follow IG Othor @ersa_eysresa
Di usia 30, Aruni dicap "perawan tua" di desanya, karena belum menemukan tambatan hati yang tepat. Terjebak dalam tekanan keluarga, ia akhirnya menerima perjodohan dengan Ahmad, seorang petani berusia 35 tahun.
Namun, harapan pernikahan itu kandas di tengah jalan karena penolakan calon ibu mertua Aruni setelah mengetahui usia Aruni. Dia khawatir akan momongan.
Patah hati, Aruni membuatnya menenangkan diri ke rumah tantenya di Jakarta. Di kereta, takdir mempertemukannya dengan seorang pria asing yang sama sekali tidak dia kenal.
Apakah yang terjadi selanjunya?
Baca kisah ini sampai selesai ya untuk tau perjalanan kisah Aruni menemukan jodohnya.
Checkidot.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Sejak makan malam atau bisa di bilang kencan pertama yang diakhiri pengakuan tulus Rico, hati Aruni diselimuti berbagai perasaan. Benih kebahagiaan memang mulai tumbuh, tapi bayangan masa lalu dan trauma penolakan masih sesekali membayang. Rico memberinya waktu, jeda yang sebenarnya Aruni butuhkan, namun sekaligus terasa begitu panjang.
Aruni mulai melakukan ikhtiarnya. Setiap malam, setelah shalat Isya, ia mengambil air wudu kembali. Di atas sajadah, dalam heningnya kamar, Aruni memohon petunjuk. Ia memohon agar Allah membimbingnya, menunjukkan apakah Rico adalah jawaban atas doanya selama ini, ataukah ia harus mencari jalan lain.
Air mata seringkali membasahi pipinya saat ia memohon dengan sungguh-sungguh, menceritakan semua keraguan dan ketakutannya kepada Sang Pencipta. Berhari-hari ia terus berdoa, namun jawaban yang gamblang tak kunjung datang. Hatinya masih terasa bimbang, bercampur dengan sedikit kegelisahan.
Kegelisahan itu semakin menjadi-jadi karena Rico tak lagi terlihat. Sejak kencan pertama mereka, Rico seolah menghilang ditelan bumi. Teleponnya tidak berdering, dan pesan-pesan yang biasa masuk dari Rico pun tak ada lagi. Aruni mencoba memeriksa aktivitas media sosial Rico, namun juga tidak ada pembaruan. Ruang tamu Om Amar dan Tante Dina yang biasanya ramai dengan kehadiran Rico di akhir pekan, kini terasa sepi.
"Kemana dia pergi kenapa dia menghilang begitu saja? tanpa kabar, tanpa kata. Apa dia cuma mau main-main denganku? " tanyanya salam hati.
Sebuah rasa aneh mulai dirasakan Aruni. Bukan rindu yang menggebu, tapi sebuah ketidaknyamanan, sebuah kekosongan yang tidak ia duga akan muncul. Ia terbiasa dengan kehadiran Rico, dengan obrolan-obrolan mereka, dan dengan perhatian-perhatian kecil yang diberikan Rico. Kini, ketiadaan itu menciptakan lubang di hatinya. Apakah ini yang dinamakan rindu? Ataukah hanya kebiasaan semata?
"Tante, Rico kok sudah lama tidak main ke sini ya?" Aruni akhirnya memberanikan diri bertanya pada Tante Dina suatu sore, saat mereka sedang menyiapkan makan malam. Ia berusaha membuat nada bicaranya sesantai mungkin, seolah itu pertanyaan biasa.
Tante Dina yang sedang memotong sayuran tersenyum tipis, seolah tahu apa yang sebenarnya ingin Aruni tanyakan.
"Oh, Rico? Iya, Run, apa dia tidak memberitahumu. Dia sedang ada urusan pekerjaan di luar negeri."
Jantung Aruni sedikit terkejut. "Luar negeri? Ke mana, Tante?"
"Ke Belanda, Nak. Katanya ada proyek besar di sana," jawab Tante Dina sambil menoleh sekilas ke arah Aruni. "Sudah hampir seminggu dia di sana. San entah kapan dia pulang. Semoga aja nggak kecantol cewek Belanda, ya. " Tante Dina malah mengompori.
Aruni mengangguk pelan, rasa campur aduk meliputi hatinya. Lega karena tahu Rico tidak menghilang begitu saja, tapi juga sedikit kecewa karena ia tidak tahu. Belum lagi kata-kata tante Dina yang sedikit menyebalkan.
"Oh, begitu. Aku kira kenapa..."
"Kenapa, Kamu mencarinya ya?" goda Tante Dina sambil tersenyum geli.
Pipi Aruni sedikit merona. "Enggak kok, Tante. Cuma penasaran aja, kan biasanya dia sering main ke sini."
