Rania Zakiyah, gadis berumur 21 tahun yang terpaksa nikah dengan laki-laki yang tidak dikenalnya. Akankah pernikahan mereka berlanjut atau harus berpisah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Bel, kok beberapa hari ini mama ga ada lihat Rafa kesini? Kalian ga lagi berantem kan?" tanya Mama Kinan sambil menyiapkan sarapan di meja makan.
"Ehm.. Gak Ma. Kebetulan kami berdua lagi sibuk aja" ucap Bella bohong. Arlo keluar dari kamarnya dan langsung bergabung di meja makan. Hany Anin saja yang tidak ada di rumah ini.
"Jangan sampai pisah loh, Bel. Mama sudah suka sama Rafa. Meskipun berasal dari keluarga yang broken home tapi Rafa anak yang baik dan bertanggung-jawab" Mama Kinan menaruh kopi panas di depan Papa Abian.
"Selamat pagi, Ma.. Pa" sapa Arlo dan langsung duduk di samping Bella. Arlo mengambil sepotong roti dan mengoleskan dengan selai kesukaannya yaitu selai strawberry.
"Jodoh sudah ada yang ngatur, Ma." Arlo ikut bebicara sambil menggigit rotinya.
"Ini lagi, penghasut. Kamu mau sampai kapan lajang, Arlo? Kamu ga ingat sebentar lagi sudah mau kepala tiga puluh? Kapan Mama sama Papa menimang cucu kalau kalian ga ada yang nikah?" gantian Arlo yang dapat ceramah Mama Kinan. Papa Abian hanya mengangguk setuju dengan apa yang dibilang oleh istrinya. Arlo terlalu sibuk mengejar karir sehingga lupa dengan namanya pernikahan.
"Santai lah, Ma. Kalau jodoh pasti ketemu"
"Santai-santai. Kalau ga dicari ya ga bakal ketemu, Arlo. Kamu ga belok kan?" Mama Kinan memicingkan matanya tanda mencurigai sesuatu. Arlo terbatuk mendengar tuduhan mamanya.
"Astaga, Ma. Arlo ini pria tulen. Mau Arlo buktikan sekarang juga? Tapi Mama jangan kaget ya kalau dapat menantu yang ga sesuai dengan spesifikasi Mama"
Mama Kinan memukul kepala Arlo dengan sendok nasi. Bisa-bisanya Arlo berbicara seperti itu. Mama Kinan jadi gemas sendiri melihat kelakuan Anak sulungnya.
***
Sudah tiga hari, Dania serta Mama Riana berada di Indonesia. Mama Riana masih maju mundur untuk ketemu Rafa meskipun sudah tahu dimana kantor Rafa.
"Kapan kita akan ketemu Kak Rafa, Ma?" tanya Dania yang sudah tidak sabar. Niat mereka kembali ke Indonesia kan untuk ketemu kakaknya tapi sudah tiga hari, Mamanya belum juga meenemui anaknya.
"Ntar ya, Dania. Secepatnya kita akan ketemu Kak Rafa" ujar Mama Riana. Dania hanya bisa mengangguk, mungkin mamanya masih butuh waktu. Rasa bersalah telah meninggalkan anaknya sepuluh tahun lalu yang menjadi alasan kuat kenapa Mama Riana masih takut menemui Rafa.
***
Siang ini, menggunakan motornya Rania pulang dari kampus. Seperti hari-hari biasanya, Rania selalu menggunakan kecepatan empat puluh kilometer/jam. Namun berbeda dengan hari-hari biasanya, diperjalanan pulang sebuah motor sport yang ugal-ugalan tiba-tiba menabrak motor Rania.
Brak. Rania terjatuh.
"Awww"
Beberapa warga yang tidak jauh dari lokasi kejadian langsung mendekat untuk menolong Rania. Mereka langsung mengangkat motor karena kebetulan kaki Rania tertindis.
