"Sejak kamu datang... aku tidak bisa tidur tanpa mencium bau tubuhmu."
Yuna, dokter 26 tahun yang belum pernah merasakan cinta, mendadak terlempar ke dunia asing bernama Beastia—tempat makhluk setengah binatang hidup.
Di sana, ia dianggap sebagai jiwa suci karena tak bisa berubah wujud, dan dijodohkan dengan Ravahn, kepala suku harimau yang dingin dan kejam.
Misinya sederhana: temukan cinta sejati, atau terjebak selamanya.
Tapi siapa sangka... pria buas itu justru kecanduan aroma tubuhnya.
Temukan semua jawabannya hanya disini 👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 :Niatnya Mandi, Ending-nya Ribut
Yuna menatap meja makan dengan sedikit terkejut. Makanan telah tertata rapi, lengkap dengan peralatan makan yang terbuat dari tanah liat. Semuanya terlihat sangat sederhana, khas kehidupan suku harimau.
Hidangan yang tersaji pun tak jauh dari kesan sederhana. Hanya tumis sayur dan daging panggang.
Namun Yuna terdiam sesaat saat melihat tumis sayur di atas meja. Matanya membulat heran.
"Kalian makan sayur juga?" tanyanya penasaran.
"Iya," jawab Lira singkat sambil tersenyum.
"Bukannya harimau tidak suka makan sayur?" bisik Yuna pelan, masih belum percaya.
Lira tersenyum lembut. "Sayur itu penting untuk menjaga perut agar tetap nyaman."
Yuna mengerutkan kening. "Maksudmu... untuk melancarkan pencernaan?"
"Aku tidak terlalu mengerti bahasa yang kau pakai, tapi mungkin maksudmu begitu," balas Lira tenang.
Yuna mengangguk pelan, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar meja. Ia baru sadar, Nolan tak tampak di sana.
"Di mana Nolan?" tanyanya.
"Kakakku belum bisa ikut makan bersama. Ia masih harus berbaring sampai lukanya sembuh," jelas Lira lembut.
Yuna menoleh cepat, wajahnya tampak serius. "Dia terluka di dada juga?"
"Iya. Luka di dadanya lumayan parah."
Yuna menatap Lira tak percaya. "Kenapa kamu tidak memberitahuku?"
Tanpa menunggu jawaban, Yuna segera berdiri dari duduknya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Lira bingung.
"Mengobati kakakmu," jawab Yuna singkat lalu melangkah cepat menuju kamar Nolan.
Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Yuna langsung masuk ke dalam. Saat itu, Nolan baru saja membuka pakaiannya. Dada bidangnya yang penuh luka terlihat jelas.
Dalam hati Yuna bergumam, "Pantas saja, tadi pagi dia pakai baju."
Pejantan dari suku harimau memang jarang memakai pakaian bagian atas, tapi pagi tadi Nolan tampak mengenakannya.
"Kenapa kamu masuk?" tanya Nolan sambil hendak mengenakan kembali pakaiannya.
"Aku datang untuk mengobati mu," ujar Yuna pelan. Ia lalu duduk di tepi ranjang kayu milik Nolan.
"Kenapa kamu tidak bilang kalau ada luka di dadamu?" gerutu Yuna sambil mengambil kotak obat yang ia letakkan di bawah ranjang.
"Apa Lira tidak memberitahumu?"
Yuna terdiam sejenak. Ia baru ingat bahwa Lira memang sempat mengatakannya, hanya saja ia yang lupa.
"dia sudah memberitahu ku,hanya saja aku yang lupa," ucap Yuna jujur dengan suara pelan.
Nolan terkekeh pelan. Bagi Nolan, Yuna punya sisi lucu meskipun tidak sedang berusaha melucu.
"Coba ku lihat lukanya," ucap Yuna.
Nolan membuka kembali pakaiannya perlahan. Terlihat luka cukup panjang melintang di bagian dada. Yuna menghela napas pelan.
"Aku perban saja, ya?"
Nolan mengangguk pelan.
Yuna mulai bekerja. Ia membersihkan luka itu perlahan, lalu membalutnya dengan perban putih yang steril.
"Sudah selesai. Kamu bisa pakai bajumu lagi," ucap Yuna sambil membereskan kembali kotak obatnya.
"Terima kasih sudah merawat ku."
Yuna tersenyum lembut. "Itu sudah menjadi kewajibanku. Aku tidak tahan melihat orang terluka," ujarnya pelan.
"Kamu minum ini setelah makan, ya," kata Yuna sambil menyerahkan sebutir pil pada Nolan.
"Obat ini untuk diminum. Bisa membantu meredakan rasa nyeri di bagian tubuh yang sakit," jelas Yuna, nadanya berubah lebih profesional seperti seorang dokter pada umumnya.
Nolan menerima obat itu, menatapnya sejenak. "Aku belum pernah melihat obat seperti ini sebelumnya. Tapi aku akan tetap meminumnya."
Yuna tersenyum. Ia senang karena Nolan tidak banyak bertanya dan mempercayainya sepenuhnya.
******
Yuna pergi mandi setelah selesai sarapan. Kali ini ia tidak ditemani Lira. Betina itu sedang menjaga Nolan di rumah karena Yuna tak mengizinkan Nolan ditinggal sendirian.
Saat berjalan menuju sungai, langkahnya terhenti. Di tengah jalan, ia kembali berpapasan dengan orang yang paling tidak ingin ia temui pagi-pagi begini,Ravahn, si ketua suku yang menyebalkan.
Yuna langsung mencoba menghindar, pura-pura tidak melihat, tapi tetap saja pria itu meliriknya.