Tante Dina tertawa kecil. "Rico itu memang begitu, Run. Kalau sudah fokus kerja, kadang lupa sama sekelilingnya. Tapi dia tidak pernah lupa kok sama orang-orang penting di hidupnya." Tante Dina sengaja memberikan penekanan pada "orang-orang penting", membuat Aruni semakin salah tingkah.
Meskipun awalnya Aruni merasa malu untuk bertanya pada Om Amar atau Tante Dina, tapi tetap saja dia menanyakannya. Walau merasa sedikit tabu karena seorang perempuan yang menanyakan laki-laki secara terang-terangan tentang keberadaannya. Dan setelah dia tau, dIa hanya bisa menyimpan kegelisahan itu dalam hati.
Di tengah kegalauan itulah, Aruni masih terus memejamkan mata dalam setiap sujudnya, memohon agar Tuhan memberikan jawaban atas apa yang ia ikhtiarkan, sekaligus menenangkan hati yang kini mulai bertanya-tanya tentang kehadiran Rico.
Di sisi lain, Rico sebenarnya tidak menghilang tanpa jejak. Jauh dari Jakarta, ia sedang dalam kunjungan kerja ke luar negeri, tepatnya di Belanda, negara nenek moyangnya. Proyek besar yang ia tangani mengharuskannya berada di sana selama kurang lebih satu bulan. Meskipun jarak membentang ribuan kilometer, pikiran Rico tak pernah lepas dari Aruni.
Setiap hari, Rico selalu menghubungi Tante Dina yang menjadi CCTV-nya.
"Assalamu'alaikum, Tante. Bagaimana kabar di sana?" suara Rico terdengar melalui panggilan video. Wajahnya yang sedikit kelelahan tampak di layar ponsel Tante Dina.
"Waalaikumsalam, Rico. Alhamdulillah baik. Kamu bagaimana, Ric? Sudah betah di sana?"
"Ya, lumayan, Din. Tapi sudah kangen makanan Indonesia," Rico terkekeh. "Oh ya, Tante, bagaimana kabar Aruni? Dia baik-baik saja kan?"
Tante Dina tersenyum, mengerti maksud di balik pertanyaan itu. "Aruni baik-baik saja, Ric. Dia sekarang sibuk mengajar di sekolah. Dia memang rajin sekali."
"Syukurlah kalau begitu," Rico menghela napas lega.
"Dia terlihat murung di foto yang kamu kirim kemarin."
"Iya, Dia mulai nanyain kamu kemarin. Dan sedikit murung saat tau kamu ternyata ada di kuar negeri." jawab Tante Dina. "Kamu tenang saja di sana. Fokus saja pada pekerjaanmu."
Rico mengangguk. "Oh, jadi seperti itu. Tolong jangan sampai Aruni tahu ya kalau saya sering menanyakan dia. Saya tidak mau dia merasa terbebani."
"Iya, aku ngerti, tenang aja." Tante Dina tertawa kecil.
Melalui kiriman-kiriman foto dan video dari Dina, Rico bisa memantau Aruni. Ia melihat Aruni kembali bersemangat mengajar di sekolah, tertawa bersama murid-muridnya, dan menikmati waktu luang di rumah Omnya. Ia juga tahu Aruni tetap menjaga jarak setelah pengakuannya, dan hal itu membuatnya lega. Rico tidak ingin Aruni merasa tertekan atau terburu-buru mengambil keputusan.
Setiap malam, setelah selesai dengan pekerjaannya, Rico akan membalas pesan Dina maupun Amar, menanyakan lebih detail tentang apa yang dilakukan Aruni selama ia pergi.
"Aruni tadi makan sama apa?"
"Apakah dia terlihat lelah?"
"Apakah dia sudah tersenyum hari ini?"
Pertanyaan-pertanyaan kecil itu menunjukkan betapa Rico memedulikan Aruni, bahkan dari jarak jauh. Ia sabar menunggu waktu yang tepat untuk kembali, saat ia yakin Aruni sudah benar-benar siap membuka hatinya.
Sementara Aruni terus bergulat dengan kegalauan dan penantian akan sebuah jawaban Ilahi. Dan rasa yang sedikit menggelitik di hatinya saat tidak mendapati kehadiran Rico di rumah tantenya ataupun kabar di ponselnya.
Rico, di belahan bumi lain, diam-diam menyiapkan langkah selanjutnya, menyimpan kerinduan di balik setiap pesan singkat yang tidak dia kirimkan.
Apakah penantian Aruni akan berujung pada kejelasan yang ia harapkan, dan bagaimana takdir akan mempertemukan kembali dua hati yang terpisah jarak dan waktu ini dalam sebuah takdir yang tak terduga?