"Mbaknya ga papa?" tanya seorang ibu ke Rania. Ibu itu langsung memberikan air mineral yang dibawanya. Rania menerimanya.
"Terima kasih, bu" ucap Rania dan langsung meminumnya. Ibu itu memperhatikan Rania ada sobekan di bagian lutut dan tangan Rania.
"Nak, ibu hanya punya kain ini. Semoga bisa nutupin sobekan yang ada dikakimu" Rania melihat kakinya. Ya, robekan dicelananya cukup besar. Jika, Rania berdiri maka kulit Rania akan terlihat.
"Terima kasih, Bu"
"sama-sama, nak" wanita itu adalah Mama Riana yang baru saja pulang dari kantor Rafa. Tapi untuk saat ini Mama Riana hanya ingin melihat Rafa dari jarak jauh. Jadi, Mama Riana menggunakan kain untuk menutupi kepalanya dan memakai kacamata. Hanya sekilas Mama Riana melihat Rafa ketika Rafa pergi makan siang bersama Dustin.
Kembali ke tempat kejadian.
"Turun" teriak warga kepada laki-laki yang membawa motornya dengan ugal-ugalan. Laki-laki itu hanya bisa menghela nafas. Kesenangannya terganggu karena insiden dia menabrak orang.
"Merepotkan" ujarnya. Dengan terpaksa laki-laki itu turun dan melihat Rania yang masih terduduk di jalanan namun sudah dibawa kepinggir karena takut mengganggu pengguna jalan lain.
"Kamu harus bertanggung jawab" ujar salah satu warga.
"Baik, saya akan bertanggung jawab" ujar laki-laki itu sambil masih memperhatikan Rania. Seperti halnya Rafa dan juga Arlo, laki-laki itu juga terpesona dengan wajah Rania yang teduh.
"Excel" panggil Arlo turun dari mobil. Kebetulan sekali Arlo lewat dan melihat ada keramaian. Excel menoleh ketika namanya dipanggil.
"Bang Arlo"
"Ada apa ini?"
"Excel habis nabrak orang, Bang" Arlo tidak begitu kaget karena tahu sepak terjang Excel sebagai geng motor. Hal ini yang tidak disukai Arlo jika Bella berteman dengan Excel. Berbeda dengan Rafa, meskipun dia juga berada di grup geng motor tapi Rafa masih bisa memposisikan dirinya ketika berada dijalanan yang ramai.
"Bagaimana keadaan orang yang kamu tabrak?" tanya Arlo karena belum melihat keadaan orang yang ditabrak oleh Excel. Excel menunjuk Rania yang masih dikerumunin warga. Dengan rasa penasaran, Arlo maju untuk melihat apakah perlu diobatin atau tidak.
"Loh, bukannya kamu Rania?" tanya Arlo membuat Rania mengangkat kepalanya.
"Dokter Arlo" lirih Rania berusaha memanggil meski rasa perih mulai terasa di kaki dan tangannya.
"Kalian kenal, Bang?" Arlo mengangguk. Melihat keadaan Rania yang sangat memprihatinkan, Arlo dengan sigap langsung maju kedepan, memberi jas putih kedokterannya dan menggendong Rania.
"Maaf" ucap Arlo sebelum mengangkat Rania. Rania yang digendong tiba-tiba, jelas kaget dong.
"Saya dokter, saya kenal wanita ini. Saya akan membawanya untuk diobati. Terima kasih atas bantuannya" ucap Arlo memberitahu dan dibalas anggukan oleh warga sekitar.
"Dan kamu Excel, tolong urus motor Rania" lanjut Arlo ke Excel. Excel bingung, kenapa bukan dia yang membawa Rania tapi malah Arlo. Jadi, jangan ditanya lagi bagaimana wajah Excel, mau marah tapi Arlo adalah kakak dari wanita yang dia suka.
