan terbesar ayahnya—dan tak seorang pun berdiri di pihaknya.
Pacar yang diharapkan jadi sandaran justru menusuk dari belakang.
Sahabat ikut mengkhianati.
Di tengah hidup yang runtuh, hadir seorang pria dewasa, anggota dewan berwajah karismatik, bersuara menenangkan… dan sudah beristri.
Janji perlindungan darinya berubah jadi ikatan yang tak pernah Elsheva bayangkan—nikah siri dalam bayang-bayang kekuasaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rindu
.
.
.
Suasana klinik yang biasanya rileks mendadak buyar ketika suara gaduh terdengar dari arah pintu utama klinik. Seorang pria tinggi jatuh tersungkur, darah merembes di sisi kemejanya. Wajahnya berantakan, napasnya tersengal dan bibirnya pucat.
"Ya ampun!" Els refleks berlari paling cepat ke arah pria itu, dia segera membantu memapahnya menuju sofa ruang tunggu. Jantung Els berdegup tak karuan, campuran adrenalin dan insting yang ia pelajari selama kuliah kedokteran. Di belakangnya, beberapa pria berbadan kekar yang jelas bodyguard datang menyusul, mencoba menariknya mundur.
"Dia terlukaa! Aku anak kedokteran, aku mau coba kasih pertolongan darurat untuk diaa. Kalau kelamaan dia akan keluar banyak darah, " terang Els dengan tegas. Entahlah, jiwa kedokterannya membuat dia merasa harus menolong pria itu,
"Biar kami yang mengurus boss kami, cepat panggil ambulans! " seru salah satu bodyguard tersebut, namun pria yang terluka mengangkat tangan menginterupsi untuk melarangnya.
"Biar dia menolongku, " potong pria itu. Ia mengangkat tangan memberi isyarat. Dia menatap Els sekilas lalu mengangguk.
Ketiga bodyguard itu mengangguk patuh seperti seekor anjing yang mendengarkan tuannya,
Els segera membaringkan pelan pria itu di sofa. Lalu Helza dan Bella yang sedari tadi membeku ketakutan, langsung meminta banyak kassa kepada resepsionis di klinik untuk menutupi luka di perut pria tersebut.
Pria itu—yang kini Els ingat samar-samar ternyata Samudera, lelaki yang pernah menolongnya di parkiran kampus. Ia menggertakkan gigi menahan sakit. Darah merembes dari sisi perutnya, membuat noda pekat di jas hitamnya.
“Tarik napas dalam,” bisik Els, suaranya lembut tapi pasti. Ia melepas jas pria itu perlahan, lalu merobek syal yang melingkari lehernya untuk mengikat pergelangan tangan Bastara yang tampak terkilir. Tangannya bergerak cepat, menekan sisi luka untuk menghentikan perdarahan.
Els menumpuk lapisan demi lapisan, memastikan tekanan pas agar darah tidak mengalir deras.
"Sudah beress. Ini hanya pertolongan pertama, kalian sudah panggil ambulans kan? Biar boss kalian segera mendapat perawatan intensif," tanya Els.
"Sudah, ambulans sedang dalam perjalanan." jawab bodyguard.
"Biarkan posisinya seperti ini sampai ambulans datang, agar lukanya tidak makin memburuk, " imbuh Els. Ia menghela napas sebelum beranjak menuju wastafel untuk membersihkan tangannya yang berlumuran darah. Lantas mengajak kedua temannya melenggang pergi keluar klinik kecantikan tersebut. Meninggalkan Samudera dengan tatapanya yang sulit diartikan.
Mereka berjalan menuju mobil masing-masing untuk pergi ke tempat tujuan masing-masing juga.
“Itu Kak Samudera bukan sii? “ pertanyaan itu dilontarkan Helza sebelum memasukki mobilnya. Dia sudah penasaran sejak di dalam tapi tak berani bertanya langsung.
“Iyaa," sahut Els enteng. Seolah kejadian tadi bukanlah hal yang besar.
“Dia kenapa yaa?” imbuh Helza lagi.
“Kalau di begal nggak deh kayaknya, dia dikawal banyak bodyguard kan itu. Harusnya tadi lo tanya beb dia kenapa?” Helza menoleh ke arah pintu, rasa penasaran membuatnya hampir saja kembali masuk ke klinik lagi kalau saja tidak ditahan tangannya oleh Els.
“Udahh, kita balik aja. Bukannya kalian juga liat gimana ekspresi kak Samudera tadi. Udahlah kita jangan ikut campur,” kata Els, menyalakan mobilnya dengan tenang. Kedua sahabatnya juga berpencar ke mobil masing-masing. meninggalkan tempat itu dengan segudang tanda tanya.