"Mau ke mana kamu? Kabur lagi?" suara Ravahn terdengar datar, namun cukup lantang untuk memancing reaksi. Ia tidak menyentuh Yuna, tidak menghalangi jalannya, tapi kata-katanya cukup untuk menghentikan langkah Yuna.
Yuna mendengus pelan, menahan jengkel. "Kamu itu ketua suku, tapi hobinya ngurusin hidup orang. Nggak punya kerjaan, ya?"sarkas Yuna.
Ravahn tetap berdiri tenang, ekspresinya santai. "Tidak perlu khawatir. Pekerjaanku sudah kulakukan dengan baik."
Tatapan Yuna semakin tajam. "Aku mau ke sungai. Jangan halangi jalanku."perintah Yuna tanpa sadar.
"Siapa yang menghalangi? Perhatikan dulu sebelum bicara," balas Ravahn dengan nada datar.
Yuna baru sadar, Ravahn memang tidak berdiri di jalurnya.
Yuna menatap geram."Sial banget sih ketemu orang ini pagi pagi" gerutunya dalam hati sambil berbalik, hendak melanjutkan perjalanan.
Namun, suara Ravahn kembali terdengar. "Sudah kalah, jadi mau kabur?"
Langkah Yuna terhenti. Ia menoleh cepat. "Siapa yang kabur? Dari awal aku memang nggak niat cari keributan. Tapi kamu, dengan sikap menyebalkan mu itu, bikin aku jengkel setengah mati!"marah Yuna emosi.
Ravahn melangkah perlahan mendekat. "Aku juga tidak sedang ingin ribut. Tapi melihatmu membuatku kesal juga."
Yuna menyilangkan tangan di dada, menatap Ravahn tak suka. "Kalau begitu, jangan dilihat,gampang kan?"ujar Yuna santai.
"Tapi kamu berdiri di depanku. bagaimana caranya aku tidak melihatmu?" balas Ravahn, nadanya terdengar geli. Ia tahu betul, kalimat itu akan semakin membuat Yuna kesal.
"Ribet banget sih ni orang" gumam Yuna geram.
Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalanya. Senyuman manis, yang terlalu mencurigakan untuk disebut tulus, muncul di bibirnya.
"Kamu itu benar-benar ketua suku paling nyebelin!" ucap Yuna dengan nada ditekan, lalu tanpa aba-aba, ia menginjak kaki Ravahn sekuat tenaga dan bersiap kabur.
Namun sebelum ia berhasil lari, tangan Ravahn sudah lebih dulu menangkap lengannya.
"Mau kabur setelah menginjak kakiku?" ucap Ravahn dengan suara sarkastik.
Yuna memandang heran. "Kok kamu nggak kesakitan?"tanya nya bingung.
Ravahn tersenyum meremehkan. "Injakan kakimu tidak lebih sakit dari gigitan semut.Sama sekali tidak terasa."jawab Ravahn bangga.
Yuna mengerang pelan dalam hati. "Sombong banget"
"Lepasin! Aku mau mandi," desaknya sambil mencoba menarik tangannya.
"Kamu kan kuat. Kenapa nggak coba lepasin sendiri?" tantang Ravahn dengan ekspresi menyebalkan yang sukses membuat Yuna makin kesal.
"Oke!" Yuna langsung beraksi. Ia menarik tangannya, berputar, bahkan mencoba mendorong, tapi kekuatan Ravahn terlalu besar. Ia bahkan tidak bergeser sedikit pun.
"Ugh!" Yuna mulai kehabisan akal.
"Sudah menyerah?" tanya Ravahn santai, masih menatapnya dari atas.
Yuna mengerutkan alis. "Kamu itu pejantan, tentu saja kekuatanmu tidak sebanding denganku. Tapi bangga kah kamu menahan betina lemah seperti aku? Nggak malu dilihat orang-orang?"ujar Yuna mulai bersikap menyedihkan.
Ravahn mengangkat alis, lalu tertawa singkat. "Sudah tahu nggak bisa menang, sekarang main provokasi, ya?"tebak Ravahn sudah bisa membaca rencana Yuna.
Yuna terdiam sesaat. Dalam hati ia mendesis. "Kok dia tahu sih..."sebal yuna.
"Udahlah... aku mau mandi. Lepasin," ucapnya akhirnya, menyerah dengan malas.
Ravahn akhirnya melepaskan tangannya perlahan. "Silakan pergi," katanya singkat, seolah memberi izin dengan angkuh.
Yuna menatapnya tajam, lalu berjalan cepat meninggalkan pria itu tanpa menoleh.
Di belakangnya, Ravahn masih berdiri, tatapannya mengikuti punggung Yuna yang menjauh. Senyum tipis terulas di wajahnya.
"Betina... itu semakin menarik saja."
Matanya mengikuti langkah Yuna yang perlahan menjauh, tapi pikirannya justru semakin mendekat.
*
Double update pagi nih, guys! 😘
Soalnya author lagi semangat banget setelah dapat suntikan semangat dari komentar kakak Musdalifa Ifa. Makasih banyak ya, kak! Berkat kakak, author jadi semangat dan langsung double update, hehe.🤭
Makasih juga buat yang udah like setiap bab yang author tulis. Seneng banget deh rasanya! 🥹❤️
Dukungan kalian itu berarti banget buat author. 🫶✨
Nah, kalau kalian pengin author terus semangat dan rajin update double chapter, jangan pelit buat kasih like, komentar, dan ulasan ya...Biar semangat author makin membara! 🔥
Sampai jumpa di bab selanjutnya 🥰❤️