Arlo membuka pintu mobilnya dan langsung mendudukan Rania di samping kursi kemudi. Wajah mereka berdua sangat dekat. Mungkin jika Rania tidak menahan nafas, bibir Rania bisa saja meyentuh pipi Arlo. Aroma maskulin tercium dari tubuh dokter Arlo padahal ini sudah siang hari tapi Arlo tetap wangi.
"Biar Rania aja yang pasang, dok" kata Rania ketika Arlo mau memasangkan safety belt ke badan Rania. Arlo mengangguk. Dengan cepat, Arlo mengitari mobil dan membuka pintu untuknya.
"Kita ke rumah sakit" Rania hanya mengangguk.
Sesampainya di rumah sakit, Arlo kembali menggendong Rania padahal Rania sudah menolaknya tapi Arlo tetap memaksa.
"Makin lama kalau kamu jalan sendiri, itu malah bisa menyebabkan infeksi jika terlambat diobati" kata Arlo bersikeras. Mau tidak mau, Rania menurut apa yang dikatakan Arlo. Benar saja banyak perawat dan pengunjung yang memperhatikannya.
"Dok" Rania mencegah tangan Arlo yang mau menyentuh kaki Rania.
"Ada apa?" tanya Arlo. Arlo memandang wajah Rania yang sangat dekat dengannya. Hati Arlo bergetar hebat, ada perasaan nyaman dan ingin menyentuh wajah Rania.
"Boleh perawat saja yang ngobatin?" Rania menunduk takut Arlo marah. Arlo tersenyum bisa-bisanya dia lupa bahwa Rania sangat menjaga auratnya.
"Sebentar, saya panggilkan dulu" Rania langsung mengangkat kepalanya.
"Dokter Arlo ga marah?" gumam Rania. Rania hanya takut Arlo marah, sudah ditolong malah msih minta request lagi siapa yang ngobatin.
"Terima kasih, dok" Dokter Arlo tersenyum sebelum keluar dari ruangannya. Tidak lama, seorang perawat masuk dan mengobati luka Rania.
"Maaf, mbak. Mbak siapanya dokter Arlo?" tanya perawat tersebut. Ini pertama kalinya, dokter Arlo bertingkah seperti itu.
"Adik tingkatnya dikampus, Mbak" Rania tidak berbohong karena mereka memang satu fakultas di kampus yang sama. Hanya beda tahun masuknya.
"Ohh. Sudah selesai, mbak. Bisa jalan?" Rania mencoba berdiri meski masih sakit tapi Rania bisa berjalan.
"Bisa, mbak. Terima kasih ya"
"Sama-sama, saya panggilkan dokter Arlo dulu ya" izin perawat itu pamit. Arlo kembali masuk.
"Ayo, saya antar pulang"
"Ga usah, dok" tolak Rania. Rania tidak ingin merepotkan Arlo.
"Terus bagaimana kamu pulang? Sedangkan motor kamu sedang dibawa ke bengkel"
"Nanti saya naik ojek online aja, dok. Saya berterima kasih sekali, dokter sudah membantu saya"
"Ya, sudah. Tapi saya bisa minta nomor kamu? biar saya gampang untuk menghubungi jika nanti motor kamu sudah baik" kata Arlo. Hampir saja Rania menolak jika tidak ingat kalau motornya dibawa ke bengkel.
"Baik, dok" Rania langsung menyebutkan angka nomor handphonenya.
"Itu nomor saya, tolong disimpan"
"Baik, dok" Setelah tukeran nomor handphone, Rania izin pamit pulang karena hari sudah sore. Rania tidak ada bilang ke Rafa jika dia kecelakaan. Arlo menemani Rania sampai wanita itu masuk ke dalam mobil. Senyum Arlo mengembang ketika dia medlihat nomor Rania.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
beri dukungan di Novel terbaruku juga ya kak, jangan lupa kritik dan saran untuk membangun penulisanku