Raut wajah SAmudera tadi dengan saat menolong ELs tempo hari sangat berbeda. Els bahkan hampir tidak mengenalinya. Di dalam kabin mobilnya, Els menyalakan AC degan suhu paling rendah, mencoba menenangkan diri. Namun bayangan mata Samudera kembali menembus pikirannya, tatapan yang tajam, perintah singkat yang membuat para pengawalnya seketika tunduk, dan juga bekas luka di perutnya. Jelas itu bukan luka kecelakaan tapi luka sayatan yang cukup dalam.
Ia memijit pelipis, mencoba mengalihkan pikiran pada hal-hal ringan seperti obrolannya dengan teman-teman tadi di salon, rencana makan malam dengan Heksa—namun sia-sia. Sosok Samudera yang mendesis menahan sakit itu terus memenuhi kepalanya.
Lampu merah pertama Els lewati dengan pikiran yang masih belum tenang, padahal sebentar lagi ai akan bertemu Heksa, bagaimana bisa tak berhenti memikirkan Samudera yang misterius itu.
***
Usai Elsheva mengurus tugasnya ia bertolak menuju supermarket untuk berbelanja bahan makanan, terutama beberapa pack daging dan sayuran segar. Karena ada seseorang yang akan menginap di appartemennya malam ini. Orang yang cukup berperan dalam hidupnya selama tiga bulan terakhir. Suami dadakan yang seorang anggota Dewan termuda dalam jajaran kabinet.
Mobil aston martin vantage milik Els sudah terparkir manis di pinggiran jalan tidak jauh dari appartemennya, beberapa menit kemudian seorang pria muda yang berpakaian santai dengan celana pendek dan tshirt longsleeve polos berlogo adidas berwarna hitam menghampirinya.
" Heii,, udah lamaa? " Heksa memasuki mobil Elsheva dengan tersenyum sumringah,
" Yaa, about five minutes ago, yukk. " sahut Els riang, seraya memutar kunci mobilnya bersiap melaju.
Langit jingga mnemani perjalanan pulang mereka, sebelum sampai di appartmen Els mampir lagi ke mini market. Ia mencari camilan kesukaanya di sana.
Kini mereka sudah berada di dalam appart, Els dengan cekatan tengah memasukan belanjaannya tadi ke dalam kulkas. Dia mengambil beberapa pack daging dan sayur untuk siap ia eksekusi sebagai makan malam bersama pria kesayangannya.
"Lagi apa sayangg? Sibuk banget, hmm? " Heksa melingkarkan tangannya di pinggang ELs, padahal gadis itu sudah bersiap mengambil celemek.
" Aku mau bikin makan malam buat kita dong! Kamu kangen masakan aku kan?"
" Malam ini nggak perlu masak, kita pesen ajaa. Aku udah kangen beratt nggak ketemu kamu tiga harii sayang," ucapnya.
"Bentaran doang kelar kok, aku beresein makan malam terus mandi dulu. Okay?"
Heksa menggeleng, meletakan kembali celemek di tangan Els. "Masaknya besok pagi aja, yaa?"
" Okkk, aku nggak perlu masak berarti nii? "
" Nggak usahh, aku makan kamu dulu ajaaa, " Heksa mengangkat tubuh Els dengan sekali hentak ke atas meja dapur, ia mulai dari meraih bibirnya tidak sabar. Kecupan bertubi-tubi itu turun ke rahang hingga lehernya. Kalau sudah seperti itu Els akan mulai kewalahan.
Dengan lincah ia mengimbangi gerakan pria itu, tangannya sudah melingkar di leher Heksa dengan kedua kaki yang melingkar erat pada pinggangnya. Bisa ELs rasakan punggung bagian bawahnya diremas dan ditekan dengan lembut. Desahan lirih lolos dari mulutnya.
Ciuman mereka makin panas, lidah mereka saling membelit hingga sesekali menimbulkan suara khasnya, begitu juga tangan Heksa yang sudah melepas kaos gadis itu dan melemparnya entah kemana. Bibirnya mulai bergerilya menyusuri tiap lekuk tubuh padat ELs yang sudah sangat ia rindukan. Ia hirup dalam-dalam harum aroma vanilla yang sangat ia sukai dari sabun mandi yang digunakan Els, mungkin aroma itu banyak yang memakainya tapi rasanya beda untuk Heksa saat ia hirup aroma itu dari tubuh gadisnya.
.
.
.
semangat kakak 🤗🤗